View My Stats

Rabu, 01 Februari 2012

(SKRIPSI) - - - “Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Guru Matematika Di MAN Model Banda Aceh Tahun Pelajaran 2009/2010”.




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Kompetensi merupakan suatu hal yang menggambarkan kualifikasi dan kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Lebih lanjut kompetensi juga diartikan sebagai keadaaan berwewenang dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kata kompetensi biasanya diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “kecakapan untuk memiliki ketrampilan yang diisyaratkan”[1]
            Dalam proses pembelajaran, guru memiliki jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian. Suatu profesi tentu menuntut mutu dan kompetensi. Demikian juga profesi guru memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Mengajar adalah kompetensi guru sebagai tenaga profesional. Seorang guru profesional harus lebih menguasai pendidikan dan pengajaran serta ilmu-ilmu yang  berkaitan dengan proses tersebut.
Pengorbanan yang telah dilakukan oleh seorang guru pada dasarnya hanya semata-mata untuk keberhasilan dan kesuksesan para siswanya kelak. Komitmen ini selalu terlihat dari betapa teguhnya perjuangan guru yang tidak pernah berhenti dalam menjalankan profesinya untuk diri dan para siswanya. Karena itu, seorang guru profesional harus mampu mengenal dirinya, dalam artian seorang guru itu harus mampu meningkatkan kualitas diri dan lingkungannya yang lebih baik terutama dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, hakikat profesi guru merupakan suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan.
            Kunci keberhasilan dalam pengolahan kegiatan belajar-mengajar selalu tertumpu pada kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Kompetensi utama yang harus dikuasai guru adalah membelajarkan peserta didik secara maksimal. Namun demikian, kompetensi ini tidak berdiri sendiri, karena untuk mengajar di kelas diperlukan kemampuan-kemampuan lain yang mendasarinya.[2] Seperti kemampuan mengelola pembelajaran, mengontrol siswa, mengatur program pembelajaran, membuat evaluasi dan sebagainya. Oleh karena itu, Patut disadari bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional yakni agar guru memiliki kompetensi ilmu, teknis dan moral termasuk memiliki akhlakul karimah sebagai salah satu tolak ukur bagi keberhasilan dirinya dalam menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan.
Guru yang profesional adalah guru yang mempunyai kemampuan mengajar yang bermutu dan berkualitas. Kemampuannya selalu terukur dengan indikator atau ciri yang menunjukkan mutu mengajar yang baik. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Piet A. Sahertian bahwa ada lima variabel yang berisikan dua puluh indikator yang menunjang kualitas mengajar yang baik. Kelima variabel itu adalah:

1.      bekerja dengan siswa secara individual.
2.      persiapan dan perencanaan mengajar.
3.      pendayagunaan alat pengajaran.
4.      melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar.
5.      kepemimpinan aktif dari guru.[3]

            Setiap kompetensi memerlukan pengembangan menyeluruh dari berpikir kritis dan prakteknya dalam kehidupan. Meskipun demikian, ada kompetensi yang lebih spesifik dalam rangka proses pembelajaran, seperti kemampuan menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, menguasai landasan-landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, memahami karakteristik siswa, dan melaksanakan penilaian. Di samping itu, tentu saja ada kompetensi yang bersifat khusus yang terkait dengan bidang studi, seperti bidang studi matematika. Dalam proses pembelajarannya guru sangat dituntut untuk lebih berkompeten dalam mentransfer materi secara maksimal dan komplek. Oleh karena itu, materi yang diajarkan oleh guru tidak sama dengan materi-materi pelajaran lain. Matematika merupakan ilmu yang abstrak dan membutuhkan  keahlian khusus dalam penyampaiannya terhadap siswa. Dalam mengajar matematika, kompetensi seorang guru sangatlah dikedepankan. Namun, pada kenyataan di lapangan kompetensi yang dimiliki oleh guru sangat minim. Hal tersebut tampak pada kurangnya minat siswa dalam mempelajari matematika yang mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar pada siswa terhadap materi yang disajikan. Persoalan ini terjadi bukan hanya disebabkan pada faktor kurangnya kemampuan siswa, tetapi juga disebabkan oleh faktor kurangnya kompetensi ilmu yang dimiliki oleh guru. Sehingga terjadilah pro dan kontra yang mengakibatkan munculnya persepsi yang memfonis bahwa pelajaran matematika tidak menyenangkan dan sangat sulit dimengerti. Kondisi ini sangatlah berpengaruh terhadap minat belajar siswa yang akhirnya berdampak pada prestasi belajarnya.
Selama ini telah dilakukannya program sertifikasi guru dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme guru. Namun kelulusan sertifikasi tersebut belum tentu dapat menjamin seorang guru telah memiliki kompetensi yang diisyaratkan. Apalagi Pada kenyataannya setelah dilakukan sertifikasi masih banyak guru-guru yang belum memiliki kompetensi seperti yang diharapkan. Bukti ini sesuai dengan temuan sementara dari hasil survei yang dilakukan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengenai dampak sertifikasi guru terhadap kinerja guru setelah mengolah data 16 dari 28 provinsi yang diteliti. Hasilnya ternyata kurang memuaskan.[4] Masih banyak guru yang berkemampuan rendah dan belum memiliki kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial sesuai dengan yang diharapkan.
            Selama ini penilaian terhadap kompetensi guru dilakukan oleh pengawas, guru-guru yang lebih senior atau lembaga penyelenggaraan sertifikasi. Menurut penulis ada baiknya siswa juga diikutsertakan dalam penilaian tersebut terhadap guru yang pernah mengajarkan mereka. Karena penilaian yang dilakukan siswa lebih objektif, sebab siswa sendiri yang mengalami langsung bagaimana guru yang bersangkutan dalam proses belajar-mengajar di kelas. Setiap siswa memiliki penilaian tersendiri terhadap kompetensi guru di sekolahnya, termasuk guru matematika. Maka dari itu penulis berkeinginan untuk mengangkat masalah tersebut. Sehingga penulis mengambil judul penelitian “Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Guru Matematika Di MAN Model Banda Aceh Tahun Pelajaran 2009/2010”.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah “Bagaimanakah persepsi siswa terhadap kompetensi guru matematika di MAN Model Banda Aceh?”.
Supaya penelitian ini lebih terarah dan sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah persepsi siswa terhadap kompetensi guru matematika di MAN Model Banda Aceh dalam pengelolaan pembelajaran di kelas?
2.      Usaha apa saja yang dilakukan guru di MAN Model dalam meningkatkan kompetensi perofesionalitasnya?
C.  Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan penelitian
Untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian, maka perlu diterapkan tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
  1. Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru matematika di MAN Model Banda Aceh dalam pengelolaan pembelajaran di kelas.
  2. Untuk mengetahui usaha-usaha yang telah dilakukan guru di MAN Model dalam meningkatkan kompetensi perofesionalitasnya.
2.      Manfaat penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah penulis kemukakan pada poin terdahulu, maka penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi:
1.      Bagi guru agar menjadi bahan masukan dan kritikan untuk dapat meningkatkan kualitasnya sebagai pendidik dan pengajar yang baik.
2.      Hasil penelitian ini untuk menjadi masukan bagi sekolah yang diteliti sebagai bahan evaluasi.
3.      Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang menggambarkan keadaan kompetensi guru matematika serta upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru matematika.
4.      Bagi peneliti sebagai calon guru matematika untuk dapat mengembangkan disiplin keilmuan yang dimiliki sebagai upaya peningkatan keilmuan.
D.  Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini, maka penulis memberikan penjelasan terhadap istilah-istilah di bawah ini:
1.      Persepsi
Menurut istlah persepsi adalah ”proses mental yang menghasilkan batangan pada individu, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi dengan suatu ingatan tertentu baik secara indra penglihatan, indra peraban dan sebagainya. Sehingga akhirnya bayangan itu dapat disadari.”[5]
Persepsi dalam kamus bahasa Indonesia adalah “tanggapan (penerimaan) langsung dari suatu serapan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui fenomena inderanya.”[6]
Persepsi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu persepsi auditoritis, persepsi visual dan persepsi heptik. Persepsi auditoritis adalah tanggapan yang timbul karena adanya kesan atau informasi yang masuk ke dalam otak manusia melalui alat pendengaran.  Persepsi visual adalah tanggapan yang timbul karena adanya kesan atau informasi yang masuk ke dalam otak melalui penglihatan. Persepsi heptik adalah tanggapan yang timbul karena adanya kesan atau informasi yang masuk ke dalam otak dengan cara merasakan langsung objeknya.[7]
Persepsi yang dimaksud di sini adalah respon siswa terhadap kemampuan dan kecakapan seorang guru dalam mengelola pembelajaran di kelas dan berwewenang dalam melaksanakan profesi keguruannya.
2.      Kompetensi Guru
Kompetensi adalah keadaan memiliki kecakapan dan pengetahuan yang memadai dalam suatu hal atau pekerjaan; kekompetenan.[8] Pengetian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan.
Menurut Mc. Leod 1989 yang dikutip oleh Moh. Uzer Usman, kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent of qualified. Keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menuntut ketentuan hukum.[9]
Menurut Muhibbin Syah, kompetensi adalah “kemampuan atau kecakapan.” Disamping kemampuan, kompetensi juga diartikan dengan keadaan berwewenang, memenuhi syarat dengan ketentuan. Sementara itu A. Samana mengungkapkan bahwa ”seseorang dinyatakan berkompetensi dalam bidang tertentu apabila orang tersebut menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerjayang bersangkutan, dengan demikian ia mempunyai wewenang dalam pelayanan sosial.”[10]
Kompetensi yang dimaksud disini adalah kemampuan dan wewenang yang dimiliki guru dalam bidang keahliannya serta melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak untuk menentukan dan merumuskan suatu hal yang berkaitan dengan pendidikan dalam melaksanakan profesi keguruannya dengan profesional.
3.      Guru
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.[11] Berdasarkan penjelasan istilah tersebut, bahwa yang penulis maksud dengan guru adalah seorang pengajar sekaligus pendidik yang mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah guru yang mengajar Matematika di MAN Model.


[1] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. I5.
[2] Hadiyanto, M.Ed. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan Di Indonesia. (Jakarta: Rineka Citra, 2004), hal. 12.
[3] Piet, A. Sahertian dan Ida Alaida Sahertian, Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Citra, 1992), hal. 10.
[4] Pena Aktual. Kinerja Guru Rendah Produktifitas Tinggi Saat Mengikuti Sertifikasi. (http://www.google.com, 2009), diakses pada tanggal 26 Maret 2010.
[5] Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Yayasan Konisius, 1999), hal. 866.
[6] Tim Penyusun Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 675.
[7] Suwarni, (2005), Persepsi Siswa Terhadap Matematika dan hubungannya Dengan Prestasi Belajar Matematika Di SMP Negeri 18 Banda Aceh, hal. 9.
[8] Ibid, hal. 471
[9] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 14.
[10] Muhibbin Syah, psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Cet 2, (Bandung: Remaa Rosda Karya, 2005), hal. 229.
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dala Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Kompetensi Guru Matematika
Secara sederhana ukuran keberhasilan seorang guru dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar peserta didik, terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, murid dan masyarakat. Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan guru yang memiliki kompetensi tinggi terhadap profesinya. Agar guru berhasil dalam mengajar guru harus benar-benar mengetahui dan memahami kompetensi yang harus dimiliki, diantaranya profesional.
Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna, sebagaimana dalam kamus besar bahasa Indonesia, kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.[1]
Menurut Broke dan Stone yang dikutip oleh Moh. User Usman, ”Descriptive of qualitative natur or teacher behavior appears to be entirely meaningfull. Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.[2]
Abdul majid mengartikan kompetensi adalah ”seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.”[3] Sedangkan Piet A. Suhertian menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.”[4]
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sebagaimana pendapat Mc Ashan yang dikutip oleh E. Mulyasa bahwa kompetensi: ... ”is a knowledged, skill, and abilitiesn or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satis factorily perform particular cognitive, afective and psychomotor behaviors.” Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengatahuan , ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya. Sehingga ia dapat melakukan prilaku-prilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.[5]
Guru yang memilki kompetensi dalam melakukan tugasa pendidikan dan pengajaran merupakan guru profesional sehingga dia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Sehingga dari definisi di atas dapat dilihat beberapa kesamaan dalam mendefinisikan, diantaranya:
a.         Kompetensi sebagai indikator, yaitu kemampuan yang diwujudkan melalui perbuatan untuk mencapai sebuah hasil yang diinginkan, misalnya kemampuan dalam mengelola program belajar mengajar.
b.         Kompetensi sebagai konsep, yaitu kemempuan yang meliputi aspek-aspek kognitif.
Kompetensi guru mencerminkan tugas dan kewajiban guru yang harus dilakukan sehubungan dengan jabatan yang dipikulnya. Untuk mencapai taraf kompetensi seorang guru memerlukan waktu yang lama dan biaya mahal, karena untuk mencapai taraf kompetensi seorang guru harus mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus profesi keguruan.
Sementara itu istilah profesional  merupakan asal kata dari profesi, yang berarti suatu bidang pekerjaan dengan keahlian khusus yang ditekuni oleh seseorang, jadi profesi guru adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pendidikan dan ditekuni sebagai pekerjaan sehari-hari. Profesional merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenagan yang berkaitan dengan profesi seseorang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah profsi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu, sedangkan profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2)memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan, (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[6]
Profesi merupakan suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan yang intensif. Begitu juga dengan profesi guru yang membutuhkan keahlian khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran dan pelatihan.
Menurut Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills yang dikutip oleh Asrurom Ni’am Sholeh, bahwa ”profesi adalah sebuah pekerjaan/janatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus yang diperoleh melalui kegiatan dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai ketrampilan dalam melayani orang lain dengan memperoleh gaji dalam jumlah tertentu.”[7]
Menurut Surya sebagaimana dikutip oleh Kunandar berpendapat bahwa ”profesionalisme guru mempunyai makna penting yaitu, (1) profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan masyarakat umum, (2) profesionalisme guru merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yang selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat rendah, (3) profesionalisme memberikan pelayanan sebaik mungkin dan memaksimalkan kompetensinya.”[8]
Kompetensi profesional adalah kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang pendidikan, sehingga mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan hasil yang baik. Menurut Undang-Undang No. 14 tentang guru dan dosen, kompetensi profesional adalah ”kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.” Sejalan dengan definisi tersebut depdikbud menjelaskan bahwa ”kompetensi profesional artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari b idang studi (subject master) yang akan diajarkan serta penggunaan metodelogi dalam arti memiliki konsep teoritis mampu memilih metode dalam proses belajar mengajar.”[9]
Berdasarkan uraian di atas kompetensi profesional guru metematika adalah kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan metematika dan pelatihan khusus sehingga guru memiliki kewenangan dalam bidang matematika untuk menguasai bahan pengajaran, menyusun, melaksanakan program pengajaran, menilai hasil dan proses belajar mengajar matematika. Peran dan tanggug jawab guru dalam proses pendidikan sangat besar, apalagi dalam pelajaran matematika, dimana guru harus menyampaikan pelajaran matematika dengan lebih terarah sehingga ilmu yang diperoleh bermakna. Sebagai komponen paling pokok dalam pendidikan, guru dituntun untuk memiliki kompetensi.
Kompetensi profesional menurut pakar pendidikan Soedijarto, menurutnya seorang guru agar mampu menganalisis, mendiagnosis dan memprognosis situasi pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain:
1.      disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran
2.      bahan ajarnya diajarkan kepada peserta didik
3.      pengetahuan tentang karekteristik siswa
4.      pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan
5.      pengatahuan serta penguasaan metode dan model mengajar
6.      pengerahuan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran
7.      pengetahuan terhadap nilai-nilai atau penilaian dan mampu merencanakan memimpin guna kelancaran pendidikan berlangsung.[10]

Sementara itu dalam P3G (proyek pembinaan pendidikan guru), berangkat dari analisis peranan guru sebagai pengajar, pembimbing maupun sebagai admin administrator kelas, seorang guru harus memiliki ”sepuluh kompetensi profesional” yaitu sebagai berikut:
1.      menguasai bahan
2.      mengelola program belajar mengajar
3.      mengelola kelas
4.      menggunakan media/sumber belajar
5.      menguasai landasan pendidikan
6.      mengelola intraksi belajar mengajar
7.      menilai prestasi siswa
8.      menganal fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan
9.      mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.  memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pendidikan.[11]

Adapun menurut Rahmat Wahab, seorang pendidik memiliki seperangkat kompetensi profesional, diantaranya adalah:
1.      kemampuan menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam
2.      kemampuan merancang, melaksanakan dan menyusu laporan penelitian
3.      kemampuan mengembangkan dan menyebarluaskan inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
4.      kemampuan merancang, melaksanakan dan menilai pengabdian kepada masyarakat.[12]

Berdasarkan pendapat di atas, penulis merumuskan bahwa kompetensi profesional seorang guru meliputi:
1.      mengetahui dan dapat menerapkan landasan pendidikan
2.      penguasaan serta penerapan metode mengajar yang sesuai
3.      mampu menggunakan bernagai media serta fasilitas belajar lainnya
4.      menguasai disiplin ilmu pengatahuan sebagai sumber bahan pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik
5.      mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran
6.      mengetahui tentang karakteristik peserta didik
7.      mampu melaksanakan evaluasi belajar dan menilai prestasi peserta didik
8.      mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
9.      mengenal fungsi dan layanan bimbingan
10.  mengadakan penelitian dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran

Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Semua hal yang disebutkan di atas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi guru. Dengan kompetensi profesional tersebut, dapat berpengaruh terhadap proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dapat dilihat pada hasil langsung berupa nilai yang dicapai siswa dan dapat menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Selain itu salah satu unsur pembetuk kompetensi profesional guru adalah tingkat komotmennya terhadap profesi guru dan didukung oleh tingkat kemampuan menalar dan melihat segala sesuatu sehingga wawasannya terus berkembang.
B.     Pengajaran Matematika di SMA
  1. Tujuan Pengajaran matematika di SMA
Pendidikan merupakan usaha setiap bangsa yang mempunyai tujuan yang terarah kepada perubahan tingkah laku anak didik menuju dewasa sesuai dengan cita-cita yang didambakan dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Dengan pendidikan setiap bangsa membekali diri untuk menempuh masa depan yang lebih baik.
Tujuan pendidikan yang dianut Bangsa Indonesia berlandaskan kepada falsafah hidup bangsa ini menjadi pedoman pokok dalam pendidikan yang dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan pendidikan baik dalam keluarga, masyarakat maupun di sekolah-sekolah.
Metematika adalah salah satu ilmu yang diajarkan mulai dari taman kanak-kanak sampai diperguruan tinggi tentunya mempunyai tujuan tertentu. Ini semua tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan. Tujuan pendidikan matematika yang diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri secara umum diungkapkan dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal sebagai berikut:
a.        Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat jujur, efektif dan efisien.
b.        Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.[13]

Berdasarkan tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan diajarkan metematika di sekolah adalah sebagai latihan untuk mengembangkan pola pikir yang lebih kritis untuk bertindak secara cepat dan cermat yang pada hakikatnya anak tersebut diharapkan dapat menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan khusus pengajaran matematika sekolah menengah umum (SMU) telah diungkapkan dalam GBPP matematika SMU sebagai berikut:
  1. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
  2. Siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan matematika pendidikan dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang lebih luas (di dunia kerja) mampu dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Siswa memiliki pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif, terbuka, kreatif, serta inovatif.
  4. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable) melalui kegiatan matematika di SMU.

Berdasarkan tujuan tersebut perlu kita ketahui, bahwa tujuan umum matematika di jenjang pendidikan menengah tersebut adalah tujuan yang paling umum. Sedangkan tujuan yang lebih khusus yang merupakan tujuan pengajaran matematika di SMU merupakan tujuan institusional pendidikan matematika di SMU. Namun, secara umum setiap tujuan tersebut penjabarannya tetap mengacu pada materi matematika itu sendiri.
  1. karakteristik pengajaran matematika
Objek dalam pembelajaran matematika adalah abstrak. Mengingat hal tersebut, pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut:
a.       pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap).
b.      Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral
c.       Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif
d.      Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsisten
Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari hal yang kongkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Dalam artian dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar. Matematika mengikuti metoda spiral, bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari sekaligus untuk mengingatnya kembali. Dalam metoda spiral mengajar bukan hanya pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan memperluas dan memperdalam saja tetapi harus ada peningkatan. Matematika tersusun secara dedutif, pemahaman matematika melalui contoh-contoh tentang sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh konsep-konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika. Kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentang antara kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya.
Adapun ciri-ciri pengajaran matematika modern adalah sebagai berikut:
a.  membuat topik-topik dan pendekatan baru,
b. Pendekatan pengajaran yang lebih mengutamakan proses belajar untuk mencapai pengertian daripada belajar melalui hafalan dan ketrampilan hitung,
c.  Program matematika sekolah dasar dan sekolah lanjut lebih kontinu,
d. Penekanan pengajaran pada struktur,
e.  Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya lebih heterogen,
f.   Program baru menggunakan bahasa yang lebih tepat,
g.  Pusat pengajaran lebih diutamakan kepada manusia,
h.  Metode mengajar lebih banyak menggunakan metode menemukan pemecahan masalah dan diskusi,
i.    Pengajaran matematika modernlebih hidup dan menarik.[14]



C.     Landasan Kompetensi Guru Matematika
Di Indonesia pengakuan status guru telah diatur dengan tegas secara yuridis melalui Undang-undang. Penyusun Undang-undang pendidikan dimaksud untuk memberikan jaminan bagi guru sebagai profesi yang kontribusinya sangat besar bagi upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Di samping itu Undang-undang merupakan landasan hukum untuk meningkatkan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional dalam melaksanakan tugasnya.
Secara substansial pengaturan profesi guru harus diarahkan pada pemberian jaminan bagi pelaksanaan kewajiban dan tugas-tugas profesioanal guru dan memunculkan kesadaran, tanggung jawab profesionalitan guru dalam bekerja dengan memiliki motivasi yang tinggi untuk terus menerus berusaha meningkatkan kompetensinya
Dalam UU RI Nomor 14 tahun 2005 pasal 1 disebutkan ”bahwa guru adlah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.[15]
Menurut UU sistem pendidikan nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2. pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[16]
Berdasarkan UU di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja di depan kelas, akan tetapi guru merupakan tenaga profesional yang bertugas membimbing, melatih dan menilai peserta didik. Selain itu guru sebagai tenaga profesional mempunyai tujuan untuk melaksanakan pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Dalam rangka menjamin profesionalitas seorang guru, UU RI Nomor 14 tahun 2005 pasal 7 menetapkan prinsip-prinsip profesionalitas meliputi:
e.       memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
f.        Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, katakwaan dan akhlak mulia.
g.       Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan  sesuai dengan bidang tugas.
h.       Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
i.         Memiliki tanggung jawab dalam atas pelaksanaan tugas profesiaonal.
j.        Memperolah penghasilan yang ditentukan dengan prestasi kerja.
k.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
l.         Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya
m.     Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.[17]

Prinsip-prinsip tersebut dimaksud agar guru memiliki kompetensi ilmu, teknis dan moral dalam menjalankan tugasnhya secara bertanggung jawab dengan jaminan kesejahtaraan yang memadai untuk memenuhi hak peserta didik dalam memperolah pendidikan yang bermutu.
Undang-undang guru mengatur kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi untuk terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperolah pendidikan yang bermutu. Dan mempunyai misi, untuk mengangkat martabat guru, menjamin hak dan kewajban guru, meningkatkan kompetensi guru, memajukan profesi dan karier guru, meningkatkan mutu pembelajaran, meningkatkan mutu pendidikan nasional, mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah-daerah dari segi jumlah guru, mutu, kualifikasi akademik, kompetensi dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan UU RI Nomor 14 tahun 2005 pasal 20 merumuskan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berkewajiaban untuk:
a.       merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengavaluasi hasil pembelajaran.
b.      Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
c.       Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
d.      Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika, dan
e.       Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[18]

Guru profesional berkewajiban untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai proses pembelajaran. Dalam tahap perencanaan guru perlu menetapkan kompetensi-kompetensi yang akan diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran, berdaasarkan kompetensi-kompetensi tersebut selanjutnya dikembangkan tema, subtema dan topik-topik mata pelajaran yang akan diajarkan.
Pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah selanjutnya untuk merealisasikan konsep pembelajaran yang telah direncanakan, proses pelaksanaan pembelajaran meliputi beberapa tahap yaitu, tahap persiapan, penyajian, aplikasi dan penilaian. Tahap persiapan merupakan tahap awal, dimana guru mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti menyiapkan ruang kelas, media dan sumber belajar. Tahap penyajian merupakan tahap guru menyajikan atau menyampaikan informasi kepada peserta didik, selanjutnya tahap aplikasi adalah tahap peserta didik melakukan sendiri kegiatan belajar yang ditugaskan guru. Tahap terakhir adalah tahap evaluasi yang digunakan untuk menilai proses pembelajaran yang telah berlangsung
Guru profesional berkewajiban untuk menigkatkan dan mengembangkan pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, hal ini dapat dilakukan guru dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau pendidikan profesi.
Dalam proses pembelajaran guru tidak boleh bersifat diskriminatif kepada peserta didik, tetapi guru harus bersifat objektif sehingga peserta didik merasa aman dan nyaman mengikuti kegiatan pembelajaran. Menciptakan keadilan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan merupakan kewajiban guru dan hak peserta didik.
Guru sebagai tenaga profesional perlu memiliki kode etik dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian, dan guru juga harus menjunjung tinggi perundang-undangan, norma-norma serta nilai-nilai agama, karena semua itu mengikat sikap dan perbuatan guru.
D.    Karakteristik Kompetensi Profesional Guru Matematika
Guru adalah orang yangberdiri didepan kelas dan menyampaikan ilmu pengatahuan, namun lebih dari itu guru merupakan tenaga profesional yang menjadikan murid-muridnya mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dan berguna bagi negara dan agama. Dengan demikian seorang guru hendaklah bercita-cita tinggi, berpendidikan dan berkepribadian mulia.
Guru tidak dapat dibentuk secara mudah untuk menjadi guru profesional, butuh waktu dan perjuangan untuk menciptakan guru profesional. Tidak semua orang dapat menjadi guru profesional, ada kriteria dan karakteristik tertentu yang harus dimiliki seorang guru agar dapat disebut guru profesional.
Hasil lokakarya pembinaan Kurikulum Pendidikan Guru UPI Bandung merumuskan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru yang merupakan jabatan profesiona. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Fisik.
a.       sehat jasmani dan rohani.
b.      Tidak mempunyai cacat tubuh yang menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.

2.      Mental/kepribadian.
a.       berkepribadian/berjiwa pancasila.
b.      Mampu menghayati GBHN.
c.       mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik.
d.      berbudi pekerti yang luhur.
e.       Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan secara maksimal.
f.        Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa.
g.       Mampu mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya.
h.       Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
i.         Bersifat terbuka, peka dan inovatif.
j.        Menunjukkan rasa cinta kepada profesi.
k.      Ketaatan akan disiplin.
l.         Memiliki sensi of humor.

3.      Keilmiahan/pengetahuan.
a.       memahami yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
b.      Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkan dalam tugasnya sebagai pendidik.
c.       Memahami, menguasai serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan.
d.      Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang lain.
e.       Senang membaca buku-buku ilmiah.
f.        Mampu memecahkan persoalan secara sistematis terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
g.       Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.

4.      Ketrampilan
a.       mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar.
b.      Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, interdisipliner, fungsional, behavior dan teknologi.
c.       Mampu menyusun garis besar program pengajaran (GBPP).
d.      Mampu memecahkan dan malaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan.
e.       Mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.[19]

Sejalan dengan pendapat diatas Oemar Hamalik mengemukakan sebagai berikut:
1.      persyaratan fisik yaitu kesehatan jasmani artinya seorang gutu harus berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan.
2.      persyaratan psikis yaitu sehat rohani yang artinya tidak mengalami gangguan jiwa atau pun kelainan
3.      persyaratan mental yaitu memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi kependidikan, mencintai dan mengabdi serta memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
4.      persyaratan moral yaitu memiliki budi pekerti yang luhur dan memiliki sikap susila yang tinggi.
5.      persyaratan intelektual yaitu memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi yang diperoleh di lembaga pendidikan.[20]

Khusus untuk jabatan guru sebenarnya sudah ada yang menyusun kriterianya seperti Nasional Education Asisiation (NEA) menyarankan kriteria sebagai berikut:
1.      jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2.      jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3.      jabatan yang membutuhkan profesional yang lama.
4.      jabatan yang memerlukan ”latihan dalam jabatan” yang berkesinambungan.
5.      jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6.      jabatan yang menentukan standarnya sendiri.
7.      jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8.      jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.[21]

Guru merupakan suatu jabatan yang memerlukan intelektual yang tinggi, karena pembelajaran merupakan kegiatan intelektual, dimana guru mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Untuk menjadi seoran guru harus mengikuti pendidikan khusus keguruan yang membutuhkan waktu yang lama. Guru merupakan jabatan profesional yang memerlukan latihan secara berkesinambungan agar dapat mempertahankan profesionalismenya. Jabatan guru adalah sebuah profesi yang menjanjikan karena guru memiliki pendapatan yang pasti bahkan saat ini pendapatan guru semakin bertambah dengan adanya sertifikasi, hal ini semata-mata bertujuan untuk menjamin kesejahteraan guru, agar guru terus berusaha untuk memajukan  diri.
Guru bertugas memberi pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik, untuk itu guru harus memberikan layanan yang terbaik kepada peserta didik agar tujuan yang dirumuskan dapat tercapai dengan maksimal, guru yang baik adalah guru yang lebih mengutamakan kepentingan peserta didik di atas kepentingan pribadi.
Jabatan guru memiliki organisasi sebagai tempat perkumpulan para guru yang membahas segala hal yang berkaitan dengan pendidikan baik itu tentang informasi-informasi dunia pendidikan, masalah yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran, usaha-usaha perbaikan yang harus dilakukan untun memajukan pendidikan dan lain sebagainya. Organisasi guru merupakan wadah yang menampung semua aspirasi dan keluh kesah guru. Organisasi ini berdiri atas dasar undang-undang yang berlaku sehingga keberadaannya dijamin oleh pemerintah dan setiap anggotanya mempunyai hubungan komunikasi yang baik, baik hubungan guru dengan organisasi maupun hubungan guru dengan para anggota lainnya di organisasi tersebut.
Selain kriteria di atas, guru sebagai tenaga profesional juga memiliki karakteristik tertentu. Para ahli pendidikan berbeda-beda dalam menentukan karakteristik kompetensi profesional seorang guru, hal ini disebabkan karena sudut pandang yang berbeda dalam melihat suatu masalah, perbedaan lingkungan dan kultural. Karakteristik menurut Marten adalah:
1.      memberikan suatu layanan sosial yang unik, tertentu dan esensial.
2.      penekanannya pada teknik-teknik secara intelektual dalam menunjukkan layanan.
3.      membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh keahliannya.
4.      rentangan otonominya luas sebagai praktisi baik secara individual maupun kolektif.
5.      diterima secara praktisi akan tanggung jawab personalnya secara meluas berkenaan dengan penilaian yang dibuat dan tindakan yang ditunjukkan.
6.      penekanan organisasional lebih pada layanan yang memberikan dari pada pemerolehan ekonomik.
7.      memiliki organisasi profesional yang mandiri.
8.      adanya kode etik.[22]

Pada hakikatnya, penentuan karakteristik guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan secara umumnya. Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten secara profesional.
  1. mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik.
  2. mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat.
  3. mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan sekolah.
  4. mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di sekolah.[23]
Karakteristik tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
  1. tanggung jawab guru
guru profesioanal harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru selaku pendidik bertanggung jawab dalam mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi penerus sehingga terjadi sebuah proses yang disebut konservasi nilai, karena melalui sebuah pendidikan diharapkan terciptanya nilai-nilai baru yang lebih baik yang patut diwariskan kepada generasi muda.
Tanggung jawab guru secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.       tanggung jawab moral
setiap guru profesional berkewajiban menghayati dan mengamalkan pencasila dan bertanggung jawab mewariskan moral pancasila pada generasi muda.
b.      tanggung jawab dalam bidang pendidikan  di sekolah
Bahwa guru bertanggung jawab dalam melaksanakna pendidikan di sekolah dengan memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa. Tanggung jawab ini direalisasikan dalam menguasai cara belajar mengajar yang efektif, mampu mengembangkan kurikulum, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang efektif, menjadi model bagi para siswa, memberikan nasihat, melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mengembangkan potensi para siswa.
c.       tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan
guru bukan  hanya bertanggung jawab terhadap pendidikan di sekolah saja, tetapi guru harus bertanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan, karena segala sesuatu yang diterima siswa di sekolah akan diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Guru turut bertanggung jawab memajukan persatuan dan kesatuan bangsa, menyukseskan pembangunan nasional, serta mengabdi dan melayani masyarakat.
d.      tanggung jawab dalam bidang keilmuan
guru selaku ilmuan bertanggung jawab untuk memajukan ilmu, terutama ilmu terhadap bidang studi yang diajarkan. Tanggung jawab ini dilaksanakan dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan disiplin ilmu yang dimilikinya.
  1. peran dan fungsi guru
peranan guru adalah terciptanya serangkaian tinggkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah dan perkembangan siswa yang menjadi target utama. Secara umum peran dan fungsi guru dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       guru sebagai pendidik dan pengajar
Sehubungan dengan peranan guru sebagai pendidika dan pengajar, guru harus menguasai ilmu pengatahuan yang luas, menguasai bahan-bahan pelajaran serta ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya, menguasai teori dan praktek mendidik, teori kurikulum, metode pengajaran, teknologi pendidikan, teori evaluasi dan psikologi mengajar.
Sebagai seorang pengajar guru harus memiliki tujuan yang jelas sehingga peserta didik memahami tujuan yang harus dicapai dan usaha yang harus dilakukan.
b.      guru sebagai anggota masyarakat
guru mempunyai peran sebagai anggota masyarakat, untuk itu guru harus bersikap terbuka, tidak bertindak secara otoriter, memiliki rasa simpati dan empati, dan mampu mengembangkan pergaulan dengan masyarakat, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara guru dengan masyarakat sekitar serta adanya dukungan dari masyarakat dalam memajukan pendidikan.
  1. tujuan pendidikan disekolah
tujuan pendidikan di sekolah sering disebut dengan tujuan institusional atau tujuan kelembagaan, artinya antara lembaga-lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan misinya masing-masing. Untuk itu guru digarap mampu bekerja dan berusaha untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
  1. peran dan fungsinya dalam pembelajaran
keberhasilan guru melaksanakan peranannya dalam bidang pendidikan sebagian besar terletak pada kemampuannya melaksanakan berbagai peranan yang bersifat khusus dalam situasinya mengajar dan belajar. Dalam buku karangan E. Mulyasa sedikitnya terdapat sembilan belas peran guru, yaitu guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, palatih, penasihat, pembaharu (inovator), modal dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan sebagai kulminator.
E.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kompetensi Profesional Guru Matematika
Rendahnya mutu pendidikan telah memberikan akibat langsung pada rendahnya mutu sumber daya manusia, karena proses untuk melahirkan sumber daya manusia yang bermutu hanya bisa melalui jalur pendidikan dan proses pembelajaran yang bermutu pula. Rendahnya mutu pendidikan tidak terlepas dari kondisi para guru sebagai salah satu unsur penyelenggaraan pendidikan.
Untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional harus dimulai dengan peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan secara umum. Salah satu yang menyebabkan rendahnya mutu guru adalah karena rendahnya tingkat kompetensi profesional guru.
Menurun atau meningkatnya mutu kompetensi profesional seorang gutu baik itu guru matematika atau bidang studi lainnya sangat dipengaruhi oleh dua faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor dalam diri guru dan dari luar diri guru.s
  1. Faktor dalam diri guru
faktor yang sangat berpengaruh dalam pengembangan kompetensi profesional seorang guru adalah faktor dari dalam diri guru tersebut. Guru yang dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan dirinya serta dapat menentukan apa yang terbaik bagi dirinya dan peserta didiknya adalah guru yang profesional yang selalu berusaha untuk memperbaiki diri menjadi yang terbaik. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya, adalah:
a.       Kecerdasan, keterampilan dan kecakapan
kecerdasan adalah kemampuan mental yang dimiliki seeorang dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mampu memecahkan problem yang dihadapi dengan cepat dan tepat.[24]
Keterampilan adalah sanggup melakukan sesuatu, mampu tangkas dalam menelaah dan menganalisa suatu problem. Dan kecakapan kemampuan, kesanggupan atau kemahiran mengerjakan sesuatu.[25]
kecerdasan, keterampilan dan kecakapan harus dimiliki oleh seorang guru, tanpa ketiga hal tersebut seorang gutu tidak akan dapat mengajar dengan baik, guru akan mengalami banyak kendala di dalam mengajar dan mengembangkan profesinya.
b.      Minat dan bakat
Minat adalah dorongan dari dalam diri manusia yang didasari  dengan pertimbangan pikiran dan perasaan pribadi seseorang yang menimbulkan kegiatan yang terarah untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kebutuhan hidup.[26]
Minat sering disebut juga dengan keinginan. Untuk itu guru diharapkan memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan diri kearah yang lebih maju, agar meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam diri guru tersebut. Sehingga tujuan pendidikan tercapai dengan sempurna.
Bakat merupakan potensi atau kemampuan dan keahlian seseorang dalam suatu bidang tertentu yang dapat menentukan kesuksesan seseorang.[27] Seseorang bekerja harus sesuai dengan bakat yang dimiliki agar pekerjaan yang dilakukan menuai kesuksesan. Di dalam mengajar seorang guru harus memiliki bakat mengajar, apabila seorang guru tidak memiliki bakat maka guru tersebut akan memiliki kesulitan ketika berhadapan dengan peserta didik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan. Tanpa bakat dan minat akan sulit bagi seorang guru untuk mengembangkan profesinya.
c.       Motivasi
Motivasi terbentuk dari tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam diri dan luar diri manusia. Terhadap tenaga-tenaga tersebut para ahli memberikan istilah yang berbeda, seperti desakan (drive), motif (motive), kebutuhan (need) dan keinginan (wish).[28] Keempat hal tersebut saling berkaitan.
Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu kegitan, motivasi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi suatu kegiatan tersebut, selain itu motivasi juga dipengaruhi oleh tujuan. Makin tinggi tujuan yang ingin dicapai, maka semakin besar motivasinya, dan makin besar motivasi akan makin kuat usaha yang dilakukan.
Seorang guru harus memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuannya yaitu menjadi seorang guru yang profesional, selain motivasi yang besar,, juga harus diiringi dengan usaha yang kuat.
d.      Kesehatan
Seorang guru harus memiliki badan yang sehat dan mental yang kuat. Seorang guru tidak boleh memiliki mental yang terganggu seperti pemalu, penakut dan sebagainya, guru yang mempunyai mental yang terganggu tidak mungkin dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selain mental yang kuat guru juga harus berbadan sehat, karena dengan tubuh sehat akan melahirkan pikiran yang sehat dan melancarkan proses belajar. Tubuh sehat akan melahirkan pikiran yang sehat. Ia melancarkan proses belajar mengajar di sekolah.
e.       Kepribadian
Kepribadian berasal dari bahasa Yunani ”per”  dan ”sonare” yang berarti topeng, dan juga berasal dari kata ”personae” yang berarti pemain sandiwara, yaitu pemain sandiwara yang memakai topeng.[29]
Setiap guru memiliki kepribadian yang berbeda-beda, hal inilah yang membedakan seseorang. Kepribadian sebenarnya merupakan suatu masalah yang abstrak yang hanya dapat dilihat melalui penampilan, tindakan dan ucapan dalam menghadapi setiap persoalan dan dalam pergaulan sehari-hari. Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang figur yang patut untuk ditiru.s
  1. faktor dari luar diri guru
faktor dari luar diri guru adalah semua elemen yang berada di lingkungan sekitar guru tersebut, baik itu keluarga, masyarakat  dan pemerintah. Faktor-faktor tersebut misalnya, dorongan dan dukungan dari masyarakat, dengan adanya masyarakat yang terus memberi dukungan dan kritikan yang bersifat membangun akan memberikan motivasi bagi guru untuk terus maju dan memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Motivasi tidak hanya datang dari dalam diri seseorang tapi motivasi juga dapat timbul dari luar diri seseorang, melalui dukungan dan tujuan yang hendak diraih. Namun situasi dan keadaan dapat mempengaruhi guru untuk mengembangkan profesinya, seperti keadaan tidak aman pada daerah yang ditempati, adanya ancaman, dan  kondisi sosial guru yang berada di bawah kesejahteraan. Dengan adanya sedemikian rupa akan menghambat guru untuk meningkatkan profesionalitasnya di dalam mengajar.
F.      Upaya-upaya Meningkatkan Profesional Guru Matematika
Guru memegang peranan utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya dapam pendidikan formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama kaitannya dalam proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun dilakukan untuk meningkatkan kualitas profesionalisme guru.
Setiap guru diwajibkan untuk mengembangkan profesionalitasnya, hal ini disebabkan karena semakin kompleks tututan tugas guru bidang studi, berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan di sekolah cenderung bergerak maju sehingga guru dituntut untuk menguasainya secara profesional, dan setiap guru dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana  dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Untuk meningkatkan profesionalitas guru perlu adanya kerja sama yang baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan masyarakat. Terlepas dari itu semua guru juga harus ikut berperan aktif dalam meningkatkan kualitas profesional, tanpa didukung oleh peran aktif guru, maka semua usaha yang dilakukan pemerintah akan sia-sia belaka.
Usaha yang dapat dilakukan guru adalah dengan mengikuti penataran, berbagai kegiatan seminar, program-program untuk meningkatkan kompetensi profesional, melanjutkan pendidikan seperti pendidikan profesi dan mengikuti bimbingan dan arahan dari kepala sekolah.
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan standar kompetensi guru, antara lain dengan disahkannya undang-undang guru dan dosen yang ditindaklanjuti dengan pengembangan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang guru dan dosen, kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru.[30]
Pemerintah mengembangkan berbagai strategi dalam rangka meningkatkan standar kompetensi dan profesionalitas guru, antara lain sebagai berikut:
1.       penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, dan pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikasi pendidik.
2.       pemenuhan hak dan kewajiaban guru sebagai tenaga profesional sesuai dengan prinsip profesionalitas.
3.       penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian guru sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, kompetensi, maupun sertifikasi yang dilakukan secara merata, objektif, transparan, dan akuntabel untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
4.       penyelenggaraan kebikan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru untuk meningkatkan profsionalitas dan pengabdian profesional.
5.       peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadapa guru dalam melaksanakan tugas profesional.
6.       pengakuan yang sama antara guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dengan guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah.
7.       pengaturan tanggung jawab dan kewajiaban pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru sebagai tenaga profesional, dan
8.       peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru.[31]

Dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalisme guru, pemeintah juga meningkatkan sertifekasi dan uji kompetensi secara berkala, agar kinerja guru terus meningkat dan tetap memenuhi syarat profesional. Usaha yang dilakukan pemerintah tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh peran aktif dari guru itu sendiri.
Peningkatan kemampuan profesional guru bukan sekedar diarahkan kepada pembinaan yang lebih bersifat aspek-aspek administratif kepegawaian tetapi harus lebih kepada peningkatan kemampuan profesionalnya dan komitmen sebagai seorang pendidik. Hal ini sejalan dengan pendapat Gliekman bahwa ”guru profesional memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang tinggi.[32]


[1] Depaetemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 584.
[2] Moh. User Usman, menjadi guru profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 14.
[3] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 5.
[4] Piet A. Suhertian dan Ida Alaida, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal.4.
[5] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik dan Impelementasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 38.
[6] Depaetemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 897.
[7] Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas Jakarta, 2006), hal. 102.
[8] Kunandar, guru profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 48.
[9] Depdikbud, Program Akta Mengajar V-B Komponen Dasar Pendidikan. Buku II, Modul Pendidikan Tenaga Kependidikan Berdasarkan Kompetensi, (Jakarta: UT, 1985), hal 25-26.
[10] Soedijarto, Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1993), hal. 60-61.
[11] Abdur Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 275.
[12] Sri Suyanta, Profesional Guru, (Tantangan dan Harapan) , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 28.
[13]Tim MKPBM, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI 2001), hal. 56.
[14] Siska Amalia, (2008), Kompetensi Guru Menggunakan Alat Peraga Dalam Mengajarkan Bidang Studi Matematika di MTsN Cot Glumpang Kec. Glumpang Baro Kabupaten Pidie, hal. 18.
[15] Anwar Arifin, Profil Baru Guru dan Dosen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Indonesia, 2007), hal. 110.
[16] Ibid, hal. 112.
[17] Anwar Arifin, Profil Baru Guru dan Dosen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Indonesia, 2007), hal. 130.
[18] Ibid, hal. 141.
[19] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 37.
[20] Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Gutu Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hal. 9.
[21] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 18.
[22] Sri Suyanta, Profesional Guru, (Tantangan dan Harapan).............hal. 187.
[23] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 18.
[24] Sutrahit Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1994), hal. 20.
[25] Ibid, hal. 21.
[26] Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 56.
[27] Ibid, hal 57.
[28] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2004), hal. 61.
[29] Ibid, hal. 136.
[30] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 6.
[31] Ibid, hal. 7.
[32] Ibid, hal. 13.
 


BAB III
METODE PENELITIAN

A.     Rancangan Peneitian
Dalam setiap penelitian memerlukan metode yang mengumpulkan data tentang masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan field research, yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan keterangan yang terdapat dalam tempat penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik dan instrumen pengumpulan data melalui angket (kuisioner) yang diberikan kepada siswa, wawancara (interview) terhadap kepala sekolah dan guru matamatika yang bersangkutan, observasi dan telaah dokumentasi.
B.     Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MAN Model Banda Aceh selama 1 (satu) minggu yaitu dari tanggal 20 September sampai dengan 26 September 2010.
C.     Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah seluruh siswa di kelas dan guru matematika yang ada di MAN Model Banda Aceh, dan siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas 2 sebanyak 4 kelas, dan yang diambil adalah sebanyak 20 siswa untuk tiap kelas.

D.    Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
  1. Instrumen pengumpulan data
  1. Observasi (pengamatan)
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan terhadap objek yang diteliti.
  1. Wawancara (interview)
Wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara[1]. Wawancara sangat dibutuhkan dalam dalam suatu penelitian agar memperoleh suatu yang akurat. Dalam wawancara ini penulis melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan beberapa guru Matematika yang bersangkutan untuk memperoleh informasi secara jelas dan mendalam.
  1. Angket (kuisioner)
Kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.[2] Dalam penelitian ini angket disusun dalam bentuk pertanyaan yang tediri dari 25 item. Angket akan divalidasi oleh 2 orang dosen dan 2 orang guru. Agket berisikan pertanyaan seputar kompetensi guru Matematika.
  1. Telaah dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang-barang tertulis. Metode ini digunakan ketika mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan baik itu berupa dukomen, tabel, majalah dan sebagainya. Metode dukumen merupakan salah satu metode penting dalam suatu penelitian dengan mengumpulkan informasi yang telah ada melalui badan atau lembaga terkait.
  1. Teknik pengumpulan data
  1. Observasi
Dalam hal ini peneliti mengadakan observasi langsung yaitu pengamatan langsung terhadap pelaksanaan kompetensi guru dalam pembelajaran Matematika.
  1. Wawancara (interview)
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin dan terbuka. Wawancara terbuka dimana para subjek yang diwawancara mengetahui bahwa mereka sedang diwawancara dan mengatahui pula tujuan dan maksud dari wawancara tersebut, sedangkan wawancara bebas terpimpin dimana pewancara bebas menanyakan apa saja kepada terwawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.
  1. Angket (kuisioner)
Angket diberikan kepada siswa yang terpilih menjadi sampel penelitian. Pertanyaan dalam angket terutama berisikan hal-hal seputar kompetensi guru metematika  khususnya yang berhubungan dengan pendekatan fungsional (aktivitas) mengajar guru. Kuisioner terdiri terdiri 25 item dengan option 4 pilihan jawaban untuk tiap item.
1.    Untuk memilih option (a) diberi bobot 4
2.  Untuk memilih option (b) diberi bobot 3
3.  Untuk memilih option (c) diberi bobot 2
4.  Untuk memilih option (d) diberi bobot 1
  1. Dokumentasi
Dalam penelitian ini penulis menelaah dokumen data jumlah siswa dan data jumlah guru.
E.     Teknik Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul dari hasil pengumpulan data, maka data-data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu kesimpulan akhir. Adapun cara mengolah data adalah sebagai berikut:
  1. Analisis data observasi, wawancara dan telaah dokumentasi
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat dan dikumpulkan, kemudian kadangkala disajikan dalam benruk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Dan kadang pula dipaparkan secara naratif.
  1. Analisis data angket
Untuk mempermudah pengolahan data maka peneliti memberi skor pada masing-masing pilihan pada setiap nomor soal pada angket seperti yang telah dijelaskan pada metode pengumpulan data. Kemudian data diolah dengan menggunakan skala sikap dari likert dengan langkah-langkah sebagai barikut:
  1. Menghitung persentase siswa yang menilai pada setiap pilihan dari setiap indikator.
Keterangan:      P = Harga persentase yang dicari
                        f  = Frekuensi yang muncul
                        N = Jumlah Sampel[3]
  1. Memberikan skor pada setiap hasil pilihan siswa.
  2. Menjumlahkan skor yang diperoleh setiap guru untuk semua indikator.
Selanjutnya skor dari masing-masing indikator untuk masing-masing guru dibagi dengan jumlah siswa, maka diperoleh rata-rata guru. Hasil akhir inilah yang menunjukkan katagori kompetensi guru-guru matematika dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan.
Kriteria skor rata-rata untuk respon siswa adalah sebagai berikut:[4]
3 < skor rata-rata  4 = sangat positif
2 < skor rata-rata  3 = positif
1 < skor rata-rata  2 = negatif
0 < skor rata-rata  1 = sangat negatif



[1] Arikunto, Suharsimi, Metodelogi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 157.
[2] Nuralam, Metode Penelitia, Hal. 34.
[3] Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 1996), hal. 50.
[4] Sukardi, Metodelogi Penelitian; Kompetensi dan Prakteknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 147.
 

Tidak ada komentar: