BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kompetensi merupakan suatu hal yang menggambarkan kualifikasi dan
kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Lebih lanjut kompetensi juga diartikan sebagai keadaaan
berwewenang dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kata kompetensi biasanya diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk
melakukan suatu tugas” atau sebagai “kecakapan untuk memiliki ketrampilan yang
diisyaratkan”[1]
Dalam proses pembelajaran, guru
memiliki jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian. Suatu profesi tentu menuntut mutu dan kompetensi.
Demikian juga profesi guru memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Mengajar adalah kompetensi guru sebagai tenaga profesional. Seorang
guru profesional harus lebih menguasai pendidikan dan pengajaran serta
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan proses
tersebut.
Pengorbanan yang telah
dilakukan oleh seorang guru pada dasarnya hanya semata-mata untuk keberhasilan
dan kesuksesan para siswanya kelak. Komitmen ini selalu terlihat dari betapa
teguhnya perjuangan guru yang tidak pernah berhenti dalam menjalankan
profesinya untuk diri dan para siswanya. Karena itu, seorang guru profesional
harus mampu mengenal dirinya, dalam artian seorang guru itu harus mampu
meningkatkan kualitas diri dan lingkungannya yang lebih baik terutama dalam
proses belajar mengajar. Dengan demikian, hakikat profesi guru merupakan suatu
jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan
oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan.
Kunci
keberhasilan dalam pengolahan kegiatan belajar-mengajar selalu tertumpu pada
kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Kompetensi utama yang harus dikuasai
guru adalah membelajarkan peserta didik secara maksimal. Namun demikian,
kompetensi ini tidak berdiri sendiri, karena untuk mengajar di kelas diperlukan
kemampuan-kemampuan lain yang mendasarinya.[2] Seperti kemampuan mengelola pembelajaran,
mengontrol siswa, mengatur program pembelajaran, membuat evaluasi dan
sebagainya. Oleh karena itu, Patut disadari bahwa kedudukan guru sebagai tenaga
profesional yakni agar guru memiliki kompetensi ilmu, teknis dan moral termasuk
memiliki akhlakul karimah sebagai salah satu tolak ukur bagi keberhasilan
dirinya dalam menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab terhadap kualitas
pendidikan.
Guru yang profesional adalah
guru yang mempunyai kemampuan mengajar yang bermutu dan berkualitas.
Kemampuannya selalu terukur dengan indikator atau ciri yang menunjukkan mutu
mengajar yang baik. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Piet A.
Sahertian bahwa ada lima variabel yang berisikan dua puluh indikator yang
menunjang kualitas mengajar yang baik. Kelima variabel itu adalah:
1.
bekerja dengan siswa secara individual.
2.
persiapan dan perencanaan mengajar.
3.
pendayagunaan alat pengajaran.
4. melibatkan siswa dalam
berbagai pengalaman belajar.
5. kepemimpinan aktif dari guru.[3]
Setiap
kompetensi memerlukan pengembangan menyeluruh dari berpikir kritis dan
prakteknya dalam kehidupan. Meskipun demikian, ada kompetensi yang lebih
spesifik dalam rangka proses pembelajaran, seperti kemampuan menguasai bahan,
mengelola program belajar mengajar, menguasai landasan-landasan kependidikan,
mengelola interaksi belajar mengajar, memahami karakteristik siswa, dan
melaksanakan penilaian. Di samping itu, tentu saja ada kompetensi yang bersifat
khusus yang terkait dengan bidang studi, seperti bidang studi matematika. Dalam
proses pembelajarannya guru sangat dituntut untuk lebih berkompeten dalam
mentransfer materi secara maksimal dan komplek. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan oleh guru tidak sama dengan materi-materi pelajaran lain. Matematika
merupakan ilmu yang abstrak dan membutuhkan
keahlian khusus dalam penyampaiannya terhadap siswa. Dalam mengajar
matematika, kompetensi seorang guru sangatlah dikedepankan. Namun, pada
kenyataan di lapangan kompetensi yang dimiliki oleh guru sangat minim. Hal tersebut
tampak pada kurangnya minat siswa dalam mempelajari matematika yang mengakibatkan
terjadinya kesulitan belajar pada siswa terhadap materi yang disajikan.
Persoalan ini terjadi bukan hanya disebabkan pada faktor kurangnya kemampuan
siswa, tetapi juga disebabkan oleh faktor kurangnya kompetensi ilmu yang
dimiliki oleh guru. Sehingga terjadilah pro dan kontra yang mengakibatkan
munculnya persepsi yang memfonis bahwa pelajaran matematika tidak menyenangkan
dan sangat sulit dimengerti. Kondisi ini sangatlah berpengaruh terhadap minat
belajar siswa yang akhirnya berdampak pada prestasi belajarnya.
Selama ini telah dilakukannya
program sertifikasi guru dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan
profesionalisme guru. Namun kelulusan sertifikasi tersebut belum tentu dapat
menjamin seorang guru telah memiliki kompetensi yang diisyaratkan. Apalagi Pada
kenyataannya setelah dilakukan sertifikasi masih banyak guru-guru yang belum
memiliki kompetensi seperti yang diharapkan. Bukti ini sesuai dengan temuan
sementara dari hasil survei yang dilakukan oleh Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) mengenai dampak sertifikasi guru terhadap kinerja guru setelah
mengolah data 16 dari 28 provinsi yang diteliti. Hasilnya ternyata kurang
memuaskan.[4] Masih banyak guru yang berkemampuan
rendah dan belum memiliki kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan
kompetensi sosial sesuai dengan yang diharapkan.
Selama
ini penilaian terhadap kompetensi guru dilakukan oleh pengawas, guru-guru yang
lebih senior atau lembaga penyelenggaraan sertifikasi. Menurut penulis ada
baiknya siswa juga diikutsertakan dalam penilaian tersebut terhadap guru yang
pernah mengajarkan mereka. Karena penilaian yang dilakukan siswa lebih
objektif, sebab siswa sendiri yang mengalami langsung bagaimana guru yang
bersangkutan dalam proses belajar-mengajar di kelas. Setiap siswa memiliki penilaian
tersendiri terhadap kompetensi guru di sekolahnya, termasuk guru matematika.
Maka dari itu penulis berkeinginan untuk mengangkat masalah tersebut. Sehingga
penulis mengambil judul penelitian “Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Guru
Matematika Di MAN Model Banda Aceh Tahun Pelajaran 2009/2010”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan di atas, dapat
ditarik suatu rumusan masalah “Bagaimanakah persepsi siswa terhadap kompetensi
guru matematika di MAN Model Banda Aceh?”.
Supaya penelitian ini lebih terarah dan sesuai dengan rumusan masalah di
atas, maka dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah persepsi siswa terhadap
kompetensi guru matematika di MAN Model Banda Aceh dalam pengelolaan pembelajaran
di kelas?
2. Usaha apa saja yang
dilakukan guru di MAN Model dalam meningkatkan kompetensi perofesionalitasnya?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan penelitian
Untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian, maka perlu diterapkan tujuan
yang hendak dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru matematika di MAN Model Banda Aceh dalam pengelolaan pembelajaran di kelas.
- Untuk mengetahui usaha-usaha yang telah dilakukan guru di MAN Model dalam meningkatkan kompetensi perofesionalitasnya.
2.
Manfaat penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah penulis kemukakan pada poin terdahulu, maka
penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi:
1. Bagi guru agar menjadi bahan
masukan dan kritikan untuk dapat meningkatkan kualitasnya sebagai pendidik dan
pengajar yang baik.
2. Hasil penelitian ini untuk
menjadi masukan bagi sekolah yang diteliti sebagai bahan evaluasi.
3. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan informasi yang menggambarkan keadaan kompetensi guru matematika serta
upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru matematika.
4. Bagi peneliti sebagai calon
guru matematika untuk dapat mengembangkan disiplin keilmuan yang dimiliki
sebagai upaya peningkatan keilmuan.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pemakaian
istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini, maka penulis memberikan
penjelasan terhadap istilah-istilah di bawah ini:
1.
Persepsi
Menurut istlah persepsi adalah ”proses mental yang menghasilkan batangan
pada individu, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi dengan
suatu ingatan tertentu baik secara indra penglihatan, indra peraban dan
sebagainya. Sehingga akhirnya bayangan itu dapat disadari.”[5]
Persepsi dalam kamus bahasa Indonesia adalah “tanggapan (penerimaan)
langsung dari suatu serapan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
fenomena inderanya.”[6]
Persepsi dapat dibagi dalam
dua jenis yaitu persepsi auditoritis, persepsi visual dan persepsi heptik. Persepsi
auditoritis adalah tanggapan yang timbul karena adanya kesan atau informasi
yang masuk ke dalam otak manusia melalui alat pendengaran. Persepsi visual adalah tanggapan yang timbul
karena adanya kesan atau informasi yang masuk ke dalam otak melalui
penglihatan. Persepsi heptik adalah tanggapan yang timbul karena adanya kesan
atau informasi yang masuk ke dalam otak dengan cara merasakan langsung
objeknya.[7]
Persepsi yang dimaksud di sini adalah respon siswa terhadap kemampuan dan
kecakapan seorang guru dalam mengelola pembelajaran di kelas dan berwewenang
dalam melaksanakan profesi keguruannya.
2.
Kompetensi Guru
Kompetensi adalah keadaan memiliki kecakapan dan pengetahuan yang memadai
dalam suatu hal atau pekerjaan; kekompetenan.[8]
Pengetian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan.
Menurut Mc. Leod 1989 yang dikutip oleh Moh. Uzer Usman, kompetensi
merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan
sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent of
qualified. Keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menuntut ketentuan
hukum.[9]
Menurut Muhibbin Syah, kompetensi adalah “kemampuan atau kecakapan.” Disamping kemampuan, kompetensi juga
diartikan dengan keadaan berwewenang, memenuhi syarat dengan ketentuan.
Sementara itu A. Samana mengungkapkan bahwa ”seseorang dinyatakan berkompetensi
dalam bidang tertentu apabila orang tersebut menguasai kecakapan kerja atau
keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerjayang bersangkutan, dengan demikian
ia mempunyai wewenang dalam pelayanan sosial.”[10]
Kompetensi yang dimaksud
disini adalah kemampuan dan wewenang yang dimiliki guru dalam bidang
keahliannya serta melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan
layak untuk menentukan dan merumuskan suatu hal yang berkaitan dengan pendidikan
dalam melaksanakan profesi keguruannya dengan profesional.
3.
Guru
Guru adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.[11]
Berdasarkan penjelasan istilah tersebut, bahwa yang penulis maksud dengan guru
adalah seorang pengajar sekaligus pendidik yang mengajarkan ilmu pengetahuan
kepada peserta didiknya. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian
adalah guru yang mengajar Matematika di MAN Model.
[2] Hadiyanto, M.Ed. Mencari Sosok
Desentralisasi Manajemen Pendidikan Di Indonesia. (Jakarta: Rineka Citra, 2004), hal. 12.
[3] Piet, A. Sahertian dan Ida Alaida
Sahertian, Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Citra, 1992), hal. 10.
[4] Pena Aktual. Kinerja Guru Rendah
Produktifitas Tinggi Saat Mengikuti Sertifikasi. (http://www.google.com, 2009), diakses pada tanggal 26 Maret
2010.
[5] Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Yayasan Konisius, 1999), hal. 866.
[6] Tim Penyusun Bahasa Indonesia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 675.
[7]
Suwarni, (2005), Persepsi Siswa Terhadap
Matematika dan hubungannya Dengan Prestasi Belajar Matematika Di SMP Negeri 18
Banda Aceh, hal. 9.
[8] Ibid, hal. 471
[9] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 14.
[10] Muhibbin Syah, psikologi Pendidikan
Dengan Pendekatan Baru, Cet 2, (Bandung: Remaa Rosda Karya, 2005), hal.
229.
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak
Didik Dala Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kompetensi Guru Matematika
Secara sederhana ukuran
keberhasilan seorang guru dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar peserta
didik, terjalinnya hubungan yang harmonis antara guru, murid dan masyarakat.
Untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan guru yang memiliki kompetensi tinggi
terhadap profesinya. Agar guru berhasil dalam mengajar guru harus benar-benar
mengetahui dan memahami kompetensi yang harus dimiliki, diantaranya
profesional.
Istilah kompetensi sebenarnya
memiliki banyak makna, sebagaimana dalam kamus besar bahasa Indonesia,
kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan
suatu hal.[1]
Menurut Broke dan Stone yang
dikutip oleh Moh. User Usman, ”Descriptive of qualitative natur or
teacher behavior appears to be entirely meaningfull. Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif
dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.[2]
Abdul majid mengartikan
kompetensi adalah ”seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab yang
harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.”[3]
Sedangkan Piet A. Suhertian menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan
latihan.”[4]
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sebagaimana
pendapat Mc Ashan yang dikutip oleh E. Mulyasa
bahwa kompetensi: ... ”is a knowledged,
skill, and abilitiesn or capabilities that a person achieves, which become part
of his or her being to the exent he or she can satis factorily perform
particular cognitive, afective and psychomotor behaviors.” Dalam hal ini,
kompetensi diartikan sebagai pengatahuan , ketrampilan dan kemampuan yang
dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya. Sehingga ia
dapat melakukan prilaku-prilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan
sebaik-baiknya.[5]
Guru yang memilki kompetensi dalam melakukan tugasa pendidikan dan
pengajaran merupakan guru profesional sehingga dia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Sehingga dari definisi di
atas dapat dilihat beberapa kesamaan dalam mendefinisikan, diantaranya:
a.
Kompetensi sebagai indikator, yaitu
kemampuan yang diwujudkan melalui perbuatan untuk mencapai sebuah hasil yang
diinginkan, misalnya kemampuan dalam mengelola program belajar mengajar.
b.
Kompetensi sebagai konsep, yaitu
kemempuan yang meliputi aspek-aspek kognitif.
Kompetensi guru mencerminkan
tugas dan kewajiban guru yang harus dilakukan sehubungan dengan jabatan yang
dipikulnya. Untuk mencapai taraf kompetensi seorang guru memerlukan waktu yang
lama dan biaya mahal, karena untuk mencapai taraf kompetensi seorang guru harus
mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus profesi keguruan.
Sementara itu istilah
profesional merupakan asal kata dari
profesi, yang berarti suatu bidang pekerjaan dengan keahlian khusus yang
ditekuni oleh seseorang, jadi profesi guru adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pendidikan dan ditekuni sebagai
pekerjaan sehari-hari. Profesional merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan
kualitas suatu keahlian dan kewenagan yang berkaitan dengan profesi seseorang.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah profsi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian tertentu, sedangkan profesional adalah (1)
bersangkutan dengan profesi, (2)memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya dan, (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[6]
Profesi merupakan suatu
keahlian (skill) dan kewenangan dalam
suatu jabatan tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan yang
intensif. Begitu juga dengan profesi guru yang membutuhkan keahlian khusus
dalam bidang pendidikan, pengajaran dan pelatihan.
Menurut Howard M. Vollmer dan
Donald L. Mills yang dikutip oleh Asrurom Ni’am Sholeh, bahwa ”profesi adalah
sebuah pekerjaan/janatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus yang
diperoleh melalui kegiatan dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai
ketrampilan dalam melayani orang lain dengan memperoleh gaji dalam jumlah
tertentu.”[7]
Menurut Surya sebagaimana
dikutip oleh Kunandar berpendapat bahwa ”profesionalisme guru mempunyai makna
penting yaitu, (1) profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada
kesejahteraan masyarakat umum, (2) profesionalisme guru merupakan suatu cara
untuk memperbaiki profesi pendidikan yang selama ini dianggap oleh sebagian
masyarakat rendah, (3) profesionalisme memberikan pelayanan sebaik mungkin dan
memaksimalkan kompetensinya.”[8]
Kompetensi profesional adalah
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang pendidikan, sehingga mampu
menjalankan tugas dan fungsinya dengan hasil yang baik. Menurut Undang-Undang
No. 14 tentang guru dan dosen, kompetensi profesional adalah ”kemampuan
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.” Sejalan dengan definisi
tersebut depdikbud menjelaskan bahwa ”kompetensi profesional artinya guru harus
memiliki pengetahuan yang luas dari b idang studi (subject master) yang akan
diajarkan serta penggunaan metodelogi dalam arti memiliki konsep teoritis mampu
memilih metode dalam proses belajar mengajar.”[9]
Berdasarkan uraian di atas
kompetensi profesional guru metematika adalah kemampuan yang diperoleh melalui
pendidikan metematika dan pelatihan khusus sehingga guru memiliki kewenangan
dalam bidang matematika untuk menguasai bahan pengajaran, menyusun,
melaksanakan program pengajaran, menilai hasil dan proses belajar mengajar
matematika. Peran dan tanggug jawab guru dalam proses pendidikan sangat besar,
apalagi dalam pelajaran matematika, dimana guru harus menyampaikan pelajaran matematika
dengan lebih terarah sehingga ilmu yang diperoleh bermakna. Sebagai komponen
paling pokok dalam pendidikan, guru dituntun untuk memiliki kompetensi.
Kompetensi profesional menurut pakar pendidikan
Soedijarto, menurutnya seorang guru agar mampu menganalisis, mendiagnosis dan
memprognosis situasi pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional
perlu menguasai antara lain:
1. disiplin ilmu pengetahuan
sebagai sumber bahan pelajaran
2. bahan ajarnya diajarkan
kepada peserta didik
3. pengetahuan tentang
karekteristik siswa
4. pengetahuan tentang filsafat
dan tujuan pendidikan
5. pengatahuan serta penguasaan
metode dan model mengajar
6. pengerahuan terhadap
prinsip-prinsip teknologi pembelajaran
7. pengetahuan terhadap
nilai-nilai atau penilaian dan mampu merencanakan memimpin guna kelancaran
pendidikan berlangsung.[10]
Sementara itu dalam P3G
(proyek pembinaan pendidikan guru), berangkat dari analisis peranan guru
sebagai pengajar, pembimbing maupun sebagai admin administrator kelas, seorang
guru harus memiliki ”sepuluh kompetensi profesional” yaitu sebagai berikut:
1. menguasai bahan
2. mengelola program belajar
mengajar
3. mengelola kelas
4. menggunakan media/sumber belajar
5. menguasai landasan
pendidikan
6. mengelola intraksi belajar
mengajar
7. menilai prestasi siswa
8. menganal fungsi dan layanan
bimbingan dan penyuluhan
9. mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah
10. memahami dan menafsirkan hasil
penelitian guna keperluan pendidikan.[11]
Adapun menurut Rahmat Wahab,
seorang pendidik memiliki seperangkat kompetensi profesional, diantaranya
adalah:
1. kemampuan menguasai materi
pembelajaran secara luas dan mendalam
2. kemampuan merancang,
melaksanakan dan menyusu laporan penelitian
3. kemampuan mengembangkan dan
menyebarluaskan inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
4. kemampuan merancang,
melaksanakan dan menilai pengabdian kepada masyarakat.[12]
Berdasarkan pendapat di atas,
penulis merumuskan bahwa kompetensi profesional seorang guru meliputi:
1. mengetahui dan dapat
menerapkan landasan pendidikan
2. penguasaan serta penerapan
metode mengajar yang sesuai
3. mampu menggunakan bernagai
media serta fasilitas belajar lainnya
4. menguasai disiplin ilmu
pengatahuan sebagai sumber bahan pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik
5. mampu mengorganisasikan dan
melaksanakan program pengajaran
6. mengetahui tentang
karakteristik peserta didik
7. mampu melaksanakan evaluasi
belajar dan menilai prestasi peserta didik
8. mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah
9. mengenal fungsi dan layanan
bimbingan
10. mengadakan penelitian dan
menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran
Tuntutan
atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang
dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi
profesionalnya. Semua hal yang disebutkan di atas merupakan hal yang dapat
menunjang terbentuknya kompetensi guru. Dengan kompetensi profesional tersebut,
dapat berpengaruh terhadap proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu
melahirkan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dapat dilihat pada
hasil langsung berupa nilai yang dicapai siswa dan dapat menyelesaikan segala
masalah yang dihadapinya. Selain itu salah satu unsur pembetuk kompetensi
profesional guru adalah tingkat komotmennya terhadap profesi guru dan didukung
oleh tingkat kemampuan menalar dan melihat segala sesuatu sehingga wawasannya
terus berkembang.
B.
Pengajaran Matematika di SMA
- Tujuan Pengajaran matematika di SMA
Pendidikan merupakan usaha setiap
bangsa yang mempunyai tujuan yang terarah kepada perubahan tingkah laku anak
didik menuju dewasa sesuai dengan cita-cita yang didambakan dari generasi yang
satu ke generasi berikutnya. Dengan pendidikan setiap bangsa membekali diri
untuk menempuh masa depan yang lebih baik.
Tujuan pendidikan yang dianut
Bangsa Indonesia berlandaskan kepada falsafah hidup bangsa ini menjadi pedoman
pokok dalam pendidikan yang dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan pendidikan
baik dalam keluarga, masyarakat maupun di sekolah-sekolah.
Metematika adalah salah satu
ilmu yang diajarkan mulai dari taman kanak-kanak sampai diperguruan tinggi
tentunya mempunyai tujuan tertentu. Ini semua tidak terlepas dari tujuan
pendidikan nasional yang telah digariskan. Tujuan pendidikan matematika yang
diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri secara umum
diungkapkan dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP) matematika, bahwa
tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
meliputi dua hal sebagai berikut:
a.
Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat jujur, efektif dan
efisien.
b.
Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.[13]
Berdasarkan tujuan diatas
dapat disimpulkan bahwa tujuan diajarkan metematika di sekolah adalah sebagai
latihan untuk mengembangkan pola pikir yang lebih kritis untuk bertindak secara
cepat dan cermat yang pada hakikatnya anak tersebut diharapkan dapat
menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya
dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan khusus
pengajaran matematika sekolah menengah umum (SMU) telah diungkapkan dalam GBPP
matematika SMU sebagai berikut:
- Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
- Siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan matematika pendidikan dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang lebih luas (di dunia kerja) mampu dalam kehidupan sehari-hari.
- Siswa memiliki pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif, terbuka, kreatif, serta inovatif.
- Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable) melalui kegiatan matematika di SMU.
Berdasarkan tujuan tersebut
perlu kita ketahui, bahwa tujuan umum matematika di jenjang pendidikan menengah
tersebut adalah tujuan yang paling umum. Sedangkan tujuan yang lebih khusus
yang merupakan tujuan pengajaran matematika di SMU merupakan tujuan
institusional pendidikan matematika di SMU. Namun, secara umum setiap tujuan
tersebut penjabarannya tetap mengacu pada materi matematika itu sendiri.
- karakteristik pengajaran matematika
Objek dalam
pembelajaran matematika adalah abstrak. Mengingat hal tersebut, pembelajaran
matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang
abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di
sekolah sebagai berikut:
a. pembelajaran matematika
adalah berjenjang (bertahap).
b. Pembelajaran matematika mengikuti
metoda spiral
c. Pembelajaran matematika
menekankan pola pikir deduktif
d. Pembelajaran matematika
menganut kebenaran konsisten
Bahan
kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari
hal yang kongkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke
hal yang kompleks. Dalam artian dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih
sukar. Matematika mengikuti metoda spiral, bahan yang baru selalu dikaitkan
dengan bahan yang telah dipelajari sekaligus untuk mengingatnya kembali. Dalam
metoda spiral mengajar bukan hanya pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan
memperluas dan memperdalam saja tetapi harus ada peningkatan. Matematika
tersusun secara dedutif, pemahaman matematika melalui contoh-contoh tentang
sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh konsep-konsep
tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika. Kebenaran dalam matematika
pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentang antara
kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya.
Adapun
ciri-ciri pengajaran matematika modern adalah sebagai berikut:
a. membuat topik-topik dan
pendekatan baru,
b. Pendekatan pengajaran yang
lebih mengutamakan proses belajar untuk mencapai pengertian daripada belajar
melalui hafalan dan ketrampilan hitung,
c. Program matematika sekolah
dasar dan sekolah lanjut lebih kontinu,
d. Penekanan pengajaran pada
struktur,
e. Programnya dapat melayani
kelompok anak-anak yang kemampuannya lebih heterogen,
f. Program baru menggunakan
bahasa yang lebih tepat,
g. Pusat pengajaran lebih
diutamakan kepada manusia,
h. Metode mengajar lebih banyak
menggunakan metode menemukan pemecahan masalah dan diskusi,
i. Pengajaran matematika
modernlebih hidup dan menarik.[14]
C.
Landasan Kompetensi Guru
Matematika
Di Indonesia pengakuan status
guru telah diatur dengan tegas secara yuridis melalui Undang-undang. Penyusun
Undang-undang pendidikan dimaksud untuk memberikan jaminan bagi guru sebagai
profesi yang kontribusinya sangat besar bagi upaya mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi. Di samping itu Undang-undang merupakan
landasan hukum untuk meningkatkan tanggung jawab guru sebagai tenaga
profesional dalam melaksanakan tugasnya.
Secara substansial pengaturan
profesi guru harus diarahkan pada pemberian jaminan bagi pelaksanaan kewajiban
dan tugas-tugas profesioanal guru dan memunculkan kesadaran, tanggung jawab
profesionalitan guru dalam bekerja dengan memiliki motivasi yang tinggi untuk
terus menerus berusaha meningkatkan kompetensinya
Dalam UU RI Nomor 14 tahun
2005 pasal 1 disebutkan ”bahwa guru adlah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.[15]
Menurut UU sistem pendidikan
nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2. pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[16]
Berdasarkan UU di atas dapat
disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja
di depan kelas, akan tetapi guru merupakan tenaga profesional yang bertugas
membimbing, melatih dan menilai peserta didik. Selain itu guru sebagai tenaga
profesional mempunyai tujuan untuk melaksanakan pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Dalam rangka menjamin
profesionalitas seorang guru, UU RI Nomor 14 tahun 2005 pasal 7 menetapkan
prinsip-prinsip profesionalitas meliputi:
e. memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa dan idealisme.
f.
Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, katakwaan
dan akhlak mulia.
g. Memiliki kualifikasi
akademik dan latar belakang pendidikan
sesuai dengan bidang tugas.
h. Memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
i.
Memiliki tanggung jawab dalam atas pelaksanaan tugas profesiaonal.
j.
Memperolah penghasilan yang ditentukan dengan prestasi kerja.
k. Memiliki kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat.
l.
Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya
m. Memiliki organisasi profesi
yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.[17]
Prinsip-prinsip tersebut
dimaksud agar guru memiliki kompetensi ilmu, teknis dan moral dalam menjalankan
tugasnhya secara bertanggung jawab dengan jaminan kesejahtaraan yang memadai
untuk memenuhi hak peserta didik dalam memperolah pendidikan yang bermutu.
Undang-undang guru mengatur
kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi untuk terwujudnya
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas
untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperolah
pendidikan yang bermutu. Dan mempunyai misi, untuk mengangkat martabat guru,
menjamin hak dan kewajban guru, meningkatkan kompetensi guru, memajukan profesi
dan karier guru, meningkatkan mutu pembelajaran, meningkatkan mutu pendidikan
nasional, mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah-daerah dari segi
jumlah guru, mutu, kualifikasi akademik, kompetensi dan meningkatkan pelayanan
pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan UU RI Nomor 14
tahun 2005 pasal 20 merumuskan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
guru berkewajiaban untuk:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengavaluasi hasil
pembelajaran.
b. Meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
c. Bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan
kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran.
d. Menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika,
dan
e. Memelihara dan memupuk
persatuan dan kesatuan bangsa.[18]
Guru profesional berkewajiban
untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai proses pembelajaran. Dalam tahap
perencanaan guru perlu menetapkan kompetensi-kompetensi yang akan diwujudkan
dalam kegiatan pembelajaran, berdaasarkan kompetensi-kompetensi tersebut
selanjutnya dikembangkan tema, subtema dan topik-topik mata pelajaran yang akan
diajarkan.
Pelaksanaan pembelajaran
merupakan langkah selanjutnya untuk merealisasikan konsep pembelajaran yang
telah direncanakan, proses pelaksanaan pembelajaran meliputi beberapa tahap
yaitu, tahap persiapan, penyajian, aplikasi dan penilaian. Tahap persiapan
merupakan tahap awal, dimana guru mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan pembelajaran, seperti menyiapkan ruang kelas, media dan sumber belajar.
Tahap penyajian merupakan tahap guru menyajikan atau menyampaikan informasi
kepada peserta didik, selanjutnya tahap aplikasi adalah tahap peserta didik
melakukan sendiri kegiatan belajar yang ditugaskan guru. Tahap terakhir adalah
tahap evaluasi yang digunakan untuk menilai proses pembelajaran yang telah
berlangsung
Guru profesional berkewajiban
untuk menigkatkan dan mengembangkan pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, hal ini dapat dilakukan guru dengan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi atau pendidikan profesi.
Dalam proses pembelajaran guru
tidak boleh bersifat diskriminatif kepada peserta didik, tetapi guru harus
bersifat objektif sehingga peserta didik merasa aman dan nyaman mengikuti
kegiatan pembelajaran. Menciptakan keadilan dan memupuk rasa persatuan dan
kesatuan merupakan kewajiban guru dan hak peserta didik.
Guru
sebagai tenaga profesional perlu memiliki kode etik dan menjadikannya sebagai
pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian, dan guru juga
harus menjunjung tinggi perundang-undangan, norma-norma serta nilai-nilai
agama, karena semua itu mengikat sikap dan perbuatan guru.
D.
Karakteristik Kompetensi
Profesional Guru Matematika
Guru adalah orang yangberdiri
didepan kelas dan menyampaikan ilmu pengatahuan, namun lebih dari itu guru
merupakan tenaga profesional yang menjadikan murid-muridnya mampu menyelesaikan
masalah yang dihadapi dan berguna bagi negara dan agama. Dengan demikian
seorang guru hendaklah bercita-cita tinggi, berpendidikan dan berkepribadian
mulia.
Guru tidak dapat dibentuk
secara mudah untuk menjadi guru profesional, butuh waktu dan perjuangan untuk
menciptakan guru profesional. Tidak semua orang dapat menjadi guru profesional,
ada kriteria dan karakteristik tertentu yang harus dimiliki seorang guru agar
dapat disebut guru profesional.
Hasil lokakarya pembinaan
Kurikulum Pendidikan Guru UPI Bandung merumuskan kriteria yang harus dimiliki
oleh seorang guru yang merupakan jabatan profesiona. Kriteria tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Fisik.
a. sehat jasmani dan rohani.
b. Tidak mempunyai cacat tubuh
yang menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.
2.
Mental/kepribadian.
a.
berkepribadian/berjiwa pancasila.
b.
Mampu menghayati GBHN.
c.
mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa
kasih sayang kepada anak didik.
d.
berbudi pekerti yang luhur.
e.
Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa
pendidikan secara maksimal.
f.
Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tenggang rasa.
g.
Mampu mengembangkan kreatifitas dan tanggung
jawab yang besar akan tugasnya.
h.
Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
i.
Bersifat terbuka, peka dan inovatif.
j.
Menunjukkan rasa cinta kepada profesi.
k.
Ketaatan akan disiplin.
l.
Memiliki sensi
of humor.
3.
Keilmiahan/pengetahuan.
a.
memahami yang dapat melandasi pembentukan
pribadi.
b.
Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu
menerapkan dalam tugasnya sebagai pendidik.
c.
Memahami, menguasai serta mencintai ilmu
pengetahuan yang akan diajarkan.
d.
Memiliki pengetahuan yang cukup tentang
bidang-bidang lain.
e.
Senang membaca buku-buku ilmiah.
f.
Mampu memecahkan persoalan secara sistematis
terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
g.
Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar
mengajar.
4.
Ketrampilan
a.
mampu berperan sebagai organisator proses belajar
mengajar.
b.
Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar
pendekatan struktural, interdisipliner, fungsional, behavior dan teknologi.
c.
Mampu menyusun garis besar program pengajaran
(GBPP).
d.
Mampu memecahkan dan malaksanakan teknik-teknik
mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan.
e.
Mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan dan
pendidikan luar sekolah.[19]
Sejalan
dengan pendapat diatas Oemar Hamalik mengemukakan sebagai berikut:
1.
persyaratan fisik yaitu kesehatan jasmani artinya
seorang gutu harus berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang
membahayakan.
2.
persyaratan psikis yaitu sehat rohani yang
artinya tidak mengalami gangguan jiwa atau pun kelainan
3.
persyaratan mental yaitu memiliki sikap mental
yang baik terhadap profesi kependidikan, mencintai dan mengabdi serta memiliki
dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
4.
persyaratan moral yaitu memiliki budi pekerti
yang luhur dan memiliki sikap susila yang tinggi.
5.
persyaratan intelektual yaitu memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi yang diperoleh di lembaga pendidikan.[20]
Khusus
untuk jabatan guru sebenarnya sudah ada yang menyusun kriterianya seperti
Nasional Education Asisiation (NEA) menyarankan kriteria sebagai berikut:
1.
jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2.
jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu
yang khusus.
3.
jabatan yang membutuhkan profesional yang lama.
4.
jabatan yang memerlukan ”latihan dalam jabatan”
yang berkesinambungan.
5.
jabatan yang menjanjikan karir hidup dan
keanggotaan yang permanen.
6.
jabatan yang menentukan standarnya sendiri.
7.
jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas
keuntungan pribadi.
8.
jabatan yang mempunyai organisasi profesional
yang kuat dan terjalin erat.[21]
Guru
merupakan suatu jabatan yang memerlukan intelektual yang tinggi, karena
pembelajaran merupakan kegiatan intelektual, dimana guru mentransfer sejumlah
ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Untuk menjadi seoran guru harus
mengikuti pendidikan khusus keguruan yang membutuhkan waktu yang lama. Guru
merupakan jabatan profesional yang memerlukan latihan secara berkesinambungan
agar dapat mempertahankan profesionalismenya. Jabatan guru adalah sebuah
profesi yang menjanjikan karena guru memiliki pendapatan yang pasti bahkan saat
ini pendapatan guru semakin bertambah dengan adanya sertifikasi, hal ini
semata-mata bertujuan untuk menjamin kesejahteraan guru, agar guru terus
berusaha untuk memajukan diri.
Guru
bertugas memberi pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik, untuk itu guru
harus memberikan layanan yang terbaik kepada peserta didik agar tujuan yang
dirumuskan dapat tercapai dengan maksimal, guru yang baik adalah guru yang
lebih mengutamakan kepentingan peserta didik di atas kepentingan pribadi.
Jabatan
guru memiliki organisasi sebagai tempat perkumpulan para guru yang membahas
segala hal yang berkaitan dengan pendidikan baik itu tentang
informasi-informasi dunia pendidikan, masalah yang dihadapi guru dalam proses
pembelajaran, usaha-usaha perbaikan yang harus dilakukan untun memajukan
pendidikan dan lain sebagainya. Organisasi guru merupakan wadah yang menampung
semua aspirasi dan keluh kesah guru. Organisasi ini berdiri atas dasar
undang-undang yang berlaku sehingga keberadaannya dijamin oleh pemerintah dan
setiap anggotanya mempunyai hubungan komunikasi yang baik, baik hubungan guru
dengan organisasi maupun hubungan guru dengan para anggota lainnya di
organisasi tersebut.
Selain
kriteria di atas, guru sebagai tenaga profesional juga memiliki karakteristik
tertentu. Para ahli pendidikan berbeda-beda dalam menentukan karakteristik
kompetensi profesional seorang guru, hal ini disebabkan karena sudut pandang
yang berbeda dalam melihat suatu masalah, perbedaan lingkungan dan kultural.
Karakteristik menurut Marten adalah:
1.
memberikan suatu layanan sosial yang unik,
tertentu dan esensial.
2.
penekanannya pada teknik-teknik secara
intelektual dalam menunjukkan layanan.
3.
membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh
keahliannya.
4.
rentangan otonominya luas sebagai praktisi baik
secara individual maupun kolektif.
5.
diterima secara praktisi akan tanggung jawab
personalnya secara meluas berkenaan dengan penilaian yang dibuat dan tindakan
yang ditunjukkan.
6.
penekanan organisasional lebih pada layanan yang
memberikan dari pada pemerolehan ekonomik.
7.
memiliki organisasi profesional yang mandiri.
8.
adanya kode etik.[22]
Pada
hakikatnya, penentuan karakteristik guru adalah untuk mendapatkan guru yang
baik dan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan
tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan secara umumnya. Ada beberapa
indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten
secara profesional.
- mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik.
- mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat.
- mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan sekolah.
- mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di sekolah.[23]
Karakteristik
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
- tanggung jawab guru
guru
profesioanal harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab
dalam bidang pendidikan. Guru selaku pendidik bertanggung jawab dalam
mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi penerus sehingga terjadi
sebuah proses yang disebut konservasi nilai, karena melalui sebuah pendidikan
diharapkan terciptanya nilai-nilai baru yang lebih baik yang patut diwariskan
kepada generasi muda.
Tanggung
jawab guru secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.
tanggung jawab moral
setiap
guru profesional berkewajiban menghayati dan mengamalkan pencasila dan bertanggung
jawab mewariskan moral pancasila pada generasi muda.
b.
tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah
Bahwa
guru bertanggung jawab dalam melaksanakna pendidikan di sekolah dengan
memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa. Tanggung jawab ini
direalisasikan dalam menguasai cara belajar mengajar yang efektif, mampu
mengembangkan kurikulum, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran yang efektif, menjadi model bagi para siswa,
memberikan nasihat, melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mengembangkan
potensi para siswa.
c.
tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan
guru
bukan hanya bertanggung jawab terhadap
pendidikan di sekolah saja, tetapi guru harus bertanggung jawab dalam bidang
kemasyarakatan, karena segala sesuatu yang diterima siswa di sekolah akan
diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Guru turut bertanggung jawab memajukan
persatuan dan kesatuan bangsa, menyukseskan pembangunan nasional, serta
mengabdi dan melayani masyarakat.
d.
tanggung jawab dalam bidang keilmuan
guru
selaku ilmuan bertanggung jawab untuk memajukan ilmu, terutama ilmu terhadap
bidang studi yang diajarkan. Tanggung jawab ini dilaksanakan dengan
melaksanakan penelitian dan pengembangan disiplin ilmu yang dimilikinya.
- peran dan fungsi guru
peranan
guru adalah terciptanya serangkaian tinggkah laku yang saling berkaitan yang
dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan
perubahan tingkah dan perkembangan siswa yang menjadi target utama. Secara umum
peran dan fungsi guru dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
guru sebagai pendidik dan pengajar
Sehubungan
dengan peranan guru sebagai pendidika dan pengajar, guru harus menguasai ilmu
pengatahuan yang luas, menguasai bahan-bahan pelajaran serta ilmu-ilmu lainnya
yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya, menguasai teori dan
praktek mendidik, teori kurikulum, metode pengajaran, teknologi pendidikan,
teori evaluasi dan psikologi mengajar.
Sebagai
seorang pengajar guru harus memiliki tujuan yang jelas sehingga peserta didik
memahami tujuan yang harus dicapai dan usaha yang harus dilakukan.
b.
guru sebagai anggota masyarakat
guru
mempunyai peran sebagai anggota masyarakat, untuk itu guru harus bersikap
terbuka, tidak bertindak secara otoriter, memiliki rasa simpati dan empati, dan
mampu mengembangkan pergaulan dengan masyarakat, sehingga terjalin hubungan
yang harmonis antara guru dengan masyarakat sekitar serta adanya dukungan dari
masyarakat dalam memajukan pendidikan.
- tujuan pendidikan disekolah
tujuan pendidikan di
sekolah sering disebut dengan tujuan institusional atau tujuan kelembagaan,
artinya antara lembaga-lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang berbeda-beda
sesuai dengan misinya masing-masing. Untuk itu guru digarap mampu bekerja dan
berusaha untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
- peran dan fungsinya dalam pembelajaran
keberhasilan
guru melaksanakan peranannya dalam bidang pendidikan sebagian besar terletak
pada kemampuannya melaksanakan berbagai peranan yang bersifat khusus dalam
situasinya mengajar dan belajar. Dalam buku karangan E. Mulyasa sedikitnya
terdapat sembilan belas peran guru, yaitu guru sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, palatih, penasihat, pembaharu (inovator), modal dan teladan,
pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin,
pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan sebagai kulminator.
E.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Kompetensi Profesional Guru Matematika
Rendahnya
mutu pendidikan telah memberikan akibat langsung pada rendahnya mutu sumber
daya manusia, karena proses untuk melahirkan sumber daya manusia yang bermutu
hanya bisa melalui jalur pendidikan dan proses pembelajaran yang bermutu pula.
Rendahnya mutu pendidikan tidak terlepas dari kondisi para guru sebagai salah
satu unsur penyelenggaraan pendidikan.
Untuk
memperbaiki mutu pendidikan nasional harus dimulai dengan peningkatan mutu guru
dan tenaga kependidikan secara umum. Salah satu yang menyebabkan rendahnya mutu
guru adalah karena rendahnya tingkat kompetensi profesional guru.
Menurun
atau meningkatnya mutu kompetensi profesional seorang gutu baik itu guru
matematika atau bidang studi lainnya sangat dipengaruhi oleh dua faktor yang
saling berkaitan, yaitu faktor dalam diri guru dan dari luar diri guru.s
- Faktor dalam diri guru
faktor
yang sangat berpengaruh dalam pengembangan kompetensi profesional seorang guru
adalah faktor dari dalam diri guru tersebut. Guru yang dapat mengetahui
kekurangan dan kelebihan dirinya serta dapat menentukan apa yang terbaik bagi
dirinya dan peserta didiknya adalah guru yang profesional yang selalu berusaha
untuk memperbaiki diri menjadi yang terbaik. Adapun faktor-faktor tersebut
diantaranya, adalah:
a.
Kecerdasan, keterampilan dan kecakapan
kecerdasan
adalah kemampuan mental yang dimiliki seeorang dalam memecahkan masalah yang
dihadapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mampu memecahkan problem
yang dihadapi dengan cepat dan tepat.[24]
Keterampilan
adalah sanggup melakukan sesuatu, mampu tangkas dalam menelaah dan menganalisa
suatu problem. Dan kecakapan kemampuan, kesanggupan atau kemahiran mengerjakan
sesuatu.[25]
kecerdasan,
keterampilan dan kecakapan harus dimiliki oleh seorang guru, tanpa ketiga hal
tersebut seorang gutu tidak akan dapat mengajar dengan baik, guru akan
mengalami banyak kendala di dalam mengajar dan mengembangkan profesinya.
b.
Minat dan bakat
Minat
adalah dorongan dari dalam diri manusia yang didasari dengan pertimbangan pikiran dan perasaan
pribadi seseorang yang menimbulkan kegiatan yang terarah untuk mencapai tujuan
yang sesuai dengan kebutuhan hidup.[26]
Minat
sering disebut juga dengan keinginan. Untuk itu guru diharapkan memiliki
keinginan yang kuat untuk mengembangkan diri kearah yang lebih maju, agar
meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam diri guru tersebut. Sehingga tujuan pendidikan
tercapai dengan sempurna.
Bakat
merupakan potensi atau kemampuan dan keahlian seseorang dalam suatu bidang
tertentu yang dapat menentukan kesuksesan seseorang.[27] Seseorang bekerja harus
sesuai dengan bakat yang dimiliki agar pekerjaan yang dilakukan menuai
kesuksesan. Di dalam mengajar seorang guru harus memiliki bakat mengajar,
apabila seorang guru tidak memiliki bakat maka guru tersebut akan memiliki
kesulitan ketika berhadapan dengan peserta didik dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan. Tanpa bakat dan minat akan sulit bagi seorang guru untuk
mengembangkan profesinya.
c.
Motivasi
Motivasi
terbentuk dari tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam diri dan luar diri
manusia. Terhadap tenaga-tenaga tersebut para ahli memberikan istilah yang
berbeda, seperti desakan (drive),
motif (motive), kebutuhan (need) dan keinginan (wish).[28] Keempat hal tersebut
saling berkaitan.
Motivasi
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu kegitan, motivasi memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi suatu kegiatan tersebut, selain itu motivasi juga
dipengaruhi oleh tujuan. Makin tinggi tujuan yang ingin dicapai, maka semakin
besar motivasinya, dan makin besar motivasi akan makin kuat usaha yang
dilakukan.
Seorang
guru harus memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuannya yaitu menjadi
seorang guru yang profesional, selain motivasi yang besar,, juga harus diiringi
dengan usaha yang kuat.
d.
Kesehatan
Seorang
guru harus memiliki badan yang sehat dan mental yang kuat. Seorang guru tidak
boleh memiliki mental yang terganggu seperti pemalu, penakut dan sebagainya,
guru yang mempunyai mental yang terganggu tidak mungkin dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik.
Selain
mental yang kuat guru juga harus berbadan sehat, karena dengan tubuh sehat akan
melahirkan pikiran yang sehat dan melancarkan proses belajar. Tubuh sehat akan
melahirkan pikiran yang sehat. Ia melancarkan proses belajar mengajar di
sekolah.
e.
Kepribadian
Kepribadian
berasal dari bahasa Yunani ”per” dan
”sonare” yang berarti topeng, dan juga berasal dari kata ”personae” yang berarti
pemain sandiwara, yaitu pemain sandiwara yang memakai topeng.[29]
Setiap
guru memiliki kepribadian yang berbeda-beda, hal inilah yang membedakan
seseorang. Kepribadian sebenarnya merupakan suatu masalah yang abstrak yang
hanya dapat dilihat melalui penampilan, tindakan dan ucapan dalam menghadapi
setiap persoalan dan dalam pergaulan sehari-hari. Guru harus memiliki
kepribadian yang mencerminkan seorang figur yang patut untuk ditiru.s
- faktor dari luar diri guru
faktor
dari luar diri guru adalah semua elemen yang berada di lingkungan sekitar guru
tersebut, baik itu keluarga, masyarakat
dan pemerintah. Faktor-faktor tersebut misalnya, dorongan dan dukungan
dari masyarakat, dengan adanya masyarakat yang terus memberi dukungan dan
kritikan yang bersifat membangun akan memberikan motivasi bagi guru untuk terus
maju dan memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Motivasi
tidak hanya datang dari dalam diri seseorang tapi motivasi juga dapat timbul
dari luar diri seseorang, melalui dukungan dan tujuan yang hendak diraih. Namun
situasi dan keadaan dapat mempengaruhi guru untuk mengembangkan profesinya,
seperti keadaan tidak aman pada daerah yang ditempati, adanya ancaman, dan kondisi sosial guru yang berada di bawah
kesejahteraan. Dengan adanya sedemikian rupa akan menghambat guru untuk
meningkatkan profesionalitasnya di dalam mengajar.
F.
Upaya-upaya Meningkatkan
Profesional Guru Matematika
Guru memegang peranan utama
dalam pembangunan pendidikan, khususnya dapam pendidikan formal di sekolah.
Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama kaitannya
dalam proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh
terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena
itu, upaya perbaikan apapun dilakukan untuk meningkatkan kualitas
profesionalisme guru.
Setiap guru diwajibkan untuk
mengembangkan profesionalitasnya, hal ini disebabkan karena semakin kompleks
tututan tugas guru bidang studi, berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, seni
dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan di sekolah cenderung bergerak maju
sehingga guru dituntut untuk menguasainya secara profesional, dan setiap guru
dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara
terarah, berencana dan berkesinambungan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Untuk meningkatkan
profesionalitas guru perlu adanya kerja sama yang baik dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan masyarakat. Terlepas dari itu semua
guru juga harus ikut berperan aktif dalam meningkatkan kualitas profesional,
tanpa didukung oleh peran aktif guru, maka semua usaha yang dilakukan
pemerintah akan sia-sia belaka.
Usaha yang dapat dilakukan
guru adalah dengan mengikuti penataran, berbagai kegiatan seminar,
program-program untuk meningkatkan kompetensi profesional, melanjutkan
pendidikan seperti pendidikan profesi dan mengikuti bimbingan dan arahan dari
kepala sekolah.
Pemerintah melakukan berbagai
upaya untuk mengembangkan standar kompetensi guru, antara lain dengan
disahkannya undang-undang guru dan dosen yang ditindaklanjuti dengan
pengembangan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang guru dan dosen,
kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi
guru.[30]
Pemerintah mengembangkan
berbagai strategi dalam rangka meningkatkan standar kompetensi dan
profesionalitas guru, antara lain sebagai berikut:
1. penyelenggaraan pendidikan
untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, dan pendidikan profesi
untuk memperoleh sertifikasi pendidik.
2.
pemenuhan hak dan kewajiaban guru sebagai tenaga profesional sesuai dengan
prinsip profesionalitas.
3.
penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian guru sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik,
kompetensi, maupun sertifikasi yang dilakukan secara merata, objektif,
transparan, dan akuntabel untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
4.
penyelenggaraan kebikan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi
guru untuk meningkatkan profsionalitas dan pengabdian profesional.
5.
peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadapa guru
dalam melaksanakan tugas profesional.
6.
pengakuan yang sama antara guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan masyarakat dengan guru yang bertugas pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah.
7.
pengaturan tanggung jawab dan kewajiaban pemerintah dan pemerintah daerah
dalam merealisasikan anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru
sebagai tenaga profesional, dan
8.
peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru.[31]
Dalam
rangka meningkatkan kemampuan profesionalisme guru, pemeintah juga meningkatkan
sertifekasi dan uji kompetensi secara berkala, agar kinerja guru terus
meningkat dan tetap memenuhi syarat profesional. Usaha yang dilakukan
pemerintah tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh peran
aktif dari guru itu sendiri.
Peningkatan
kemampuan profesional guru bukan sekedar diarahkan kepada pembinaan yang lebih
bersifat aspek-aspek administratif kepegawaian tetapi harus lebih kepada
peningkatan kemampuan profesionalnya dan komitmen sebagai seorang pendidik. Hal
ini sejalan dengan pendapat Gliekman bahwa ”guru profesional memiliki dua ciri
yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang tinggi.[32]
[1] Depaetemen Pendidikan nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Ed. Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 584.
[2] Moh. User Usman, menjadi guru
profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 14.
[3] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 5.
[4] Piet A. Suhertian dan Ida Alaida, Supervisi
Pendidikan Dalam Rangka Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal.4.
[5] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis
Kompetensi Konsep, Karakteristik dan Impelementasi, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2005), hal. 38.
[6] Depaetemen Pendidikan nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Ed. Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.
897.
[7] Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun
Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas Jakarta, 2006), hal. 102.
[8] Kunandar, guru profesional
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (KTSP) dan Sukses
Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 48.
[9] Depdikbud, Program Akta Mengajar V-B
Komponen Dasar Pendidikan. Buku II, Modul Pendidikan Tenaga Kependidikan
Berdasarkan Kompetensi, (Jakarta: UT, 1985), hal 25-26.
[10]
Soedijarto, Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana, 1993), hal. 60-61.
[11] Abdur Rachman Shaleh, Madrasah dan
Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 275.
[12] Sri Suyanta, Profesional Guru,
(Tantangan dan Harapan) , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 28.
[13]Tim MKPBM, Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI 2001), hal. 56.
[14]
Siska Amalia, (2008), Kompetensi Guru
Menggunakan Alat Peraga Dalam Mengajarkan Bidang Studi Matematika di MTsN Cot
Glumpang Kec. Glumpang Baro Kabupaten Pidie, hal. 18.
[15]
Anwar Arifin, Profil Baru Guru dan Dosen
Indonesia, (Jakarta: Pustaka Indonesia,
2007), hal. 110.
[16] Ibid, hal. 112.
[17] Anwar
Arifin, Profil Baru Guru dan Dosen
Indonesia, (Jakarta: Pustaka Indonesia,
2007), hal. 130.
[18] Ibid, hal. 141.
[19]
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan kompetensi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2005), hal. 37.
[20]
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan
Dasar Gutu Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1992), hal. 9.
[21]
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi
Keguruan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004), hal. 18.
[22] Sri Suyanta, Profesional Guru,
(Tantangan dan Harapan).............hal. 187.
[23] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 18.
[24]
Sutrahit Tirtonegoro, Anak Supernormal
dan Program Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1994), hal. 20.
[25] Ibid, hal. 21.
[26]
Slameto, Belajar dan Faktor yang
Mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 56.
[27] Ibid, hal 57.
[28]
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan
Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung:
Remaja Rosda karya, 2004), hal. 61.
[29] Ibid, hal. 136.
[30] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hal. 6.
[31] Ibid, hal. 7.
[32] Ibid, hal. 13.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Rancangan Peneitian
Dalam setiap penelitian memerlukan metode yang mengumpulkan data tentang
masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan field
research, yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan penelitian lapangan. Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh data dan keterangan yang terdapat dalam tempat
penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik dan instrumen pengumpulan data
melalui angket (kuisioner) yang diberikan kepada siswa, wawancara (interview)
terhadap kepala sekolah dan guru matamatika yang bersangkutan, observasi dan
telaah dokumentasi.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MAN Model Banda Aceh selama 1 (satu)
minggu yaitu dari tanggal 20 September sampai dengan 26 September 2010.
C.
Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah seluruh siswa
di kelas dan guru matematika yang ada di MAN Model Banda Aceh, dan siswa yang
menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas 2 sebanyak 4 kelas, dan yang
diambil adalah sebanyak 20 siswa untuk tiap kelas.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan
Data
- Instrumen pengumpulan data
- Observasi (pengamatan)
Observasi merupakan metode
pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan terhadap objek yang diteliti.
- Wawancara (interview)
Wawancara (interview)
adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi
dari terwawancara[1]. Wawancara sangat dibutuhkan dalam dalam
suatu penelitian agar memperoleh suatu yang akurat. Dalam wawancara ini penulis
melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan beberapa guru Matematika yang
bersangkutan untuk memperoleh informasi secara jelas dan mendalam.
- Angket (kuisioner)
Kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya.[2] Dalam penelitian ini angket disusun dalam
bentuk pertanyaan yang tediri dari 25 item. Angket akan divalidasi oleh 2 orang
dosen dan 2 orang guru. Agket berisikan pertanyaan seputar kompetensi guru Matematika.
- Telaah dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata
dokumen, yang berarti barang-barang tertulis. Metode ini digunakan ketika
mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan baik itu berupa dukomen,
tabel, majalah dan sebagainya. Metode dukumen merupakan salah satu metode
penting dalam suatu penelitian dengan mengumpulkan informasi yang telah ada
melalui badan atau lembaga terkait.
- Teknik pengumpulan data
- Observasi
Dalam hal ini peneliti
mengadakan observasi langsung yaitu pengamatan langsung terhadap pelaksanaan
kompetensi guru dalam pembelajaran Matematika.
- Wawancara (interview)
Wawancara yang dilakukan
adalah wawancara bebas terpimpin dan terbuka. Wawancara terbuka dimana para
subjek yang diwawancara mengetahui bahwa mereka sedang diwawancara dan
mengatahui pula tujuan dan maksud dari wawancara tersebut, sedangkan wawancara
bebas terpimpin dimana pewancara bebas menanyakan apa saja kepada terwawancara
dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.
- Angket (kuisioner)
Angket diberikan kepada siswa
yang terpilih menjadi sampel penelitian. Pertanyaan dalam angket terutama
berisikan hal-hal seputar kompetensi guru metematika khususnya yang berhubungan dengan pendekatan
fungsional (aktivitas) mengajar guru. Kuisioner terdiri terdiri 25 item
dengan option 4 pilihan jawaban untuk tiap item.
1.
Untuk memilih option (a) diberi bobot 4
2. Untuk memilih option (b) diberi bobot 3
3. Untuk memilih option (c)
diberi bobot 2
4. Untuk memilih option (d)
diberi bobot 1
- Dokumentasi
Dalam penelitian ini penulis
menelaah dokumen data jumlah siswa dan data jumlah guru.
E.
Teknik Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul dari hasil pengumpulan data, maka data-data
tersebut diolah untuk mendapatkan suatu kesimpulan akhir. Adapun cara mengolah
data adalah sebagai berikut:
- Analisis data observasi, wawancara dan telaah dokumentasi
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa
univariat. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi
dicatat dan dikumpulkan, kemudian kadangkala disajikan dalam benruk tabel
distribusi frekuensi dan persentase. Dan kadang pula dipaparkan secara naratif.
- Analisis data angket
Untuk mempermudah pengolahan data maka peneliti memberi skor pada
masing-masing pilihan pada setiap nomor soal pada angket seperti yang telah
dijelaskan pada metode pengumpulan data. Kemudian data diolah dengan menggunakan skala sikap dari likert dengan
langkah-langkah sebagai barikut:
- Menghitung persentase siswa yang menilai pada setiap pilihan dari setiap indikator.
Keterangan: P = Harga
persentase yang dicari
f = Frekuensi yang
muncul
N = Jumlah
Sampel[3]
- Memberikan skor pada setiap hasil pilihan siswa.
- Menjumlahkan skor yang diperoleh setiap guru untuk semua indikator.
Selanjutnya skor dari masing-masing
indikator untuk masing-masing guru dibagi dengan jumlah siswa, maka diperoleh
rata-rata guru. Hasil akhir inilah yang menunjukkan katagori kompetensi
guru-guru matematika dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan.
Kriteria skor
rata-rata untuk respon siswa adalah sebagai berikut:[4]
3 < skor
rata-rata 4 = sangat positif
2 < skor
rata-rata 3 = positif
1 < skor
rata-rata 2 = negatif
0 < skor
rata-rata 1 = sangat negatif
[1]
Arikunto, Suharsimi, Metodelogi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 157.
[2] Nuralam,
Metode Penelitia, Hal. 34.
[3] Sudjana, Metode Statistika,
(Bandung: Tarsito, 1996), hal. 50.
[4] Sukardi, Metodelogi Penelitian;
Kompetensi dan Prakteknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 147.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar