“Penerapan
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada Materi Barisan dan Deret
Aritmetika di SMP Negeri 2 Kota Bakti.
SKRIPSI
Diajukan Oleh
AINSYAH
Mahasiswa Fakultas
Tarbiyah
Jurusan Pendidikan
Matematika
Nim: 260 213 017
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2008
OUTLINE
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
BAB I : PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
- Rumusan Masalah
- Tujuan Penelitian
- Manfaat Penelitian
- Penjelasan Istilah
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
- Tujuan Pembelajaran Matematika MTs
- Pendekatan open ended
- Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik
- Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Matematika Realistik
- Penerapan Pendekatan RME pada Materi Barisan dan Deret Aritmetika
BAB III : METODE PENELITIAN
- Rancangan Penelitian
- Subjek Penelitian
- Metode Pengumpulan Data
- Metode Pengolahan Data
BAB IV : HASIL PENELITIAN
- Deskripsi Hasil Penelitian
- Analisis Hasil Penelitian
BAB V : PEMBAHASAN
BAB VI : PENUTUP
- Kesimpulan
- Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas
kehidupan suatu bangsa ditentukan oleh banyak faktor pendidikan, salah satunya
adalah faktor tujuan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan
kehidupan yang cerdas. Oleh karena itu, perlu adanya pembaharuan pendidikan
yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kemajuan
suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya
peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat
manusia Indonesia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Luqman 13,
yaitu :
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar".[1]
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pembaharuan pendidikan antara
lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas
metode pembelajaran.[2] Kurikulum harus tanggap terhadap
perkembangan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk
meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Jadi dalam hal ini harus ditemukan
strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas, yang lebih memperdayakan
potensi siswa.
Banyak
strategi atau pendekatan pembelajaran yang sudah dikembangkan oleh para pakar,
yang tidak hanya diterapkan pada konsep-konsep mata pelajaran seperti biologi,
kimia dan konsep-konsep pembelajaran lainnya, tetapi juga bisa diterapkan pada
konsep pembelajaran matematika.
Matematika
termasuk salah satu disiplin ilmu yang melatih manusia untuk mampu menentukan
ide-ide baru yang dapat berguna bagi kepentingan teknologi dan mempunyai
peranan penting bagi perbaikan hidup manusia. Manusia sangat berperan karena
perilaku manusia dalam mempertahankan eksistensinya baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap lingkungan, senantiasa disertai perhitungan-perhitungan dengan
aturan tertentu. Bagi berbagai bidang ilmu pengetahuan, matematika adalah ilmu
utama yang harus dikuasai dalam menekuni ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini
dikemukakan oleh Andi Nasution adalah:
Matematika merupakan inti perkembangan bidang ilmu
lainnya. Matematika boleh dikatakan yang lebih dahulu timbul dari semua ilmu pengetahuan
yang ada. Sejalan dengan itu timbullah fisika dan astronomi yang saling isi
mengisi dengan matematika. Kemudian matematika menyusup memperkuat perkembangan
ilmu kimia, sains kebumian dan sains hayat. Akhirnya sampai juga pemikiran
matematika menyusup ke sains sosial.[3]
Kutipan yang telah
dikemukakan, jelas bahwa matematika berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan
lainnya. pengetahuan matematika berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan
lainnya. Pengetahuan matematika juga merupakan pengetahuan yang memegang
peranan penting dalam dunia pendidikan. Matematika tidak hanya sekedar ilmu
yang diajarkan di sekolah-sekolah, melainkan juga ilmu yang sangat berperan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pelajaran matematika, umumnya
siswa kurang menarik, bahkan divonis sebagai mata pelajaran yang ditakuti. Hal
ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena metode
penyampaian konsep pelajaran bersifat tradisional dan peran guru masih sangat
dominan. Untuk mangatasi hal itu dalam pendidikan matematika tersebut, sekarang
ini telah dikembangkan beberapa metode, model dan pendekatan pembelajaran.
Salah satunya yaitu Realistic Mathematics Education (RME) atau sering disebut
Pendekatan Matematika Realistik (PMR).
Matematika realistik adalah
salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sedang dikembangkan
selama ini. Dengan pendekatan ini guru berupaya agar siswa memahami konsep
matematika dengan baik melalui situasi dalam kehidupan nyata. Siswa didominasi
untuk aktif menemukan jawaban persoalan kontekstual yang diberikan pada saat
kegiatan belajar mengajar di kelas. Selain itu, guru juga harus menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan, mampu merancang pembelajaran yang memungkinkan
terjadinya komunikasi antara siswa dengan guru sehingga diharapkan ada hasil
bertukar pikiran antar siswa. Dengan pembelajaran matematika realistik ini
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Matematika realistik merupakan
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman
siswa sebagai titik awal pembelajaran RME dikembangkan berdasarkan pandangan
Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan kegiatan manusia yang
lebih menekankan aktifitas siswa untuk mencari, menentukan dan membangun
sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada
siswa.[4]
Pembelajaran
matematika dengan pendekatan matematika realistik diharapkan mampu membuat
matematika itu menjadi lebih menarik bagi siswa dan dapat menguatkan
konsep-konsep matematika sehingga siswa tidak cepat lupa. Setelah melakukan
observasi antara penulis dengan guru mata pelajaran matematika, pada bulan
Februari 2008 menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Kota
Bakti tidak pernah menggunakan dengan pendekatan RME, sehingga menyebabkan
belajar siswa hanya terfokus pada apa yang diajarkan oleh guru pelajaran
matematika tersebut. Barisan dan deret aritmetika merupakan salah satu pokok
bahasan matematika yang harus dikuasai siswa tingkat menengah pertama, tidak
terkecuali siswa SMP Negeri 2 Kota Bakti. Dalam kehidupan sehari-hari sering
dijumpai yang berhubungan dengan barisan dan deret aritmetika. Oleh sebab itu
dalam pembelajaran pokok bahasan barisan dan deret aritmetika diperlukan suatu
penerapan yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, seperti pendekatan
RME.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis ingin melakukan suatu penelitian dengan judul: “Penerapan
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada Materi Barisan dan Deret
Aritmetika di SMP Negeri 2 Kota Bakti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Apakah pendekatan realistic
mathematics education (RME) efektif untuk mengajarkan materi barisan dan deret
aritmetika di SMP Negeri 2 Kota Bakti?.
2. Bagaimana kemampuan siswa
dalam mempelajari materi barisan dan deret aritmetika melalui pendekatan RME?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keefektifan
RME dalam mengajarkan barisan dan deret aritmetika di SMP Negeri 2 Kota Bakti.
2. Untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam mempelajari materi barisan dan deret aritmetika melalui pendekatan
RME.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan
latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini di
harapkan mampu menjadi:
1. Bahan masukan bagi guru mata
pelajaran matematika kelas IX SMP tentang suatu alternatif pembelajaran yang
dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bahan masukan bagi siswa
agar lebih termotivasi mempelajari untuk dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan nasional, dan dapat meningkatkan kualitas proses belajar dan hasil
yang baik kepada siswa dalam mata pelajaran matematika, khususnya pada materi barisan
dan deret aritmetika.
3. Bahan masukan bagi sekolah,
diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran pada
sekolah dalam rangka peningkatan mutu pelajaran matematika di kelas.
E. Penjelasan Istilah
Untuk
menghindari terjadi kesalahpahaman dan penafsiran para pembaca, maka penulis
menjelaskan istilah-istilah pokok yang ada dalam judul penelitian ini. Adapun
istilah yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran Matematika
Realistik
Pembelajaran
matematika realistik (PMR) adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik
awal pembelajaran.[5]
Jadi,
pembelajaran matematika realistik yang peneliti maksud adalah guru memulai
pembelajaran dengan memberikan masalah kontekstual yang di dalamnya berupa aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh siswa.
2. Barisan dan Deret Aritmetika
Barisan aritmetika adalah
barisan-barisan bilangan mempunyai selisih yang tetap antara dua suku yang
berurutan. Sedangkan deret aritmetika adalah penjumlahan suku-suku pada barisan
aritmetika.[6]
Jadi,
barisan dan deret aritmetika merupakan salah satu pokok bahasan yang diajarkan
pada kelas IX SMP.
[1] Al Qur’an
dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1989), hal.523
[2]Nurhadi,.dkk. Pembelajaran Konstektual dan
Penerapannya dalam KBK. ( Malang: IKIP, Malang, 2003), hal.1
[3]Andi Nasution. Matematika Modern.
(Bandung: Tarsito, 1982), hal.40
[4]Sahat Saragih, Menumbuhkembangkan
Berfikir Logis dan Sikap Positif Terhadap Matematika Melalui Pendekatan
Matematika Realistik, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan NO. 061, (Malang :
tahun ke-12, Juli 2006), hal.558
[5] Rahmah Johar, Pembelajaran Matematika
Realistik dan Kaitannya dengan Konstruktivisme (Ambon: Buletin Pendidikan
Matematika, 2002), hal. 15
[6] Siti
Rodiyah, Matematika untuk Kelas IX SMP/ Madrasah Tsanawiyah, (Jakarta:
PT. Setia Purna Inves, 2005), hal. 144 dan 146
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tujuan Pembelajaran
Matematika di SMP
Pendidikan adalah suatu proses
dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin
terhadap lingkungannya. Akibat dari proses tersebut akan menimbulkan perubahan
dalam diri siswa sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat. Pengajar
bertugas mengarahkan proses pendidikan agar sasaran dan perubahan yang terjadi
dalam diri siswa dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.
Secara umum pendidikan nasional
bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat memberikan kebebasan.
Sehingga organisasi pendidikan tersebut mampu melakukan inovasi dalam
pendidikan. Organisasi pendidikan dapat menjadi suatu lembaga yang beretika,
apabila selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang positif
serta memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Secara khusus pendidikan
nasional bertujuan membentuk manusia menjadi:
1. Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
2. Beretika (beradab dan
berwawasan budaya bangsa Indonesia)
3. Memiliki nalar (maju, cakap,
kreatif, inovatif dan bertanggungjawab)
4. Berkemampuan komunikasi
sosial (tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif, demokratis) dan
berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri.[1]
Sehingga dari pendidikan
tersebut diharapkan seseorang menjadi manusia mandiri yang mampu melakukan
perubahan dalam dirinya ke arah yang lebih baik.
Dalam sistem pendidikan
Nasional (UU RI No. 2 Tahun 1989) dikemukakan bahwa:
“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia. Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan”.[2]
Matematika sebagai salah satu
ilmu pengetahuan yang diajarkan mulai dari pendidikan dasar, menengah dan
perguruan tinggi. Masing-masing mempunyai fungsi dan tujuan tersendiri. Adapun
fungsi dan tujuan matematika di SMP atau MTs adalah sebagai berikut:
Matematika berfungsi
mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus
matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan-kemampuan
tersebut dapat diperoleh melalui materi pengukuran, geometri, aljabar dan
trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan
mengkomunikasikan gagasan melalui metode matematika berupa kalimat matematika,
persamaan matematika, diagram, grafik dan tabel.
Berdasarkan kurikulum 2004 “Tujuan
Pembelajaran Matematika di SMP atau MTs adalah:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, inisalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,
eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas
kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan
pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah
4. Mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, cacatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan”.[3]
Hal ini berarti bahwa: tujuan
pengajaran matematika tidak hanya terbatas pada pengalihan pengetahuan pada
siswa, tetapi juga mengembangkan kemampuan intelektual siswa dan untuk dapat
menggunakan pengetahuan matematika yang dimiliki tersebut sehingga memungkinkan
terjadinya perubahan tingkah laku, untuk itu diperlukan perangkat pembelajaran
yang dapat digunakan dan berhubungan untuk menjawab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
maju.
B. Pendekatan Matematika
Realistik
Menurut Sugeng Pendekatan
matematika realistik adalah suatu teori pembelajaran matematika yang telah
dikembangkan di Belanda sejak tahun 70-an. Pendekatan matematika realistik
pertama sekali diperkenalkan dan dikembangkan oleh Institut Freudenthal. Teori
ini mengacu pada asumsi bahwa, matematika harus dikaitkan dengan realita dan
matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat
dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari.[4]
Zulkardi mengatakan bahwa “Pendekatan matematika realistik ini banyak
dipengaruhi oleh pandangan Freudenthal tentang matematika”. Dua pandangan
penting Freudenthal tentang matematika adalah “Mathematics must be connected
to reality and mathematics as human actifity”.[5]
Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi
kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas
manusia sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan
aktivitas semua topik dalam matematika.
Menurut Tarigan pembelajaran matematika
realistik merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran siswa
yang bersifat realistik sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi
yang ditujukan kepada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur
dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah. Ada
empat pilar dasar yang perlu diberdayakan agar siswa nantinya mampu berbuat
untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do). Dengan
meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik, sosial maupun budaya, sehingga
mampu membangun pengalaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitarnya (learning
to know). Dengan demikian siswa dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan
dirinya (learning to be). Kesempatan untuk berinteraksi dengan individu
ataupun kelompok yang bervariasi (learning to live together).[6]
Selain itu, Zulkardi menyatakan
bahwa “Pada pendekatan matematika realistik peran seorang guru tidak lebih dari
seorang fasilitator, moderator atau evaluator, sementara siswa berpikir,
mengomunikasikan alasannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat
orang lain”.[7] Oleh karena itu, Suharta
menyatakan bahwa “Perubahan persepsi guru tentang mengajar perlu dilakukan bila
ingin mengimplementasikan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik
ini”.[8]
Suharta juga menyatakan bahwa
pendekatan matematika realistik berawal dari realitas dan pengalaman siswa yang
digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau matematika
formal. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini
yang cenderung berorientasi pada memberi informasi dan menggunakan matematika
yang siap pakai untuk memecahkan masalah-masalah. Dengan menggunakan
masalah-masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, maka situasi
masalah perlu diusahakan yang benar-benar sesuai dengan pengalaman siswa,
sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal melalui
matematisasi horizontal. Sedangkan cara-cara informasi yang ditunjukkan oleh
siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematikanya
di tingkatkan melalui matematisasi vertikal.[9]
Pendidikan matematika oleh
Treffers dalam Zulkardi diklasifikasikan berdasarkan matematisasi horizontal
dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal adalah siswa menggunakan
matematika sehingga dapat membantu mereka mengorganisasikan dan menyelesaikan
masalah yang ada pada suatu situasi nyata. Sedangkan matematisasi vertikal
adalah proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri.
Treffers dalam Suharta memberikan contoh dari kedua jenis matematisasi
tersebut.
Contoh matematisasi horizontal
adalah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam
cara-cara yang berbeda, serta pentransformasian masalah dunia real ke masalah
matematika. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan
dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model
yang berbeda, dan penggeneralisasian.[10]
Treffers dalam Zulkardi
mengklasifikasikan pendidikan matematika berdasarkan horizontal dan vertikal
matematization (matematisasi) ke dalam empat tipe:
1) Mechanistic (pendekatan
tradisional), yang didasarkan pada “drill practice” dan pola atau
pattern, yang menganggap orang seperti komputer atau suatu mesin (mekanik).
Pada pendekatan baik horizontal dan vertikal mathematization tidak digunakan.
2) Empiristic, dunia adalah
realita dimana siswa dihadapkan dengan situasi dimana mereka harus menggunakan
aktivitas horizontal mathematization, ‘l’raffers mengatakan bahwa pendekatan ini
secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.
3) Structuralis, atau
matematika modem didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa
dikategorikan ke horizontal mathematikazation tetapi ditetapkan dan dunia yang
dibuat secara “ad hod”, yang ada kesamaan dengan dunia siswa.
4) Realistic, yaitu pendekatan
yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik
tolak dalam belajar matematika. pada tahap ini siswa melakukan aktivitas
horizontal matematization. Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan
mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut.
Kemudian dengan menggunakan vertikal matematization siswa tiba pada tahap pembentukan
konsep.[11]
Berdasarkan beberapa pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa matematisasi horizontal membawa siswa dari
dunia nyata ke dunia simbolik. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan
perluasan pengetahuan dan keterampilan di dalam sistem yang sama, atau di dalam
dunia simbol, dan melalui proses matematisasi horizontal-vertikal ini
diharapkan siswa dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika
(pengetahuan matematika formal).
Pendekatan matematika
realistik dalam pelaksanaannya di kelas berorientasi pada
karakteristik-karakteristik dan pendekatan matematika realistik, sehingga siswa
mempunyai kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan
masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Menurut (de Lange, 1996;
Treffers, 1991; Gravemeijer, 1994; Darhim, 2004) dalam Saragih, pembelajaran
matematika realistik mempunyai lima karakteristik, yaitu:
1) Menggunakan masalah
kontekstual sebagai peluang bagi aplikasi dan sebagai titik tolak dan mana
suatu konsep matematika yang diinginkan dapat muncul.
2) Menggunakan model atau
jembatan dengan instrumen vertikal dengan perhatian diarahkan pada pengenalan
model, skema, dan simbolisasi dan pada mentransfer rumus atau matematika formal
secara langsung.
3) Menggunakan kontribusi siswa
dengan kontribusi yang besar pada proses pembelajaran yang datang dan siswa
sendiri dimana mereka dituntut dari cara-cara informal ke arah yang formal.
4) Terjadinya interaktifitas
dalam proses pembelajaran dimana negosiasi secara eksplisit, intervensi
kooperasi dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses
pembelajaran secara konstruktif dengan menggunakan strategi informal sebagai
jantung untuk mencapai formal.
5) Menggunakan berbagai teori
belajar yang relevan, saling terkait dan terintegrasi dengan topik pembelajaran
lainnya.[12]
Gravemeijer (dalam Johar,
Nurfadilah dan Hanum) mengemukakan tiga prinsip kunci PMR, yaitu:
1) Menemukan kembali (guided
reivention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization).
Melalui topik-topik matematika yang disajikan, siswa diberikan kesempatan yang
sama untuk membangun dan menemukan kembali ide-ide dan konsep-konsep
matematika. Jadi pembelajaran tidak diawali dari “sifat” atau “definisi” atau
“teorema” atau “aturan” dan diikuti dengan “contoh-contoh penerapannya”, tetapi
justru dimulai dengan masalah kontekstual atau real dan selanjutnya melalui
aktivitas siswa, siswa diharapkan dapat menemukan kembali sifat, definisi, dan
sebagainya. Selanjutnya, matematisasi atau “pematematikaan” merupakan upaya
untuk mengarahkan kepada pemikiran matematika. Dikatakan “progressive” karena
terdapat dua langkah matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan
matematisasi vertikal, yang berawal dari masalah kontekstual yang diberikan dan
berakhir pada matematika formal.
2) Fenomena didaktik (didactical
phenomenology). Topik-topik matematika yang diajarkan berasal dari fenomena
sehari-hari atau masalah yang dapat dibayangkan, yang dipilih dengan dua
pertimbangan, yaitu aplikasinya dan kontribusinya untuk perkembangan matematika
lanjut.
3) Model dibangun sendiri oleh
siswa (self-developed models). Baik dalam matematisasi horizontal maupun
matematisasi vertikal, diharapkan model dibangun sendiri oleh siswa. Siswa
menggunakan model pemecahan informal berkembang menjadi model yang formal.[13]
Selain itu, Menurut Zulkardi menyebutkan
bahwa untuk mengembangkan suatu model pembelajaran matematika yang mengacu pada
PMRI, harus mempresentasikan karakteristik-karakteristik pendekatan matematika
realistik baik pada tujuan, materi, metode dan evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
Tujuan haruslah mencakup tiga
tingkatan tujuan dalam pendekatan matematika realistik, yaitu: tingkat rendah,
sedang, dan tinggi. Dua tujuan terakhir menekankan pada kemampuan
berargumentasi, berkomunikasi, dan pembentukan sikap kritis siswa.
2. Materi
Mendesain suatu materi yang
disituasikan dalam realitas, berangkat dan konteks yang berarti, yang
membutuhkan keterkaitan materi pelajaran terhadap unit atau topik lain yang
real secara original seperti pecahan dan persen dari alat dalam bentuk model
atau gambar, diagram dan situasi atau simbol yang dihasilkan pada saat proses
pembelajaran. Kebanyakan soal dapat diselesaikan dan dijelaskan dengan lebih dari
satu strategi atau solusi. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan perbedaan
strategi dan kemudian menentukan yang terbaik.
3. Metode
Pada saat kegiatan
pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan teman
sebangkunya atau kelompoknya. Tujuannya adalah untuk mengatur aktivitas siswa
sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya melalui diskusi, negosiasi, dan
kolaborasi. Pada situasi ini, siswa mempunyai kesempatan untuk menjelaskan pemikiran
seseorang melalui bekerja, berpikir, dan berkomunikasi tantang matematika. Di
sini peran guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing.
4. Evaluasi
Materi evaluasi harus dibuat
dalam bentuk open question yang memancing siswa menjawab secara bebas dan
menggunakan berbagai strategi dari beragam jawaban. Beragam strategi atau
jawaban yang dimaksud adalah dalam menyelesaikan persoalan dimungkinkan siswa
menjawab dengan beragam strategi dan beragam penyelesaian bahkan dibenarkan
siswa menjawab dengan algoritma sendiri. Pada tahapan ini yang dihasilkan berupa
jawaban informal.[14]
C. Pembelajaran dengan
Pendekatan Matematika Realistik
Tahapan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik, sebelum siswa masuk pada sistem
formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke situasi informal. Mula-mula dengan bantuan
guru, situasi masalah dari dunia nyata murid disederhanakan, sehingga melalui
matematisasi horizontal siswa membangun strategi yang sangat erat hubungannya
dengan konteks masalah itu. Kemudian dengan bantuan guru, melalui matematisasi
vertikal, siswa membuat generalisasi, sehingga akhirnya siswa dapat memecahkan
setiap masalah yang sejenis atau yang berkaitan dengan masalah semula.
Alhaddad dalam Asmorowati
menyebutkan bahwa ada empat langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan
pembelajaran matematika realistik, yaitu:
1) Memahami masalah
kontekstual, adalah langkah guru menyajikan masalah kontekstual dan meminta
siswa memahami masalah tersebut.
2) Menyelesaikan masalah
kontekstual, adalah langkah guru untuk membimbing siswa menyelesaikan masalah
kontekstual secara individu menurut pendapat mereka sendiri dengan bimbingan
guru.
3) Membandingkan dan
mendiskusikan jawaban, adalah langkah guru memberikan kesempatan kepada siswa
bertukar pikiran dan mendiskusikan jawabannya dalam kelompok kecil, serta
dilanjutkan dengan diskusi kelas.
4) Menyimpulkan, adalah langkah
guru mengarahkan siswa dalam menyimpulkan jawaban terhadap masalah kontekstual
dan mengaitkannya dengan konsep matematika secara formal.[15]
D. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan
Matematika Realistik (PMR)
Menurut Musataqimah dalam
Asmin keunggulan dan kelemahan PMR adalah sebagai berikut:
1. Keunggulan pendekatan
matematika realistik
1) Karena siswa membangun
sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya
2) Suasana dalam proses
pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa
tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
3) Siswa merasa dihargai dan
semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
4) Memupuk kerja sama dalam
kelompok.
5) Melatih keberanian siswa
karena harus menjelaskan jawabannya.
6) Melatih siswa untuk terbiasa
berpikir dan mengemukakan pendapat.
7) Pendidikan budi pekerti,
misalnya: saling kerja sama dan menghormati teman yang sedang bicara.[16]
2. Kelemahan pendekatan
matematika realistik
1) Karena sudah terbiasa diberi
informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri
jawabannya.
2) Membutuhkan waktu yang lama
terutama bagi siswa yang lemah daya pikirnya.
3) Siswa yang pandai
kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai.
4) Belum ada pedoman penilaian,
sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi/memberi nilai.[17]
Dari paparan diatas
pembelajaran matematika realistik sangat baik diterapkan dalam proses belajar
mengajar karena memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri yaitu dengan
pembelajaran matematika realistik siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya,
dengan demikian siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
Pembelajaran matematika
realistik juga sangat menyenangkan karena menggunakan realistas kehidupan
siswa, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika, karena ilmu
matematika ternyata dapat dirasakan langsung manfaatnya dalam kehidupan mereka
sendiri. Jadi pembelajaran matematika realistik cocok digunakan dalam proses
pembelajaran walaupun ada kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pembelajaran
matematika realistik akan tetapi lebih banyak kelebihan-kelebihan dari pada
kekurangannya.
E. Penerapan Pendekatan RME
pada Materi Barisan dan Deret Aritmetika
Pada pendekatan
RME pada materi Barisan dan Deret Aritmetika peneliti akan memaparkan tentang Materi
Barisan dan Deret Aritmetika dan memberi contoh penerapan pendekatan RME pada
materi itu.
1. Materi Barisan dan Deret
Aritmetika
Materi Barisan dan Deret
Aritmetika disajikan dari buku paket matematika untuk kelas IX SMP/MTs,
pengarang Siti Rodiyah, penerbit PT. Setia Purna Invers, tahun 2005. rangkuman
tersebut dipaparkan berikut ini:
a. Barisan Bilangan
Barisan
bilangan adalah susunan bilangan-bilangan di mana antara satu bilangan dengan
bilangan berikutnya memiliki pola atau aturan tertentu. Tiap-tiap bilangan yang
terdapat pada barisan bilangan disebut suku dari barisan jika bilangan pertama
u1, bilangan kedua u2, bilangan ketiga u3
... dan bilangan ke-n adalah un, maka
barisan bilangan itu dituliskan sebagai: u1, ,u2, u3,…,
un..
Contoh
dari barisan-barisan bilangan diantaranya sebagai berikut:
a).1, 2,
3, 4, 5,…; dinamakan barisan bilangan
asli
b).1, 3,
5, 7, 9… : dinamakan barisan bilangan
asli ganjil
c). 2, 4,
6, 8,10…: dinamakan barisan bilangan asli
genap
b. Barisan Aritmatika
Barisan
aritmatika adalah barisan-barisan bilangan yang mempunyai selisih yang tetap
antara dua suku yang berurutan.
Untuk
mengenali ciri yang ada pada suatu barisan aritmatika, simaklah barisan-barisan
bilangan berikut ini.
a). 2, 5,
8, 11,….
b). 1, 6,
11, 16,….
c). 20,
16, 12, 8,….
Perhatikan
bahwa pada masing-masing barisan bilangan di atas mempunyai ciri tertentu. Ciri
tertentu itu adalah selisih dua suku yang berurutan selalu mempunyai nilai yang
tetap (konstan). Barisan bilangan yang mempunyai ciri-ciri tertentu semacam itu
dinamakan sebagai barisan aritmatika dan selisih dua suku yang berurutan
disebut beda. Beda dari suatu barisan aritmatika biasanya dilambangkan dengan
huruf b.
Sebagai
contoh, nilai beda pada barisan-barisan di atas dapat ditetapkan sebagai
berikut:
a). Untuk
barisan 2, 5, 8, 11,…..; beda b = 11 – 8 = 8 – 5 = 5 – 2 = 3
b). Untuk
barisan 1, 6, 11, 16,….; beda b = 16 – 11 = 11 – 6 = 6 – 1 = 5
c). Untuk
barisan 20, 16, 12, 8, ...; beda b = 8 – 12 = 12 – 16 = 16 – 20 = -4 Dengan demikian, barisan aritmatika dapat
didefinisikan sebagai berikut:
Suatu barisan u1, u2,
u3, … un
disebut barisan aritmatika jika untuk sembarang nilai n berlaku hubungan: Un
– Un-1 = b. Dengan b adalah suatu tetapan
(konstanta) yang tidak tergantung pada n.[18]
c. Rumus
Suku Umum Ke- n pada Barisan Aritmetika
Pada barisan arimatika, suku umum ke-n
dapat ditentukan dengan menggunakan rumus. Rumus suku umum ke-n pada
barisan aritmetika diturunkan sebagai berikut.
Misalkan suatu barisan aritmetika dengan
suku pertama a dan beda b, maka suku-suku barisan itu mempunyai susunan
sebagai berikut:
Suku pertama = u1 = a
Suku kedua = u2 = a + b
Suku ketiga = u3 =
a + 2b
Suku
ke-n = un = a +
(n-1)b
|
Contoh 1:
Tentukan suku
pertama, beda, serta suku ke enam dari barisan-barisan aritmetika:
a). 2, 4, 6, 8, …
b). 4, 1, -2, -5, …
jawab:
a). Barisan 2, 4, 6, 8,…
suku pertama u1
= a = 2, beda b = 4 – 2 = 2
suku ke-6 u6
= a + 5b
u6 = 2 + 5(2)
u6 = 12
Jadi, suku pertama a = 2, beda b = 2, dan suku ke-6 adalah
u6 = 12
b). Barisan 4, 1, -2, -5, …
suku pertama u1 = a =
4, beda b = 1 – 4 = -3
suku ke-6 u6 = a + 5b
u6 =
4 + 5(-3)
u6 =
-11
Jadi, suku
pertama a = 4, beda b = -3, dan suku ke-6 adalah u6
= -11
d. Deret Aritmetika
Dalam suatu barisan bilangan, jika suku-suku dari barisan
bilangan itu dijumlahkan, maka penjumlahan berturut-turut dari suku-suku
barisan itu disebut deret.
Contoh: Barisan bilangan Deret
1, 2, 3, 4, … 1+2+3+4+…
2, 4, 6, 8, … 2+4+6+8+…
Pada barisan bilangan,
tiap-tiap bilangan yang terdapat pada barisan bilangan disebut suku.
Pada deret di atas: 1+2+3+4+…,
maka:
Suku ke-1 = 1 ditulis U1=1
Suku ke-2 = 2 ditulis U2=2
Suku ke-3 = 3 ditulis U3=3,
dan seterusnya.
Barisan bilangan dinyatakan dengan U1, U2,
U3,…,Un, dan deret yang bersesuaian dengan barisan
bilangan itu dinyatakan dengan U1+U2+U3+…+Un
ini bentuk umum dari deret aritmetika.
Pada suatu beret, jika hasil dari U2-U1,
U3-U2, atau Un-Un-1 selalu tetap
atau selalu sama, maka deret disebut deret arimetika. Bilangan yang selalu
tetap itu disebut beda, yang disinggkat dengan b.
Contoh:
Selidikilah bahwa 2+5+8+11+14+… merupakan deret
aritmetika.
Jawab:
U1=2 U3=8 U5=14
U2=5 U4=11
U2-U1=5-2 U4-U3=11-8
=3 =3
U3-U2=8-5 U5-U4=14-11
=3 =3
Karena beda selalu tetap yaitu
3, maka 2+5+8+11+14+… adalah deret aritmetika.
e. Rumus Jumlah n Suku Pertama
Deret Aritmetika
Jika
jumlah n suku pertama dari deret aritmetika dinyatakan dengan Sn,
maka:
Sn=U1+U2+…+Un-1+Un
=a+(a+b)+…+(a+(n-2)b)+(a+(n-1)b)
Selanjutnya, lakukan operasi penjumlahan sebagai
berikut:
Sn=a+(a+b)+…+(a+(n-2)b)+(a+(n-1)b
2Sn=[a+(a+(n-1)b]+[(a+b)+(a+(n-2)b)]+…+[(a+(n-2)b)+(a+b)]+[(a+(n-1)b)+a]
2Sn=n(2a+(n-1)b)
Sn=atau Sn=
Jadi rumus jumlah n suku
pertama deret aritmeika dirumuskan sebagai berikut:
|
Oleh karena Un=a+(n-1)b,
maka rumus Sn dapat juga ditulis:
Sn== Sn=
Sehingga bentuk
umum jumlah n suku pertama deret arimetika:
|
||||
|
||||
atau
Contoh :
1. Tentukan jumlah dari deret
29 + 33 + 37 + 41 + ... + 269
Jawab:
29 + 33 + 37 + 41 + ... + 269
U1 = a = 29
Un = 269
b = U2
– U1 = 33 – 29 = 4
Un = a + (n – 1) b
269 = 29 + (n – 1) 4
269 = 29 + 4 n – 4
269 = 25 + 4 n
4 n = 269 – 25
4 n = 244
n =
n = 61
Sehingga Sn =
=
=
= 9.089
Jadi, jumlah deret tersebut = 9.089
2. Tentukan jumlah
35 suku pertama dari deret aritmetika 207 + 204 + 201 + 198 + ...
Jawab:
207 + 204 + 201 + 198 + ...
n = 35
b = U2 – U1
= 207 – 204 = -3
Sn =
=
=
=
=
= 5.460
Jadi, jumlah 35 suku pertama
dari deret itu = 5.460
2. Penerapan pendekatan RME pada barisan dan deret aritmetika
Penerapan pendekatan RME ada empat
langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan pembelajaran realistik yaitu:
1) Memahami masalah
kontekstual, adalah langkah guru menyajikan masalah kontekstual dan meminta
siswa memahami masalah tersebut.
2) Menyelesaikan masalah
kontekstual, adalah langkah guru untuk membimbing siswa menyelesaikan masalah
kontekstual secara individu menurut pendapat mereka sendiri dengan bimbingan
guru.
3) Membandingkan dan
mendiskusikan jawaban, adalah langkah guru memberikan kesempatan kepada siswa
bertukar pikiran dan mendiskusikan jawabannya dalam kelompok kecil, serta
dilanjutkan dengan diskusi kelas.
4) Menyimpulkan, adalah langkah
guru mengarahkan siswa dalam menyimpulkan jawaban terhadap masalah kontekstual
dan mengaitkannya dengan konsep matematika formal.
Berdasarkan ilustrasi mengenai
pembelajaran matematika realistik di atas, berikut ini disajikan contoh
pelaksanaan pembelajaran matematika di luar kelas dengan pendekatan matematika
realistik pada pokok bahasan barisan dan deret aritmetika.
1) Kegiatan Pendahuluan
a) Guru menjelaskan kepada
siswa bahwa dalam pembelajaran matematika siswa akan diminta menyelesaikan
masalah sehari-hari sesuai dengan pendapat mereka.
b) Guru menghubungkan topik
yang dibahas dengan masalah sebelumnya.
2) Kegiatan Inti
a) Guru menyajikan masalah
kontekstual.
1.
Sediakan beberapa gelas yang berbentuk sama!
2.
Ukurlah tinggi satu gelas seluruhnya!
3.
Susunlah dua gelas dan ukur tingginya!
4.
Ukurlah tinggi pembatas antara gelas satu dan dua!
5.
Susunlah tiga gelas dan ukur tingginya!
6.
Tanpa menyusun, perkirakan tinggi 4 gelas!
7.
Dengan menyusun 4 gelas ukurlah tingginya!
8.
Apakah perkiraan anda benar?
9.
Dengan cara yang sama, berapakah tinggi 8 gelas?
10.
Susunan gelas tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
b) Guru memberi kesempatan pada
siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual tersebut menurut cara
mereka sendiri. Guru mengamati pekerjaan seluruh siswa dan memberi petunjuk
bagi siswa yang belum dapat menyelesaikan masalah tersebut.
c) Guru memfasilitasi diskusi
kelompok dengan meminta siswa membandingkan dan mendiskusikan jawabannya dengan
kelompoknya masing-masing.
d) Guru meminta beberapa siswa
untuk mewakili kelompoknya untuk menampilkan hasil jawaban mereka
masing-masing. Selanjutnya jawaban siswa dibahas dan dibandingkan. Guru
membantu siswa mengevaluasi jawaban mereka, jika ada penyelesaian yang benar
maka guru memilih jawaban tersebut dan dijadikan sebagai alternatif jawaban.
Untuk jawaban yang salah, guru secara tidak langsung memberitahukan kesalahan
dengan mengajukan pertanyaan. Dari hasil diskusi tersebut, guru mengarahkan
siswa untuk menyimpulkan bahwa dalam menyelesaikan soal tersebut terlebih
dahulu mencatat semua pengukuran gelas yang disediakan.
-
Tinggi gelas pertama = 16 cm
-
Tinggi susunan 2 gelas = 20 cm
-
Tinggi susunan 3 gelas = 24 cm
-
Tinggi susunan 4 gelas = 28 cm, dan seterusnya
Kemudian
bersama-sama dengan siswa menegaskan kembali uraian yang benar, dengan
menggunakan rumus suku ke-n barisan aritmetika:
Un = a +
(n-1) b
Sehingga
Urutan barisan bilangannya yaitu:
16, 20,
24, 28, ....
a = 16
b = U2 – U1
b = 20 – 16
b = 4
Un = a + (n-1) b
U8 = 16 + (8-1) 4
U8 = 16 + (7) 4
U8 = 16 + 28
U8 = 44.
Jadi, tinggi susunan delapan gelas adalah 44 cm.
3) Kegiatan Penutup
Guru menyimpulkan kembali
pelajaran dan memberikan tugas atau latihan.
Berdasarkan contoh pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik di atas dapat disimpulkan
bahwa dengan pembelajaran tersebut siswa dapat memiliki pengalaman belajar yang
lengkap, yaitu mulai dari suasana belajar yang menantang dan menarik serta
sesuai dengan perkembangan intelektual siswa, kemudian disempurnakan dengan
pengalaman pemecahan masalah langsung dalam kehidupan sehari-hari.
[1] E.
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan
Implementasi, (Bandung: Rosda Karya, 2005) hal. 21.
[2]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 79
[3]Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Standar Kompetensi, (Jakarta, Departemen Pendidikan
Nasional, 2003). Hal. 6.
[4]Didik
Sugeng Pambudi, Berbagi Alternatif Model dan Pendekatan dalam Pembelajaran
Matematika, Jurnal Pendidikan Matematika Volume 1 No. 2, (Sriwijaya: Juli
2007), hal. 43.
[5]Zulkardi, RME Suatu Inovasi Pendidikan Matematika
di Indonesia (Suatu Pemikiran Pasca Konferensi Matematika Nasional 17-20 July
di ITB),
[6]Daitin Tarigan, Pembelajaran Matematika Realistik:
Buku Rujukan PGSD Bidang Matematika (Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Direk
Ketenagaan, 2006), hal. 4.
[7]Zulkardi, RME Suatu Inovasi Pendidikan Matematika
di Indonesia (Suatu Pemikiran Pasca Konferensi Matematika Nasional 17-20 July
di ITB).
[8]I Gusti Putu Suharta, Matematika Realistik: Apa dan
Bagaimana?
(http://www.depdiknas.go.id/Jurna/ITB/matematika%20realistik.htm)
[9]Gusti Putu Suharta, Malematika Realisti..,
[10]I Gusti Putu Suharta, Matematika Realistik: Apa
dan Bagaimana?.
(http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/38/matematika%20
realistik.html).
[11]Zulkardi, RME Suatu Inovasi Pendidikan Matematika
di Indonesia (Suatu Pemikiran Pasca Konferensi Matematika Nasional 17-20 July
di ITB).
[12]Sahat Saragih, Menumbuhkembangkan Berpikir Logis
dan Sikap Positf Terhadap Matematika Melalui Pendekatan Matematik Realistrik, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan No. 061 Tahun ke-12. Juli 2006, hal. 562-562.
[13]Rahmah Johar, Cut Nurfadhilah, Latifah Hanum,, Strategi
Belajar Mengajar (Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2006), hal. 80-81
[14]
Zulkardi, Deboy Hendri, Ratu Ilma, Pengembangan Materi Kesebangunan Dengan
Pendekatan PMRI di SMP Negeri 5 Talang Ubi, Jurnal Pendidikan Matematika
Volume I No. 2, (Sriwijaya: Juli 2007), hal. 48.
[15]Dwi
Asmorowati, Penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa (Studi pada Siswa Kelas III A N.
Rajabasa Bandar Lampung), Skripsi, (Bandar Lampung: UNILA, 2005), hal.
13-14.
[16] Asmin, Implementasi
Pembelajaran Realistik (PMR) dan Kendala yang Muncul di Lapangan.
(http://www.depdiknas.go.id/jurnal/44/editorial.htm.)
[17] Asmin, Implementasi...,
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Rancangan
Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas (Action Research) yang terdiri dari empat
langkah utama yaitu: Plan (perencanaan), act (tindakan), observe
(pengamatan) dan reflect (perenungan).[1]
Adapun langkah-langkah atau persiapan yang harus dilakukan
terlebih dahulu untuk melakukan penelitian tindakan kelas adalah:
1.
Penyusunan Rencana
Adapun pada penelitian
ini tahap penyusunan rencana yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:
a.
Menetapkan materi
yang diajarkan, yaitu materi barisan dan deret aritmetika
b.
Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP)
c.
Menyusun alat
evaluasi atau tes yang berbentuk essay
2.
Tindakan
Melakukan tindakan berupa kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan (RPP) siklus I. Setelah siklus I selesai dilaksanakan, peneliti
melakukan refleksi dan mengkaji kembali hasil pembelajaran tersebut, dengan
berkonsultasi dengan pengamat.
Jika pada siklus I siswa tidak mencapai ketuntasan belajar,
maka akan dilaksanakan siklus II, dengan merevisi kembali kekurangan pada
siklus II, selanjutnya dirancang kembali (RPP) untuk siklus II. Kemudian
peneliti melakukan kegiatan mengajar sesuai dengan (RPP) siklus II dan
dilakukan refleksi lagi. Melalui siklus ini, diharapkan siswa mencapai
ketuntasan belajar, apabila siklus pertama siswa sudah mencapai ketuntasan
belajar, maka siklus II tidak perlu dilanjutkan. Selanjutnya peneliti akan
melakukan tindakan pada sub materi II.
Pada akhir
pembelajaran setiap sub materi diadakan ujian post tes yaitu tes untuk
mengetahui penguasan materi kedua sub materi yang diajarkan dengan pendekatan
RME (Realistic Mathematics Education)
3.
Observasi
Observasi dilakukan pada penelitian ini adalah pada saat
kegiatan sub materi I sampai dengan sub materi II berlangsung. Observasi ini
dilakukan oleh pengamat terhadap aktivitas peneliti dan anak didik dalam proses
belajar mengajar dalam kerangka pembelajaran.
4.
Refleksi
Refleksi yang dimaksud adalah mengingat dan merenungkan
kembali tindakan yang sama seperti yang telah dicatat dalam observasi, yang
berusaha memahami proses, masalah persoalan, dan kendala yang nyata dalam
tindakan.
B.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IIIb
SMP Negeri 2 Kota Bakti tahun ajaran 2008/2009. Alasan dipilih kelas IIIb sebagai
subjek penelitian, karena kelas tersebut bukan merupakan kelas inti dan
banyaknya siswa lebih sedikit daripada
kelas yang lain.
C.
Metode
Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dikumpulkan
dengan cara sebagai berikut:
1.
Observasi
(pengamatan)
Lembar observasi digunakan untuk memperoleh informasi yang
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar selama penelitian. Lembar observasi
ini terdiri dari:
a.
Lembar observasi
kemampuan guru mengelola kelas
Lembaran observasi ini digunakan untuk memperoleh data
tentang kemampuan guru yang berorientasi pendekatan RME. Dalam penelitian ini,
peneliti bertindak sebagai guru. Lembar observasi terdiri dari 5 bagian
(pendahuluan, kegiatan inti, penutup kemampuan mengelola waktu, dan suasana
kelas) yang dijabarkan menjadi 18 komponen. Lembar observasi diberikan kepada
pengamat untuk diisi dengan cara menuliskan cek list (Ö)
sesuai dengan keadaan yang diamati. Pengamat dalam
penelitian ini adalah guru matematika yang mengajar di kelas yang diteliti.
b.
Lembar pengamatan
aktivitas siswa
Lembar pengamatan ini digunakan untuk memperoleh data
tentang aktivitas siswa selama pembelajaran. Lembaran aktivitas siswa ada 7
kategori antara lain: mendengarkan, memahami masalah konstekstual, menyelesaikan
masalah, membandingkan jawaban, bertanya, menarik kesimpulan, dan perilaku yang
tidak relevan dalam KBM. Lembaran pengamatan ini diisi setiap 5 menit dengan
menulis kode atau nomor kategori aktivitas siswa yang sesuai yang menjadi
pengamat adalah satu orang mahasiswa.
2.
Angket respon siswa
Angket digunakan untuk mengumpulkan
informasi tentang respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran dan perangkat
pembelajaran dengan pendekatan RME. Siswa memberikan tanda cek list ( Ö ) pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan yang diajukan
angket tersebut diberikan kepada siswa segera setelah proses pembelajaran
selesai.
3.
Tes hasil belajar
Tes hasil belajar digunakan untuk
memperoleh informasi tentang penguasaan siswa terhadap materi barisan dan deret
arimetika. Data hasil belajar siswa dikumpulkan melalui pemberian tes yang
telah disediakan dan diberikan setelah proses pembelajaran selesai.
D.
Metode Pengolahan
Data
Tahap pengolahan data merupakan tahap yang paling penting dalam suatu
penelitian karena pada tahap ini hasil penelitian dapat dirumuskan. Setelah
semua data terkumpul maka untuk mendeskripsikan data penelitian dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
1.
Analisis Data
Aktivitas Siswa
Dari hasil pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung dianalisis dengan menggunakan presentase. La Siara dalam
Rozanna menyatakan bahwa:
“Persentase pengamatan
aktivitas siswa yaitu rata-rata frekuensi setiap aspek pengamatan dibagi jumlah rata-rata frekuensi semua aspek
pengamatan dikali 100 %.
Penentuan kesesuaian aktivitas siswa berdasarkan pada pencapaian waktu ideal yang ditetapkan dalam penyusunan rencana
pembelajaran dengan model matematika
realistik seperti dalam tabel 3.1 pada halaman berikut”:
Table 3.1 : Kriteria Waktu Ideal Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
No.
|
Aspek
Pengamatan Aktivitas Siswa
|
Persentase
kesesuaian (P)
|
|
Waktu
ideal
|
Toleransi
5 %
|
||
1.
|
Mendengar/memperhatikan
penjelasan guru/teman
|
13 %
|
7 % £ P £ 18 %
|
2.
|
Membaca/memahami
masalah konstekstual di LKS
|
10 %
|
5 % £ P £ 15 %
|
3.
|
Menyelesaikan
masalah atau menemukan cara penyelesaian masalah
|
27 %
|
22 % £ P £ 32%
|
4.
|
Membandingkan
jawaban dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas bertanya/menyampaikan
|
30 %
|
25 % £ P £ 35 %
|
5.
|
Bertanya/menyampaikan
pendapat/ide kepada guru atau teman
|
10 %
|
5 % £ P £ 15 %
|
6.
|
Menarik
kesimpulan suatu konsep atau prosedur
|
10 %
|
5 % £ P £ 15 %
|
7.
|
Perilaku yang
tidak relevan dengan KBM
|
0 %
|
0 % £ P £ 5 %
|
Aktivitas siswa dikatakan baik/efektif bila waktu yang
digunakan untuk melakukan setiap kategori aktivitas sesuai dengan alokasi waktu
yang termuat dalam rencana pembelajaran (RP) dengan toleransi 5 %.[2]
2.
Analisis data
kemampuan guru mengelola pembelajaran
Data tentang kemampuan guru mengelola pembelajaran
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan skor rata-rata.
Menurut Hasratuddin dalam (Rozanna) mengatakan bahwa:
Pendeskripsian skor rata-rata
tingkat kemampuan guru sebagai berikut:
1,00 £ TKG < 1,50 tidak baik
1,50 £ TKG < 2,50 kurang baik
2,50 £ TKG < 3,50 cukup baik
3,50 £ TKG < 4,50 baik
Kemampuan guru mengelola pembelajaran dikatakan efektif
jika skor dari setiap aspek yang dinilai berada pada kategori baik atau sangat
baik.
3.
Analisis data angket
respon siswa
Menentukan respon siswa dihitung melalui angket yang
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan persentase. Menurut
Mukhlis (dalam Rozanna), persentase dari setiap respons siswa dihitung dengan
rumus:
Respon siswa dikatakan efektif jika jawaban siswa terhadap
pernyataan positif untuk setiap aspek yang direspon pada setiap komponen
pembelajaran diperoleh persentase ³ 80 %.[4]
4.
Analisis data tes
hasil belajar
Efektivitas pembelajaran ditentukan dengan menggunakan
analisis data tes hasil belajar siswa secara deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar siswa. Data yang dianalisis untuk
mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar siswa adalah data post-tes. Seorang
siswa dikatakan tuntas belajar bila
memiliki daya serap paling sedikit 65 %. Sedangkan ketuntasan belajar secara
klasikal tercapai bila paling sedikit 85 % siswa di kelas tersebut telah tuntas
belajar.
Berdasarkan uraian di atas efektivitas pendekatan RME
ditentukan oleh empat aspek berikut :
1.
Ketuntasan belajar
2.
Kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran
3.
Aktivitas siswa
4.
Respon siswa
Pembelajaran dengan RME dikatakan efektif jika tiga dari
empat aspek di atas dipenuhi, dengan syarat ketuntasan hasil belajar siswa
terpenuhi.
[1]Rahma,
Maulida, Skripsi Penerapan Metode
Accelerated Learning pada Materi Himpunan di Kelas VII MTsN Beureunuen (Darussalam,
2008), hal. 26.
[2] Rozanna,
Skripsi Efektivitas Model Pembelajaran Kuantum Teaching Untuk Mengajarkan
Jaring-jaring Kubus dan Balok di Kelas VII MTsN Kuta Baro Aceh Besar
(Darussalam, 2008), hal.27
[3] Ibid. hal.
28.
[4] Ibid. hal.28.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Hasil
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Bakti adapun. Langkah-langkah peneliti
dalam pelaksanaan penelitian untuk melaksanakan pendakatan RME, terlebih dahulu
mendapatkan izin pembimbing, selanjutnya memperoleh surat izin dari Dekan
tarbiyah dan surat izin dapat mngumpulkan data dari SMP Negeri 2 Kota Bakti.
Kemudian peneliti juga mempersiapkan instruman penelitian berupa tes, lembar
observasi guru dan siswa. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP) serta Lembar
Kerja Siswa ( LKS ). Penelitian ini berlangsung dari tanggal 15 Desember sampai
dengan 19 Desember 2008 di kelas III SMP Negeri 2 Kota Bakti. SMP Negeri 2 Kota
Bakti terletak di jalan Tangse Km. 6,5 Kota Bakti Kecamatan Sakti Kabupaten
Pidie. Sekolah ini mempunyai gedung yang permanen yang terdiri dari 10 ruang
belajar yaitu 3 ruang untuk kelas I, 3 ruang untuk kelas II, dan 4 ruang untuk kelas III. SMP Negeri 2
Kota Bakti mempunyai jumlah siswa sebanyak 326 siswa yang terdiri dari 173
laki- laki dan 153 prempuan, untuk lebih jelasnya dengan keadaan siswa SMP
Negeri 2 Kota Bakti dapat di lihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.1 Jumlah
siswa-siswi pada SMP Negeri 2 Kota Bakti Tahun Ajaran 2008/2009
Kelas
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
I
II
III
|
51
63
59
|
54
43
56
|
105
106
115
|
Jumlah
|
173
|
153
|
326
|
SMP Negeri 2 Kota Bakti juga
dilengkapi dengan prasarana lain seperti ruang sekolah, ruang dewan guru, ruang
pengajaran, ruang tata usaha, ruang perpustakaan dan mushallah. Sebelum
penelitian melakukan tindakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah
disusun. Peneliti terlebih dahulu mengobservasi kondisi sekolah dan kegiatan
belajar mengajar mata pelajaran matematika pada kelas III yang disampaikan oleh
guru bidang studinya. Selanjutnya peneliti berdiskusi dengan guru bidang studi
guna mendapat keterangan-keterangan tentang kondisi siswa dan saran-saran
lainnya untuk kelancaran terlaksananya proses belajar mengajar dengan
pendekatan RME. Kemudian guru bidang studi menganjurkan kelas IIIb sebagai
kelas tindakan dengan beberapa pertimbangan sebagaimana yang dijelaskan pada
bab III.
Tabel 4.2 Data Siswa Kelas IIIb
Kelas
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
IIIb
|
59
|
56
|
115
|
- Tahap Persiapan
Pada tahap ini, peneliti
mempersiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari perangkat pembelajaran dan
instrumen pengumpulan data. Perangkat pembelajaran yang dipersiapkan adalah
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS). Instrumen
pengumpulan data yang dipersiapkan adalah lembar observasi aktivitas siswa,
lembar observasi kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran dan soal tes.
- Tahap Pelaksanaan Proses
Peneliti melaksanakan proses
pembelajaran sebanyak dua kali pertemuan, waktu pada setiap kali pertemuan
tersebut terdiri dari 2 jam pelajaran, dimana dalam 1 jam pelajaran berdurasi
40 menit. Penelitian ini diamati oleh dua orang pengamat, yaitu: Nazariah adalah
seorang mahasiswa yang membantu peneliti dalam mengamati aktivitas siswa selama
proses pembelajaran berlangsung dan Drs Harun adalah salah seorang guru bidang
studi matematika di SMP Negeri 2 Kota Bakti yang juga ikut membantu peneliti sebagai
pengamat terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, dan yang
bertindak sebagai guru adalah peneliti sendiri.
·
Pertemuan pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari selasa tanggal 16 Desember 2008. pertemuan pertama ini berpedoman
pada RPP-1. Sebelum memulai proses pembelajaran guru menginformasikan tentang
model pembelajaran beserta langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses
pembelajaran, kemudian guru membagikan LKS. Selanjutnya siswa dibagi ke dalam
beberapa kelompok, yang terdiri atas 5 siswa. Guru meminta siswa untuk bekerja
pada kelompok masing-masing dan menyelesaikan masalah menurut cara mereka masing-masing.
Kemudian siswa diminta mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan
membandingkan hasil kerja mereka dengan kelompok lain. Setelah itu guru
bersama-sama siswa menarik kesimpulan dari masalah yang mereka selesaikan.
·
Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan
pada hari rabu tanggal 17 Desember 2008. Pada awal pertemuan terlebih dahulu
guru membahas pekerjaan rumah yang sulit bagi sebagian siswa. Proses
pembelajaran pada pertemuan ini berpedoman pada RPP-II. Proses pembelajaran
pada pertemuan ini hampir sama dengan pertemuan pertama, yaitu siswa bekerja
pada kelompok mereka masing-masing yang telah terbentuk pada pertemuan pertama,
kemudian menyelesaikan masalah dengan LKS yang telah diberikan guru.
- Evaluasi Hasil Belajar
Tahap evaluasi hasil belajar dilakukan
untuk melihat kemampuan siswa setelah mengalami pembelajaran matematika di luar
kelas dalam pendekatan realistik selama 2 kali pertemuan pada pokok bahasan
Barisan dan Deret Aritmetika. Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan berupa
pos-tes yang terdiri dari 5 soal. Pos-tes ini
dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2008. Setelah
siswa selesai mengerjakan soal kemudian mereka diminta mengisi angket respons
siswa yang bertujuan untuk mengetahui perasaan mereka masing-masing terhadap
komponen-komponen pembelajaran yang telah dilaksanakan.
B. Analisis Hasil Penelitian
- Analisis Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran dengan Pendekatan RME.
Data hasil pengamatan terhadap
aktivitas siswa dalam pembelajaran selama 2 kali pertemuan dinyatakan dengan
persentase. Data tersebut secara ringkas disajikan dalam tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Aktivitas Siswa selama Kegiatan
Pembelajaran
No
|
Kategori Pengamatan
|
Persentase Aktivitas Siswa
dalam Pembelajaran
|
Persentase
Rata-rata
(%)
|
Waktu Ideal
|
Toleransi 5%
|
||||
RPP-1
|
RPP-2
|
||||||||
1
|
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman
|
11,48
|
9,4
|
10,94
|
13%
|
7%P 18%
|
|||
2
|
Membaca/memahami masalah konseptual di LKS
|
12,50
|
8,3
|
9,89
|
10%
|
5%P15%
|
|||
3
|
Menyelesaikan masalah/ menemukan cara menyelesaikan masalah
|
26,04
|
31,16
|
28,65
|
27%
|
22%P32%
|
|||
4
|
Berinteraksi/ membandingkan jawaban dalam diskusi kelompok atau diskusi
dalam kelas
|
26,04
|
30,12
|
28,12
|
30%
|
25%P35%
|
|||
5
|
Bertanya/ menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman
|
12,50
|
9,40
|
10,66
|
10%
|
5%P15%
|
|||
6
|
Menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur
|
10,4
|
10,4
|
10,4
|
10%
|
5%P15%
|
|||
7
|
Perilaku siswa yang tidak relevan dengan KBM
|
1,04
|
1,04
|
1,04
|
0%
|
0%P5%
|
|||
Sumber:
Hasil olah data
Berdasarkan tabel di atas dan
mengacu pada kriteria waktu ideal aktivitas siswa dalam pembelajaran (Tabel 3.1
pada Bab III) maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa untuk masing-masing
kategori pada setiap RPP adalah baik dan memenuhi kriteria waktu ideal yang
telah ditetapkan.
- Analisis Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Hasil pengamatan kemampuan
guru mengelola pembelajaran dengan pendekatan RME secara ringkas disajikan pada
tabel 4.4 berikut ini.
Table 4.4 Hasil Pengamatan Kemampuan Guru
Mengelola Pembelajaran
Aspek yang diamati
|
RPP-I
|
RPP-II
|
Rata-rata
|
Kegiatan Pendahuluan
|
|||
1.Kemampuan memotivasi
siswa/mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
|
4
|
4
|
4
|
2.Kemampuan
menghubungkan pelajaran di saat itu dengan pelajaran sebelumnya atau membahas
PR
|
3
|
4
|
3,5
|
3.kemampuan
menginformasikan langkah-langkah pembelajaran
|
4
|
4
|
4
|
Kegiatan Inti
|
|||
4.Kemampuan membimbing
siswa memahami masalah kontekstual pada LKS
|
4
|
4
|
4
|
5.Kemampuan
mengarahkan/membimbing siswa untuk menemukan jawaban dan cara menjawab
|
3
|
4
|
3,5
|
6. Kemampuan
mengoptimalkan interaksi siswa dalam bekerja
|
4
|
4
|
4
|
7. Kemampuan mendorong
siswa untuk aktif belajar di dalam kelas
|
5
|
5
|
5
|
8.Kemampuan
|
4
|
4
|
4
|
9. Kemampuan menghargai
berbagai pendapat siswa
|
5
|
4
|
4,5
|
10.Kemampuan mendorong
siswa untuk mau bertanya, mengeluarkan pendapat atau menjawab pertanyaan
|
5
|
5
|
5
|
11.Kemampuan mengajukan
dan menjawab pertanyaan
|
3
|
3
|
3
|
Kegiatan Penutup
|
|||
12.kemampuan mengarahkan
siswa untuk menarik kesimpulan
|
4
|
4
|
4
|
13. Kemampuan
menegaskan hal-hal penting/inti sari yang berkaitan dengan pembelajaran
|
4
|
4
|
4
|
14.Kemampuan
menyampaikan judul sub materi berikutnya kepada siswa/menutup pelajaran
|
4
|
4
|
4
|
15.Kemampuan mengelola
waktu
|
4
|
4
|
4
|
16.Antusias siswa
|
4
|
4
|
4
|
17.Anatusias guru
|
4
|
4
|
4
|
Rata-rata
|
4,00
|
4,05
|
4,02
|
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan tabel di atas
terlihat bahwa setiap aspek yang diamati tentang kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dengan rata-rata skor 4,02. sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran matematika dengan pendekatana RME pada materi barisan dan deret
aritmetika dapat dikategorikan baik.
- Analisis Hasil Respons Siswa
Berdasarkan
angket respons siswa yang diisi oleh 26 siswa setelah mengikuti pembelajaran
untuk pokok bahasan barisan dan deret aritmetika dengan pendekatan RME, maka
diperoleh hasil dengan rincian seperti tabel berikut ini.
Tabel 4.5 Persentase Perasaan Siswa terhadap
Komponen Pelajaran
Aspek yang direspons
|
Senang
|
Tidak Senang
|
a. Materi pelajaran
b. LKS
c. Tes hasil belajar
d. Susunan pembelajaran
e. Cara guru mengajar
|
100
100
100
88,46
100
|
0
0
0
11,54
0
|
Sumber: Hasil olah data
Tabel 4.6 Persentase Pendapat Siswa terhadap
Komponen Pembelajaran
Aspek yang direspons
|
Baru
|
Tidak Baru
|
a. Materi pelajaran
b. LKS
c. Tes hasil belajar
d. Susunan pembelajaran
e. Cara guru mengajar
|
80,76
88,46
76,92
73,07
73,07
|
19,24
11,54
23,08
26,93
26,93
|
Sumber: hasil olah data
Tabel 4.7 Persentase Pendapat
Siswa tentang Minat untuk Mengikuti Pembelajaran
Selanjutnya dengan pendekatan RME
Aspek yang direspons
|
Berminat
|
Tidak Berminat
|
Pendapat siswa tentang minat untuk
mengikuti pembelajaran selanjutnya dengan pendekatan RME
|
100
|
0
|
Sumber: Hasil olah data
Tabel 4.8 Persentase Pendapat
Siswa tentang Pemahaman Bahasa yang Digunakan
Aspek yang direspons
|
Jelas
|
Tidak
|
a. LKS
b. Tes hasil belajar
|
100
100
|
0
0
|
Sumber: Hasil olah data
Tabel 4.9 Persentase Pendapat
Siswa tentang Penampilan (Tulisan, Ilustrasi/Gambar dan Letak Gambar)
Aspek yang direspons
|
Tertarik
|
Tidak
|
a. LKS
b. Tes hasil belajar
|
84,61
100
|
15,39
0
|
Sumber: Hasil olah data
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa lebih
dari 80% siswa senang terhadap setiap komponen pembelajaran dan lebih dari 70%
menyatakan baru menerima pembelajaran dengan pendekatan RME. Selanjutnya 100%
siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pendekatan RME.
Dari segi pemahaman bahasa dari LKS dan tes hasil belajar 100% siswa dapat
memahaminya. Selain itu lebih dari 80% siswa tertarik pada penampilan LKS dan
tes hasil belajar. Dengan demikian respons terhadap pembelajaran dengan pendekatan
RME adalah positif untuk setiap aspek yang direspons.
- Analisis Hasil Belajar Siswa
Penilaian pada penelitian ini dilakukan
melalui tes hasil belajar secara tertulis dan dilaksanakan setelah selesai
materi ini diajarkan. Penilaian hasil belajar dilakukan 1 kali, yaitu pos-tes.
Nilai hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.10 Nilai Hasil Belajar Siswa
No
|
Kode Siswa
|
Nilai
|
Ketuntasan Belajar
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
|
Siswa1
Siswa2
Siswa3
Siswa4
Siswa5
Siswa6
Siswa7
Siswa8
Siswa9
Siswa10
Siswa11
Siswa12
Siswa13
Siswa14
Siswa15
Siswa16
Siswa17
Siswa18
Siswa19
Siswa20
Siswa21
Siswa22
Siswa23
Siswa24
Siswa25
Siswa26
|
65
65
75
70
70
90
55
70
70
90
75
95
75
80
70
100
85
80
80
90
60
90
60
65
95
90
|
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
|
Sumber: Hasil tes siswa
Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui bahwa 23 siswa (88,46%) tuntas belajarnya,
sedangkan 3 siswa (11,54%) tidak tuntas belajar, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ketuntasan belajar secara klasikal termasuk kategori tuntas.
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti
laksanakan di SMP Negeri 2 Kota Bakti, maka peneliti akan membahas hasil dari
penelitian tersebut yaitu:
A. Aktivitas Siswa Selama
Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap siswa yang dilakukan oleh seorang pengamat ada aktivitas siswa yang
belum efektif. Selama pembelajaran pada RPP I yaitu kategori membandingkan
jawaban dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas. Pada RPP I persentase untuk
membandingkan jawaban dalam diskusi kelompok 19,79% ini di sebabkan karena
siswa belum terbiasa membandingkan jawaban kelompko. Pada RPP II siswa sudah
bisa membandingkan jawaban dalam diskusi dengan teman dan kelompok lain dengan
persentase 31,3% ini berarti aktivitas siswa untuk kategori ini RPP II sudah
efektif, sehingga persentase rata-rata untuk kegiatan membandingkan jawaban
diskusi kelompok atau diskusi kelas selama dua kali pertemuan hanya 25,54% jadi
aktivitas siswa sudah memenuhi waktu ideal.
Untuk perilaku yang tidak
relevan dengan KBM selama dua kali pertemuan di kategorikan efektif dengan
persentase 3,34% namun pada RPP I guru sedikit kewalahan dalam menghadapi siswa
yang tidak berperilaku, yang tidak relevan dengan KBM dengan persentase 5,83% .
Untuk RPP II perilaku yang tidak relevan dengan KBM semakin menurun dengan
persentase 1,04% maka perilaku yang tidak relevan dengan KBM adalah efektif.
Sedangkan untuk aktivitas siswa
yang lainnya seperti: mendengarkan /memperlihat penjelasan guru atau teman
dengan persentase rata-rata selama dua kali pertemuan adalah 11,99% termasuk
dalam kategori efektif, dimana pada setiap RPP kategori ini sesuai dengan waktu
ideal pembelajaran. Pada kategori membaca/ memahami masalah konstektual di LKS
juga dikatakan efektif dengan persentase rata-ratr 11,44% dalam dua kali
pertemuan dan pada setiap RPP kategori ini juga sesuai dengan waktu ideal.
Untuk aktivitas siswa menarik kesimpulan suatu konsep atau prosuder
dikategorikan efektif untuk setiap RPP dengan masing-masing persentase setiap
RPP adalah 5% dan 10,45%. Dari persentase yang terus meningkat dapat di lihat
bahwa kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan suatu konsep atau prcsedur
semakin bagus, dengan persentase rata-rata selama dua kali pertemuan berjumlah
7,7%.
Berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan pada setiap aspek pengamatan dapat disimpulkan bahwa aktivitas
siswa untuk masing-masing kategori efektif.
B. Kemampuan Guru Mengelola
Pembelajaran
Aktivitas guru adalah kegiatan
yang dilakukan guru selama pembelajaran yang dipantau oleh seorang pengamat.
Pemantauan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran matematika dengan pendekatan RME.
Kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran pada setiap pertemuan adalah bernilai baik. Pada pertemuan pertama
terlihat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dalam kategori baik yaitu
dengan rata-rata 4,00. Bahkan kemampuan guru memotivasi siswa untuk mau
bertanya atau mengeluarkan pendapat atau menjawab pertanyaan pada pertemua
kedua sangat meningkat skor 5, ini dikategorikan sangat baik dari pada
pertemuan pertama dengan skor 3 atau cukup. Begitu juga pada pertemuan kedua,
kemampuan guru dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan, kemampuan
guru dalam mendorong siswa untuk aktif belajar di dalam kelas dan kemampuan
mengeloala waktu mengalami peningkatan yaitu dari kategori baik menjadi sangat
baik. Dengan demikian kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pertemuan
kedua juga bernilai baik yaitu dengan rata-rata 4,23.
Berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan mengenai kemampuan guru dalam mengelola kemampuan pembelajaran
dari dua kali pertemuan yang telah dianalisis pada bab IV, yaitu jika setiap
skor dari setiap aspek yang diamati bernilai baik, maka dapat disimpulkan
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada pelaksanaan pembelajaran
dengan pendekatan RME adalah memenuhi kriteria efektif.
Faktor pendukung keberhasilan
guru dalam mengelola pembelajaran antara lain adalah tersedianya waktu yang
memadai yaitu dua kali pertemuan untuk mengajarkan materi. Sedangkan untuk
pelaksanaan tes akhir adanya waktu khusus kemudian tersedianya alat-alat dan
bahan sebagai alat bantu pembelajaran seperti gelas, penggaris, dan kalkulator
yang dapat membantu pemahaman siswa dalam mempelajari materi barisan dan deret
aritmatika. Selain itu suasana belajar yang santai dan seringnya guru memberi
kuis, tugas atau PR yang membuat siswa harus mampu menyelesaikan tugas
tersebut. Sehingga secara tidak langsung guru mengarahkan siswa untuk mengulang
kembali materi yang sudah diajarkannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Ngalim Purwanto “sekolah yang cukup memiliki perlengkapan yang diperlukan untuk
belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru akan mempermudah dan
mempercepat belajar anak-anak.”[1]
Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa keberhasilan guru dalam mengajar sangat ditentukan oleh
penguasaan materi pada guru tersebut. Selain itu juga harus didukung oleh
sarana dan prasarana lainnya yang dapat menunjang keberhasilan proses belajar
mengajar.
C. Respons Siswa
Setiap siswa mempunyai
kemampuan dan keinginan yang berbeda-beda. Kemampuan dan keberhasilan siswa dalam
belajar sangat besar dipengaruhi oleh tanggapan dan respons mereka terhadap
pembelajaran.
Angket respons siswa diberikan
kepada siswa pada akhir pertemuan yaitu setelah siswa menyelesaikan post-tes.
Angket respons siswa bertujuan untuk mengetahui perasaan siswa, minat siswa dan
pendapat siswa mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan RME.
Berdasarkan
data hasil penelitian diperoleh bahwa respons siswa terhadap komponen
pembelajaran dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan RME adalah
positif dan siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pembelajaran
tersebut. Menurut Turmudi dalam Sahat Saragih mengatakan “ bahwa pembelajaran
matematika dengan pendekatan matematika realistik sekurang-kurangnya telah
mengubah minat siswa menjadi lebih positif dalam pembelajaran matematika.”[2].
Hal ini berarti bahwa pendekatan matematika realistik dapat mengakibatkan
adanya perubahan pandangan siswa terhadap matematika dari matematika yang
menakutkan dan membosankan ke matematika yang menyenangkan sehingga keinginan
siswa untuk mempelajari matematika semakin besar.
D. Hasil Belajar Siswa
Untuk melihat sejauh mana
kemampuan siswa dalam memahami pelajaran melalui pendekatan RME maka peneliti
mengadakan tes pada setiap akhir pertemuan. Dar hasil tes pada setipa akhir
pertemuan akan diketahui berapa persen siswa yang mencapai ketuntasan belajar
dan berapa persen yang tidak mencapai ketuntasan belajar. Tes yang diadakan
setiap setelah pembelajaran bertujuan untuk mengetahui keberhasialan dan
kemampuan siswa dalam menyerapa materi pelajaran. Setelah hasil tes terkumpul
maka data tersebut diolah dengan melihat kriteria ketuntasan minimal yang
diberlakukan di SMP Negeri 2 Kota Bakti.
Berdasarkan nilai hasil tes
belajar siswa pada RPP I yang terlihat pada tabel 4.3 terdapat 6 orang siswa
yang belum mencapai ketuntasan belajar, jadi ketuntasan belajar siswa secara klasikal
baru mencapai 76,92% dari 85% sehingga ketuntasan belajar siswa secara klasikal
pada RPP I belum tercapai ketuntasannya hal ini disebabkan karena ada beberapa
siswa yang agak lemah daya berfikirnya lebih mengharapkan permasalahan dapat
diselesaikan oleh siswa lain dalam suatu kelompok yang lebih pintar. Pada RPP
II guru mencoba mendekati siswa yang belum tuntas pada RPP I untuk lebih
memberi bimbingan.
Pada RPP II tes akhir yang
diberikan berisi semua materi yang telah dipelajari selama dua kali pertemuan
dengan soal essay sebanyak 5 soal dan hasilnya pada RPP II ketuntasan belajar
siswa secara klasikal termasuk dalam kategori tuntas dengan persentase 88,46%
dan 11,54% siswa tidak tuntas. Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
bahwa siswa dikatakan tuntas belajarnya bila memiliki daya serap paling sedikit
65%, sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal tercapai bila paling sedikit
85% siswa dikelas tersebut telah tuntas belajarnya. Berdasarkan kriteria
tersebut, ketuntasan belajar siswa kelas IIIb SMP Negeri 2 Kota Bakti pada
materi barisan dan deret aritmatika melalui pendekatan RME secara klasikal
tuntas. Ketuntasan belajar siswa didukung oleh kemampuan guru dalam memotivasi
siswa untuk terus berlatih mengerjakan tugas dan membahas soal. Sehingga siswa
lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an surat Ar-Ra’du ayat 11 yang artinya “ ... Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri ...”[3]. Dalam firman Allah di
atas mengandung makna bahwa hanya dengan kerja keras dan bersungguh-sungguh
dalam berusaha, seseorang akan mendapat hasil yang diharapkan. Demikian juga
pelaksanaan pembelajaran matematika dengan pendekatan RME butuh usaha dan sungguh-sungguh
dari semua pihak yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar agar mendapatkan
hasil yang memuaskan.
[1] Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2007), hal. 105
[2]
Sahat Saragih, menumbuhkembangkan berfikir dan sikap positif terhadap
matematika melalui pendekatan matematika realistik, jurnal pendidikan dan
kebudayaan No. 016, (Malang : Tahun ke-12, juli 2006), hal. 559
[3] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya,
(Jakarta: Karya Insan Indonesia, 2004), hal. 338
Tidak ada komentar:
Posting Komentar