View My Stats

Jumat, 03 Februari 2012

(SKRIPSI) = = PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING PADA MATERI TABUNG DI KELAS VIII MTsS DARUSSYARI’AH 2007/2008



PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING  PADA
MATERI TABUNG DI KELAS VIII MTsS
DARUSSYARI’AH 2007/2008



SKRIPSI




Diajukan Oleh:


HAYATUN NUFUS
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah
Jurusan Pendidikan Matematika
NIM : 260 414 558


















FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM, BANDA ACEH
1429 H/2008 M










ABSTRAK


            Setiap proses pendidikan dalam bidang pendidikan, kemampuan memahami suatu materi sangat dipengaruhi oleh metode yang digunakan oleh guru. Penggunaan metode yang sesuai dengan materi pelajaran sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam memahami pelajaran. Model Quantum Teaching  dapat menjadi salah satu alternatif bagi guru dalam pembelajaran matemsatika, khususnya pada materi tabung. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pembelajaran Quantum Teaching Pada Materi Tabung di kelas VIII MTsS Darussyari’ah 2007/2008”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran materi tabung yang efektif dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan komponen yeng terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Yang menjadi subjek penelitian adalah kelas VIII-2 MTsS Darussyari’ah. Untuk mendapatkan data kegiatan aktifitas siswa, kemampuan guru, tes hasil belajar, dan angket respon siswa, maka peneliti melakukan penelitian. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan persentase sesuai dengan kriteria keefektifan yang telah ditentukan. Penelitian ini berlangsung selama tiga siklus. Pada siklus I pembelajaran masih belum efektif karena semua kriteria keefektifan belum tercapai. Siklus II dan III pembelajaran sudah efektif namun aktifitas siswa masih diluar waktu ideal. Sehingga hasil penelitian yang berlangsung selama tiga siklus menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching sudah baik, karena tiga dari empat kriteria keefektifan tercapai, yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, respon siswa, serta ketuntasan hasil belajar adalah efektif.






DAFTAR ISI
                                                           
                                                                                                   Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................    iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................     vi
DAFTAR TABEL..................................................................................................    viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................    ix
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................    x
ABSTRAK.............................................................................................................    xi
BAB I             PENDAHULUAN………………………………………………..    1
A.     Latar Belakang Masalah     1
B.     Pertanyaan Penelitian    ..............................................................     5
C.     Tujuan  Penelitian    ....................................................................     5
D.     Definisi Operasional   ................................................................. 5
E.      Manfaat Penelitian  .................................................................... 7
F.      Anggapan Dasar Penelitian..........................................................    8

BAB II            KAJIAN PUSTAKA……………………………………………      9
A.     Hakikat belajar Matematika........................................................    9
B.     Quantum Teaching………….                                                   ……..        20
C.      Efektivitas Pembelajaran…………………................................   24 
D.     Materi Tabung...................................   ......................................    24
E.      Pembelajaran Materi tabung dengan Model
Quantum teaching.....................................................................    28

BAB III          METODE PENELITIAN……………………………………….   32
A.     Jenis Penelitian        ....................................................................    32
B.     Subjek Penelitian…………….    35
C.     Teknik Pengumpulan Data..........................................................    36
D.     Teknik Pengolahan Data        .....................................................    36

BAB IV           HASIL PENELITIAN…………………………………………..    40
A. Siklus I………………………………………………………… 40
B. Siklus II………………………………………………………... 48
C. Siklus III………………………………………………………..  55

BAB V            PEMBAHASAN………………………………………………….   61
A.     Aktivitas Siswa selama Pembelajaran       61
B.     Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran      64
C.     Hasil Belajar Siswa    .................................................................    67
D.     Respon Siswa…………………………………………………. 68

BAB VI           PENUTUP………………………………………………………..   70
A.     Kesimpulan   .............................................................................    70
B.     Saran                                                                                             70

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………     72
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP























 
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus  dapat memberikan wahana yang memungkinkan matematika berkembang dengan pesat. Perkembangan pendidikan matematika yang begitu pesat menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pengajaran yang lebih terarah pada penguasaan konsep matematika. yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan kerjasama yang efektif. Cara berfikir yang seperti ini dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika.
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan guru dan siswa guna mencapai suatu tujuan tertentu. Mengajar merupakan suatu usaha guru untuk merangsang anak agar belajar dan berfikir serta menentukan sendiri jawaban atas persoalan yang dihadapinya.[1]
Guru sebagai pengajar dan pendidik berfungsi sebagai pemicu keberhasilan siswa. Sedangkan siswa merupakan sasaran pendidikan yang sekaligus sebagai salah satu alat ukur dalam penentuan tingkat keberhasilan pada proses pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran.[2] Untuk itu selain penguasaan materi seorang guru dituntut memiliki ketrampilan dalam menyampaikan materi yang diajarkan dan mampu menciptakan suasana belajar alamiah yang menarik sehingga siswa termotivasi dan aktif dalam usaha belajar mengajar.
Menurut Gazzaniga “Dorongan biologis itu sederhana, kemampuan atau ketrampilan baru akan berkembang jika diberikan model lingkungan yang sesuai”.[3] Siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan belajarnya tercipta secara alamiah, belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami langsung apa yang dipelajari bukan sekedar mendengar teori saja.
Berdasarkan hasil observasi penulis pada saat melakukan PPL menunjukkan bahwa pelajaran matematika masih dianggap susah. Kesan sulitnya pelajaran matematika menyebabkan siswa enggan untuk mempelajari matematika. Selain matematika bersifat abstrak, kurangnya pemahaman siswa dalam memahami konsep dasar matematika menjadi penyebab utama kegagalan siswa dalam mempelajari matematika di tingkat lanjut. Karena seseorang akan lebih mudah mempelajari suatu ide atau konsep apabila dasar dari konsep itu betul-betul dikuasainya. Herman Hudojo mengatakan bahwa, “Siswa yang tidak mengerti konsep tertentu menyebabkan tidak mengertinya konsep-konsep lain sehingga konsep itu saling berkaitan secara logis”.[4]
Konsep geometri merupakan salah satu konsep matematika yang harus dikuasai oleh siswa SMP atau MTs. Penguasaan konsep-konsep dalam geometri merupakan hal utama yang harus dipahami oleh setiap siswa. Tabung merupakan salah satu bangun ruang sisi lengkung (BRSL) yang merupakan bahagian dari bahasan geometri. Kompetensi dasar yang diharapkan dari pembelajaran bangun ruang sisi lengkung khususnya tabung adalah memahami unsur-unsur tabung, menghitung luas selimut dan volume tabung serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan tabung.
 Bentuk-bentuk bangun ruang banyak sekali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, terkadang siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep volume bangun ruang, khususnya tabung dalam kehidupan sehari-hari. Upaya untuk mengatasi kesulitan siswa tersebut diantaranya guru harus menyadari tentang perlunya memahami berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Oleh karena itu perlu dikembangkan cara pendekatan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya.
Model pembelajaran Quantum Teaching merupakan suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa langsung mengalami permasalahan, menemukan sendiri jawaban atas permasalahan dan beraktivitas sesuai dengan kompetensi yang ingin kita capai saat ini. Quantum Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya yang terfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas.[5]
Azas utama Quantum Teaching adalah bawalah dunia mereka kedunia kita, antarkan dunia kita kedunia mereka, merupakan suatu azas yang sangat sesuai jika digunakan dalam pembelajaran matematika, terutama pada materi tabung. Terlebih dulu guru memasuki dunia siswa, sehingga akan memudahkan guru untuk mentransfer ilmu pengetahuan dengan cara menggaitkan suatu keadaan yang sering dialami siswa dengan pelajaran yang akan dipelajarinya.
Dengan model Quantum Teaching, diharapkan guru mampu membuat materi Bangun Ruang Sisi Lengkung khususnya tabung lebih mudah dipahami siswa dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa mampu memperkuat konsep matematika.
Selain berbagai pendekatan yang harus dipahami, seorang guru juga harus melihat kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran yang telah dilakukannya guna memperbaiki proses belajar mengajar yang lebih maksimal misalkan perbaikan dalam menyusun rencana pemebelajaran. Sebagai referensi, guru dapat memilih satu paket penelitian yang didalamnya terdapat langkah-langkah yang membuat guru terus memperbaiki kesalahannya. Hal tersebut bermanfaat sebagai tolak ukur bagi guru untuk melihat sejauh mana keberhasilannya didalam melaksanakan rencana pembelajaran yang telah disusun.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan: apakah model pembelajaran Quantum Teaching efektif diterapkan untuk mengajarkan materi  tabung di kelas VIII MTsS Darussyari’ah Banda Aceh. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pembelajaran
 Quantum Teaching pada Materi Tabung di Kelas VIII MTsS Darussyaria’ah 2007/2008”
B.     Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:
1.  Bagaimana pembelajaran materi tabung yang efektif dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching?

C.     Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian adalah:
1.   Untuk mengetahui pembelajaran materi tabung yang efektif dengan menggunakan  model pembelajaran Quantum Teaching.

D.    Definisi Operasional

Beberapa definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Pembelajaran berasal dari kata belajar yang berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, sedangkan menurut Suyitno Pembelajaran adalah upaya untuk mencipatakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa.[6] Adapun yang penulis maksud dengan pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara guru, siswa dan sumber belajar yang di susun secara sistematis untuk membantu siswa dalam memperoleh ilmu.
2.      Quantum Teaching adalah suatu model pembelajaran yang menawarkan cara-cara baru untuk memaksimalkan pembelajaran dengan menggubah suasana belajar yang membosankan menjadi meriah dan menyenangkan sehingga dapat melejitkan prestasi siswa, dengan kerangka rancangan pembelajaran Quantum Teaching, yaitu: Tumbuhkan (T), Alami (A), Namai (N), Demonstrasikan (D), Ulangi (U), Rayakan (R), Quantum Teaching dapat meningkatkan prestasi belajar siswa menjadi sesuatu yang akan bermanfat.
3.       Mukhlis dalam Nurjannah mengatakan “efektivitas adalah seberapa besar pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai berdasarkan (1) ketuntasan belajar, (2) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, (3) aktivitas siswa, (4) respon siswa terhadap pembelajaran”.keefektifan pembelajaran yang dimaksud adalah seberapa besar pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai.[7] Adapun yang penulis maksud dengan efektivitas pembelajaran adalah taraf keberhasilan suatu metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran.
4.      Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah  ketrampilan guru dalam menciptakan kondisi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching.
5.      Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, meliputi memperhatikan penjelasan guru, memahami masalah, menemukan cara menyelesaikan masalah, bertanya, mengeluarkan ide dan menarik kesimpulan.
6.      Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap materi yang diberikan dan terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar dengan menggunakan model Quantum Teaching.
7.      Ketuntasan hasil belajar adalah pencapain taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap unit bahan pelajaran, baik secara perorangan maupun klasikal. 
8.      Materi Tabung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu materi yang diajarkan di kelas VIII MTs pada semester genap dengan mengacu pada kurikulum 2004. Tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua lingkaran berhadapan yang kongruen (sama dan sebangun), sejajar, dan terdapat titik pada kedua lingkaran yang bersesuaian dan saling dihubungkan dengan garis lurus.[8]

E.     Manfaat Penelitian

            Berdasarkan latar belakang masalah yang dirumuskan, maka penelitian ini diharapkan mampu menjadi:
1.      Bahan masukan bagi guru khususnya pelajaran matematika untuk dapat mengaplikasikan model Quantum Teaching dalam proses belajar mengajar. Sehingga dapat meningkatkan minat siswa untuk mempelajari matematika.
2.      Bahan masukan bagi siswa bahwa belajar dapat dilakukan dalam suasana santai (menyenangkan) dan tidak membosankan.
3.      Bahan masukan bagi instansi terkait dan bagi pembaca untuk memperbaiki serta meningkatkan mutu pendidikan khususnya matematika di masa yang akan datang.

F.      Anggapan Dasar Penelitian

            Menurut Suharsimi postulat atau anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai tempat untuk berpijak bagi peneliti dalam melakukan penelitian.[9] Sesuai dengan anggapan diatas maka yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian inia adalah :
1.      Penggunaan metode yang tepat dalam proses mengajar belajar dapat menunjang keberhasilan belajar siswa.
2.      Model pembelajaran Quantum Teaching merupakan salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.







[1] Nasution, Teknologi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal 43-44.
[2] Priyoananto, 2007:1 dalam http/www.mathematic.Problem Based Learning.com/php

[3] Hernowo, Quantum Writing.  (Bandung: MLC), hal. 10.

[4]Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan kelas. (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), hal. 128.
[5] ­­DePorter, dkk, QuantumTeaching (Mempraktikakan Quantum Learning di Ruang-ruang kelas ), (Bandung: Kaifa, 2005), hal. 3-4.
[6]Nurjannah, Penerapan model pembelajaran Quantum Teaching pada materi bilangan  bulat, skripsi, (Banda Aceh, FKIP Unsyiah), hal. 5.

[7] Ibid, hal.5.

[8]Sukino, Wilson Simangunsong, Matematika SMP Untuk Kelas VIII, (Jakarta: Erlangga, 2004), hal.367.
[9]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi V, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal.64.








BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.     Hakikat Belajar  Matematika

Hakikat belajar dalam islam merupakan perintah Allah. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq: 1-5 yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.[1] ‘Iqra’, membaca seperti disebutkan dalam terjemahan ayat diatas, merupakan salah satu aktivitas dan cara belajar (dalam konteks menuntut ilmu), sehingga implementasinya menuntut ilmu (belajar) itu wajib menurut islam.
            Dalam perspektif Islam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu muslim-muslimat dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Mujadalah: 11, yaitu:
niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang yang beriman dan berilmu pengetahuan diantara kamu”. (Qs. Al-mujadalah : 11).

Mencermati ayat di atas, bahwa seseorang yang belajar memiliki kelebihan dari ilmu yang telah dipelajarinya. Menurut Mahfud belajar adalah  “suatu perubahan di dalam kepribadian, yang menyatakan diri sebagai pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.[2] Sementara itu Suryabrata  mengemukakan bahwa belajar itu adalah:
a.       Aktivitas yang menghasilkan perubahan dalam diri siswa.
b.      Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya pengetahuan.
c.       Perubahan itu terjadi karena usaha (disengaja) bukan karena kebetulan.[3]
Dari tafsiran di atas, ada beberapa ilmu dasar yang sekaligus menggambarkan pengertian belajar yaitu:
a.       Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dari belum mampu ke arah sudah mampu,  semakin banyak kemampuan yang diperoleh makin banyak pula perubahan yang dialami.
b.      Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau matang, tidaklah dikatakan sebagai hasil belajar.
c.       Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap.
d.      Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif konstan dan berbekas. Suatu sikap sebagai hasil belajar bisa saja di hapus dan diganti dengan sikap yang baru melalui suatu proses belajar yang baru.
Dalam perspektif Islam makna belajar bukan sekedar upaya perubahan perilaku. Tujuan belajar dalam Islam bukanlah mencari rezeki di dunia ini semata, tetapi untuk sampai kepada hakikat memperkuat akhlak, artinya mencari atau mencapai ilmu yang sebenarnya dan akhlak yang sempurna.
Belajar matematika adalah belajar mengenai bahasa proses, teori yang memberikan ilmu tentang sesuatu bentuk. Cockroft mengemukakan bahwa “belajar matematika itu sangat penting karena selalu digunakan dalam segala segi kehidupan dan semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai dengan kebutuhan”.[4]
Johson dan Rising dalam Karso menyatakan :
Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, sifat-sifat atau teori dan aksioma yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau matematika adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan.[5]

            Matematika menurut Johson dan Rising tersebut sesuai dengan kajian ilmu matematika dalam dunia islam yang memperkenalkan tertib aturan (sesuatu yang berpola), keseimbangan (sesuatu yang terukur sebagaimana persamaan matematis), dan keserasian (dapat digunakan untuk menjelaskan ilmu pengetahuan lain secara umum). Ciri utama dari matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika disebut konsisten. Namun, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali dengan cara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika.
Pada setiap jenjang pendidikan yang ada di Indonesia, tidak pernah lepas dari mata pelajaran matematika. Adapun tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu:
1.      Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.[6]

Jelaslah bahwa tujuan mempelajari matematika di sekolah adalah untuk membentuk sikap percaya diri, ulet serta dapat menggunakan penalaran dalam memahami dan memecahkan masalah. Jadi, jika siswa mampu memahami konsep matematika maka siswa tersebut mampu menghadapi berbagai masalah kehidupan dengan lebih bijaksana nantinya.

B.     Quantum Teaching


            Quantum Teaching diperkenalkan oleh Georgi Lazanov, pendidik asal Bulgaria. Kata Quantum sendiri dapat dipahami sebagai “interaksi yang mengubah energi menjadi pancaran cahaya”.[7] Dalam konteks belajar Quantum dapat dimaknai sebagai interaksi yang terjadi dalam proses belajar yang dapat mengubah berbagai potensi yang ada dalam diri siswa menjadi cahaya (hal-hal baru).
            DePorter mengartikan Quantum adalah:
Pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya. Quantum Teaching terfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas. Quantum Teaching menawarkan cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha guru melalui perkembangan hubungan, perubahan belajar dan penyampaian kurikulum.[8]

Interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar aktif yang ada pada siswa dan lingkungannya, sehingga dapat mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi ini mengubah berbagai potensi (kemampuan) dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Menyusun bahan pelajaran yang sesuai merupakan salah satu cara efektif penyajian pembelajaran serta dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa.

1. Peranan dan Azas Utama Quantum Teaching.
            DePorter mengemukakan bahwa guru sangat berpengaruh dalam menentukan kesuksesan siswa. Guru adalah faktor penting dalam lingkungan belajar dan kehidupan siswa. Jadi, peran guru lebih dari sekadar pemberi ilmu pengetahuan tapi guru adalah rekan belajar, model pembimbing, fasilitator yang akan mengubah kesuksesan siswa.[9] Dengan menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching diharapkan guru dapat meningkatkan kemampuan dan prestasi belajar siswa.
            Azas utama Quantum Teaching adalah “bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”.[10] Azas ini mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia siswa sebagai langkah pertama. Seorang guru dituntut untuk mengenali dunia siswa, dimulai dari peristiwa, pikiran, dan perasaan yang diperoleh dari kehidupan nyata siswa tentang hubungan sosial, seni, rekreasi, atau pengetahuan mereka.
Seorang guru harus mampu menjembatani jurang yang ada antara dunia guru dan dunia siswa. Hal ini akan memudahkan guru dalam membangun jalinan karena guru telah diberi izin untuk memasuki dunia siswa, yaitu dengan cara mengaitkan apa yang kita ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan dan lingkungan siswa sehari-hari.
            Setelah kaitan itu terbentuk maka guru dengan leluasa dapat membawa siswa ke dunia guru dengan memberi pemahaman guru tentang isi materi, disinilah kosa kata baru, rumus, penyelesaian, dan lain-lain diberikan. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan yang lebih mendalam, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru. Pada kesempatan ini bukan hanya siswa yang mendapat pengetahuan baru, tetapi pengetahuan guru juga akan meluas dengan mendapatkan masukan-masukan dari siswa.

2. Prinsip-prinsip Quantum Teaching
Quantum Teaching memiliki lima prinsip perancangan pengajaran yang efektif, yaitu : segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.[11] Kelima prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Segalanya berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga gerak-gerik (bahasa tubuh guru), dan ruang kelas, semuanya menyampaikan pesan tentang belajar. Suasana kelas ditata dengan penuh kegembiraan. Cara menjalin simpati dengan siswa, bahasa yang dipilih familiar, semua akan membawa kegembiraan dalam belajar.
b. Segalanya bertujuan
   Semua yang dipraktekkan, disampaikan guru, serta yang terjadi dalam proses belajar mempunyai tujuan tersendiri dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Di kelas, mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran, menjadi pelajar yang baik, serta mengembangkan ketrampilan yang dimiliki merupakan  tujuan yang sama bagi seluruh siswa.
c. Pengalaman sebelum pemberian nama
Proses belajar yang paling baik ketika siswa telah mendapatkan dan  mengalami informasi sebelum memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
d. Akui setiap usaha
   Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan yang mengandung resiko, maka setiap usaha yang ditempuh siswa sudah selayaknya mendapat pengakuan atas kepercayaan diri mereka dari guru.
e. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
   perayaan adalah sarapan para juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan emosi positif para pelajar.

3. Kerangka rancangan pembelajaran Quantum Teaching
Rancangan adalah penciptaan kegiatan belajar yang terarah dengan memperhatikan unsur-unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa, mendalami makna dan memperbaiki proses tukar menukar informasi.[12] Kerangka rancangan belajar Quantum Teaching dikenal dengan istilah TANDUR. Yakni: Tumbuhkan (T), Alami (A), Namai (N), Demonstrasikan (D), Ulangi (U), Rayakan (R). DePorter menyatakan bahwa:
 kerangka perancangan Quantum Teaching adalah sebagai berikut :
Tumbuhkan       : Sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan   AMBAK.
Alami                 : Berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan
                              “kebutuhan untuk mengetahui”.
Namai                : Berikan “data” tepat saat minat memuncak.
Demonstrasikan: Berikan kesempatan bagi mereka untuk menaikkan
                              pengalaman dengan data baru, sehingga mereka
                              menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman  pribadi
Ulangi                : Rekatkan gambaran keseluruhan.
Rayakan            : Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.
perayaan menambatkan belajar siswa dengan asosiasi positif.[13]

Dalam proses belajar mengajar kerangka TANDUR dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.   Tumbuhkan
Guru menumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan “Apa manfaat bagiku?”(AMBAK), yaitu menyadari adanya manfaat memepelajari suatu konsep bagi siswa. Karena dengan menyertakan mereka  dalam dapat memanfaatkan pengalaman mereka. Untuk itu, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan manfaatnya bagi siswa.
b.   Alami
      Guru menggaitkan pelajaran dengan pengalaman pribadi siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Karena dengan memanfaatkan apa yang dialami siswa akan memudahkan proses belajar.
c.   Namai
      Setelah siswa mengalami proses belajar sampai siswa menemukan dan menyelesaikan suatu permasalahan maka siswa dan dibantu guru bersama-sama menamai temuan tersebut apakah konsep, simbol, definisi, rumus, dalil atau teori baru.
d.   Demonstrasikan
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan bahwa mereka bisa menyelesaikan masalah-masalah baru yang mirip dengan masalah yang telah dialaminya.
e.   Ulangi
 Melalui tanya jawab atau dengan menyelesaikan satu permasalahan baru, guru mengiring siswa untuk dapat mengulangi materi yang telah dibahas. Kegiatan ini bisa menjadi umpan balik bagi guru untuk mengetahui kemajuan siswa.
f.    Rayakan
         Setiap hasil yang telah dikerjakan siswa menuntun adanya pengakuan dan penghargaan baik berupa pujian atau hadiah bagi siswa yang berprestasi dan memberikan semangat bagi siswa yang kurang aktif. Ini merupakan suatu motivasi bagi siswa untuk mencobanya berulang-ulang.

4. Model pembelajaran Quantum Teaching
            Model Quantum Teaching hampir sama dengan pementasan sebuah simfoni, banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman musik.[14] Quantum Teaching membagi unsur tersebut dalam dua kategori yaitu konteks dan isi. Konteks adalah latar untuk pengalaman, yang merupakan keakraban ruang itu sendiri (lingkungan), semangat konduktor dan para pemain musiknya (suasana), keseimbangan instrumen dan musisi dalam bekerja sama (landasan) dan interpretasi sang maestro terhadap lembaran musik (rancangan). Unsur-unsur ini terpadu dan menciptakan pengalaman bermusik yang menyeluruh.
            Maka untuk mencapai kesuksesan siswa unsur suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian, dan fasilitas yang mendukung aktivitas pembelajaran harus tersusun rapi dan terpadu. Unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
 a.  Suasana yang memberdayakan
Menurut Welberg dan Greenberg menyatakan: bahwa penelitian menunjukkan lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. [15] sehingga suasana dan keadaan ruangan menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi, oleh karena itu hal pertama yang harus dilakukan adalah menata ruang kelas, mengatur bangku sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan selanjutnya menentukan kebijakan kelas. Cara merancang pembelajaran hendaknya dipikirkan sedemikian rupa agar segala sesuatu bermakna untuk pengalaman belajar.
b.   Landasan yang kukuh
Landasan adalah kerangka kerja yang memuat tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur dan aturan bersama yang memberi pedoman bagi guru ataupun siswa untuk bekerja dalam komunitas belajar.[16] Di kelas tujuan yang sama bagi seluruh siswa adalah mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran
c.   Lingkungan yang mendukung.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Cara guru menata ruang kelas, pengaturan bangku, warna dan semua hal yang mendukung proses belajar akan meningkatkan produktifitas belajar siswa.
d.   Rancangan belajar yang dinamis
Perancangan pengajaran dapat menjembatani jurang antara guru dan siswa dengan cepat dan alami. Hal ini akan membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan.
Jika kegiatan pembelajaran diidentifikasi sebagai pementasan simfoni maka bagian isi diumpamakan sebagai lembaran musik itu sendiri. Dalam kegiatan mengajar belajar bagian isi sama pentingnya dengan bagian konteks. Pada seksi ini, unsur-unsur yang mempengaruhi ketrampilan penyampaian untuk kurikulum, strategi dan kegiatan pembelajaran siswa meliputi penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, ketrampilan belajar untuk belajar, dan ketrampilan hidup. Unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.   Penyajian yang prima
Teknik penyampaian harus jelas dan menarik, untuk memastikan bahwa bahan pelajaran yang diberikan memiliki efek bagi siswa. Sesuai dengan salah satu prinsip Quantum Teaching segalanya berbicara, jadi penyajian yang baik didukung oleh startegi komunikasi dan teknik penyampaian.
b.   Fasilitas yang luwes
Cara guru memfasilitasi interaksi antara siswa dan kurikulum dengan benar dapat menghasilkan prestasi belajar yang tinggi.
c.   Ketrampilan belajar untuk belajar
Masing-masing siswa mempunyai cara belajar sendiri. Dengan mengetahui gaya belajar masing-masing, siswa dengan mudah dapat mencerna bahan pelajaran dengan cara yang terbaik bagi mereka.
d.   Ketrampilan hidup
Ketrampilan hidup akan membantu membentuk suasana dan landasan yang kokoh. Ketrampilan hidup memberdayakan setiap orang untuk membina dan memelihara hubungan dengan orang lain. Ketrampilan hidup mampu mengantarkan siswa pada kehidupan nyata, berfikir cepat dan dapat bekerja sama dengan baik. Oleh sebab itu, hendaknya suatu pembelajaran dapat membekali siswa dengan sesuatu yang bermanfaat sehingga dapat dipraktekan dalam kehidupan mereka.

E. Efektivitas Pembelajaran

            Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “effective” yang berarti “berhasil, ditaati”.[17] Menurut kamus umum bahasa Indonesia efektivitas adalah “ukuran kemampuan dari suatu metode dalam menciptakan hasil belajar yang baik”.[18] Sedangkan menurut Mukhlis dalam Ihsan “efektivitas adalah seberapa besar pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai berdasarkan (1) ketuntasan belajar, (2) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, (3) aktifitas siswa, (4) respon siswa terhadap pembelajaran”. Pembelajaran matematika dikatakan efektif apabila paling sedikit tiga dari empat aspek tersebut terpenuhi, dengan syarat ketuntasan hasil belajar terpenuhi.[19]
            Adapun yang penulis maksud dengan efektivitas pembelajaran adalah taraf keberhasilan suatu metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran, berdasarkan:
1. Ketuntasan belajar
 Suatu pembelajaran dikatakan semakin efektif jika tingkat kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal semakin kecil, dengan kata lain ketuntasan hasil belajar siswa terpenuhi. Menurut Depdikbud tingkat efektivitas pembelajaran menyangkut dua hal pokok, yaitu persentasi siswa yang mencapai tingkat penguasaan tujuan (individu) dan persentase rata-rata penguasaan oleh semua siswa (klasikal). Pencapaian tingkat penguasaan pembelajaran disebut ketuntasan belajar.[20] Untuk mengetahui kategori katuntasan belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching pada materi tabung, peneliti menggunakan standar ketuntasan belajar individu dan klasikal yang peneliti dapatkan dari guru yang bersangkutan dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu setiap siswa dikatakan tuntas belajar (ketuntasan individu) jika siswa tersebut telah mencapai skor minimum 50%, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajar (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut mencapai skor minimum 85%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan tuntas belajar secara indivudu bila memiliki daya serap 50%, Sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara klasikal tercapai bila 85 % siswa di kelas tersebut telah tuntas belajar.

2.      Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

            Aktifitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar.[21] Untuk mencapai jalinan komunikasi yang harmonis tersebut maka diperlukan adanya kemampuan/ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Kemampuan/ketrampilan tersebut meliputi: kemampuan memotivasi siswa, kemampuan mengarahkan siswa dalam menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan, dan lain-lain.

3. Aktifitas siswa
            Aktifitas siswa adalah kegiatan/pengalaman yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran. Thomas M. Risk mengatakan pengalaman itu sendiri hanya mungkin diperoleh jika peserta didik itu dengan keaktifannya sendiri bereaksi terhadap lingkungannya.[22] Ini berarti siswa akan lebih mudah merasakan dan mengalami sesuatu melalui berbagai aktivitas. Begitu juga dalam proses belajar mengajar, siswa akan lebih mudah memahami bahan pelajaran jika siswa itu sendiri yang beraktivitas. Aktivitas siswa tersebut meliputi: mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru/teman, membaca/memahami masalah konseptual di LKS, menyelesaikan masalah/menemukan cara menyelesaikan masalah, membandingkan jawaban dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas, bertanya/menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman, menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur, dan perilaku siswa yang tidak relevan dengan PBM.

4. Respon siswa terhadap pembelajaran
            Hamalik menyatakan, “Respon adalah suatu sikap terbuka ke arah sambutan”[23] berdasarkan pendapat Hamalik tersebut maka dapat diartikan bahwa respon adalah perilaku yang lahir berupa sambutan atau sikap terbuka dari hasil masuknya suatu rangsangan ke dalam pikiran seseorang. Respon siswa dapat peneliti lihat dari angket respon siswa yang akan diberikan pada siswa saat akhir pertemuan pembelajaran. Angket respon siswa bertujuan untuk mengetahui perasaan siswa, minat siswa dan pendapat siswa mengenai pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching. Angket respon siswa tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan, seperti  bagaimana perasaan siswa terhadap komponen mengajar, pendapat siswa terhadap komponen pembelajaran, pendapat siswa tentang minat untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya dengan model pembeljaran Quantum Teaching, dan pendapat siswa tentang pemahaman bahasa yang digunakan.
Berdasarkan uraian di atas maka efektifitas model pembelajaran Quantum Teaching di tentukan oleh empat aspek berikut:
1. Ketuntasan belajar
2. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
3. Aktivitas siswa
4. Respon belajar
Pembelajaran dengan model Quantum Teaching dikatakan efektif jika tiga dari empat aspek di atas terpenuhi, dengan syarat ketuntasan hasil belajar siswa terpenuhi.

C.     Materi Tabung

            Materi BRSL merupakan salah satu materi yang dipelajari di SMP/MTs kelas VIII semester 2. Berdasarkan standar isi pelajaran matematika, adapun standar kompetensi yang diharapkan adalah memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya.
Kompetensi dasarnya adalah:
1.      Mengidentifikasi unsur-unsur tabung, kerucut, dan bola.
2.      Menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut, dan bola.
3.      Memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut, dan bola.
Pada materi BRSL terdapat lima indikator yang harus dicapai, yaitu:
1.      Menyebutkan unsur: jari-jari/diameter, tinggi, sisi tabung, kerucut, dan   bola.
2.   Menghitung luas selimut tabung, kerucut dan bola.
3.      Menghitung volume tabung, kerucut, dan bola.
4.      Menghitung unsur-unsur tabung, kerucut dan bola jika volumenya diketahui.
5.   Menggunakan rumus luas selimut dan volume untuk memecahkan masalah yang  berkaitan dengan tabung, kerucut, dan bola.[24]

            Tetapi penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti ini hanya meliputi materi tabung yang meliputi mengidentifikasi unsur-unsur tabung, menghitung luas selimut tabung,  menghitung volume tabung, dan menghitung unsure-unsur tabung jika volumenya diketahui. Adapun materi tabung ini dirangkum dari buku paket matematika untuk SMP kelas VIII, pengarang Sukino dan Wilson Simangunsong, penerbit Erlangga.

1.Unsur-unsur pada tabung
Gambar 1.1 di bawah menunjukkan sebuah tabung. Tabung terdiri dari sisi alas  yang selanjutnya disebut alas, sisi atas yang disebut tutup dan sisi lengkung yang disebut selimut tabung. Sisi alas dan sisi atas (tutup tabung berbentuk lingkaran yang kongruen (sama bentuk dan sama ukurannya).
Garis OA, OB, dan OC disebut jari-jari alas tabung.
Garis AB disebut diameter atau garis tengah alas tabung.
Garis BQ atau AP disebut tinggi tabung.      
                 
                            Gambar 2.1
                             Tabung
2. Jaring-jaring tabung
    











    Gambar 2.2                                                                  Gambar 2.3
        Tabung                                                             Jaring-jaring tabung

Gambar 2.2 menunjukkan sebuah tabung dengan panjang jari-jari alas r dan tinggi t, tabung tersebut diiris menurut rusuk lengkung atas, rusuk lengkung bawah dan garis PQ. Kemudian rebahkan sehingga menjadi bidang atas seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.
            Bangun datar pada gambar 2.3 disebut jaring-jaring tabung, jaring-jaring tabung terdiri dua lingkaran kongruen dan sebuah persegi panjang yang berasal dari selimut tabung dengan:
Panjang = keliling lingkaran alas, dan
Lebar     = tinggi tabung

3. Luas Permukaan tabung
            Gambar 2.3 merupakan jaring-jaring tabung dari gambar 2.2. Dari gambar 2.3 dapat diamati bahwa jaring-jaring selimut (sisi lengkung) tabung berbentuk persegi panjang dengan ukuran sebagai berikut:
Panjang selimut tabung = keliling lingkaran = 2r
Lebar selimut tabung = tinggi tabung = t
Berdasarkan uraian diatas, luas selimut tabung dapat ditentukan dengan cara berikut ini, Luas selimut tabung  = Luas persegi panjang
                                        = P x L
                                        = 2r x t
            Setelah diperoleh rumus untuk luas selimut tabung, maka dapat ditentukan pula rumus luas seluruh permukaan tabung, yaitu:
Luas permukaan tabung = luas alas + luas tutup + luas selimut tabung
                                        =2 + 2 + 2r t
                                        = 22 + 2r t, atau
                                        = 2r (r + t)

Contoh:
Panjang jari-jari alas sebuah tabung 14 cm dan tingginya 9 cm. hitunglah luas permukaan tabung tersebut dengan =!
Jawab:
            r = 14 cm
t = 9 cm
            dit : Luas permukaan tabung?
            Luas permukaan tabung = 2r (r + t)
                                                = 2  14 (14 + 9)
                                                = 88  23
                                                = 414 cm­
Jadi, luas permukaan tabung adalah 414 cm

4. Volume tabung
            Volume tabung = luas alas x tinggi
Luas alas tabung berbentuk lingkaran jadi luas lingkaran adalah 2, jadi
            Volume tabung = luas alas x tinggi
                                     = 2 x t
                                     = 2t
Contoh:
Hitunglah volume tabung yang berdiameter 7 cm da tinggi 10 cm dengan nilai
 =!

Jawab:
            d = 7 cm, maka r = d
                                      r = 3,5 cm
t = 10 cm
            dit : Volume tabung?
                        V =  2t
                           =  3,5  3,5  10
                           = 11  3,5  10
                        V = 385 cm
Jadi, volume tabung tersebut adalah 385 cm

D.    Pembelajaran Materi Tabung dengan Model Quantum Teaching

            Prinsip geometri sering sukar dipahami oleh siswa karena mereka terbiasa menghafalkan rumus yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui prinsip dasar dari suatu bangun tertentu. Pembelajaran materi tabung ini dapat dimulai dengan memanfaatkan lingkungan sekeliling siswa untuk menyebutkan atau memilih benda-benda yang berbentuk bangun ruang sisi lengkung khususnya tabung, contohnya kaleng susu. Pembelajaran dengan model Quantum Teaching ini merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan lingkungan alamiah siswa untuk memudahkan siswa dalam belajar.
            Pada model pembelajaran Quantum Teaching  ini terdapat lima urutan pembelajaran (fase), yang dimulai dengan tahap tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan. Pada fase pertama dimulai dengan tahap menumbuhkan minat belajar siswa, sehingga siswa merasa apa yang akan dipelajarinya bermanfaat. Ini dapat dilakukan terlebih dulu dengan menjelaskan tujuan pembelajaran materi tersebut. Pada fase kedua, siswa megalami sendiri pembelajaran misalnya guru meminta siswa menyebutkan unsur-unsur dari tabung. Kemudian siswa dibantu oleh guru menamai unsur-unsur tabung yang telah disebut oleh siswa, contohnya sisi alas disebut alas, sisi atas disebut tutup dan sisi lengkung disebut selimut tabung, fase ketiga ini disebut namai. Selanjutnya guru meminta siswa untuk menggambar bagian-bagian tabung yang telah disebutkan dan digunakan untuk menggambar jaring-jaring tabung. Fase berikutnya guru mencoba melakukan tanya jawab untuk merekatkan kembali pengetahuan siswa yang telah didapat sebelumnya. Dan yang paling penting pada fase terakhir adalah memberikan penghargaan ataupun komentar tertulis atau lisan terhadap penyelesaian yang telah dikerjakan siswa sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk mengulangnya kembali.
               Berikut ini penulis lampirkan contoh ringkas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada materi tabung.
Pendahuluan     :          
Tumbuhkan      :
-        Guru membuka pelajaran dengan megucapkan salam dan meminta siswa untuk menyiapkan buku dan alat tulis.
-        Guru memotivasi dan menggali pemahaman awal siswa dengan cara menyampaikan tujuan pembelajaran bangun Ruang Sisi Lengkung Khususnya tabung, dan mengajukan pertanyaan tentang bentuk-bentuk bangun ruang yang ada di lingkungan atau yang sudah akrab dengan siswa.
Kegiatan inti:

 Alami:
-        Guru mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, misalnya meminta siswa memberi contoh model tabung.
-        Guru mengelompokkan siswa dalam kelompok belajar.
-        Guru mengajukan masalah yang ada pada LKS dan meminta siswa mempelajari masalah tersebut.
-        Guru meminta siswa untuk mengamati alat peraga yang disajikan dan meminta siswa untuk mengiris tabung yang terbuat dari  karton berdasarkan rusuk-rusuk tertentu sehingga tidak ada salah satu sisipun yang terpisah dari sisi lain.
Namai:                     
-        Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah yang ada pada LKS bila siswa mengalami kesulitan
-        Guru meminta siswa mengemukakan ide kelompoknya masing-masing dalam menyebutkan unsur-unsur tabung dan menyatakan pengertian tabung.
 Demonstrasikan:      
-        Guru meminta setiap kelompok untuk menyiapkan hasil  kerja kelompok
-        Siswa mempresentasikan jawaban berdasarkan hasil kerja kelompok di depan kelas, sedangkan kelompok yang lain diminta memberikan tanggapan.
 Ulangi:                     
-        Guru membantu siswa untuk mengkaji ulang hasil yang diperoleh siswa
-        Guru membimbing siswa untuk merangkum materi pelajaran
 Rayakan:
-     Guru memberikan pujian bagi siswa/kelompok yang aktif dan bagi siswa-siswa yang dapat menyelesaikan soal-soal dengan baik dan memberi motivasi bagi siswa yang belum berhasil.
Penutup:
-      Guru menganjurkan siswa untuk melanjutkan belajar di rumah sebagai persiapan untuk mempelajari materi selanjutnya.
-        Guru meminta siswa untuk berlatih di rumah dalam menyelesaikan soal-soal latihan yang ada pada buku siswa.
-        Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.



[1] Al-Abrasy, Attarbiyatul Islamiah, (Jakarta: bulan bintang, 1970), hal 4

[2] Mahfud Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hal.27.

[3] Suryabrata, Dasar-dasar Psikologi di Sekolah, (Jakarta: Prima karya, 1988), hal. 248
[4] Mulyana, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1999) hal 253

[5] Karso, Dasar-dasar Pendidikan MIPA, (Jakarta: Depdiknas,1993), hal. 3.
[6] Badan Standar Nasional Pendidikan, Model Silabus Mata Pelajaran Matematika, (Jakarta: Depdiknas, 2006), hal. 388.

[7] DePorter, dkk, Quantum Teaching (Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas), (Bandung: Kaifa, 2005), hal. 5.
[8] Ibid, hal. 3-4.

[9] Ibid, hal. 11.

[10] Ibid, hal. 6.
[11] Ibid, hal. 7-8.
[12] Rahmah Johar, dkk, Strategi Belajar Mengajar, ( Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2006), hal. 57

[13] DePorter, dkk, QuantumTeaching (Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas), (Bandung: Kaifa, 2005), hal. 89
[14] DePorter, dkk, QuantumTeaching (Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas), (Bandung: Kaifa, 2005), hal, 8.

[15] Ibid, hal. 19

[16] Rahmah Johar, Bahan Ajar Strategi  Belajar Mengajar (Banda Aceh: FKIP, 2006), hal.. 50.
[17] Hasan Sadly, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1998), hal.207

[18]Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung: M2S, 2005), hal.96
[19] Nurul Ihsan, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik pada materi Pecahan di kelas III SDIT Nurul Ishlah, Skripsi,  (Banda Aceh: FKIP Unsyiah, 2006), hal.7

[20] Depdikbud, Garis Besar Pembelajaran Pelajaran Matematika Kurikulum Pendidikan Dasar, (Jakarta: Direktur Jenderal pendidikan dasar menengah, 1994), hal.24
[21] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, ( Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 6.

[22] Ibid, hal. 4.
[23] http://one.indoskripsi.com/content/Pembuktian Hasil Belajar Siswa dalam Penggunaan Pendekatan Kontekstual pada Sekolah Lanjutan, tanggal 12 januari 2008.
[24]Badan Standar Nasional Pendidikan, Model Silabus Mata Pelajaran Matematika, (Depdiknas, Jakarta, 2006), hal. 111-112.














BAB III
METODE PENELITIAN


A.     Jenis Penelitian

            Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.[1] Penelitian tindakan kelas merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran. Inti dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran serta mencoba hal-hal baru dalam pembelajaran.
            PTK memiliki karakteristik penting yaitu problema yang diangkat dan dipecahkan melalui PTK harus selalu berasal dari persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Jika seorang guru merasa bahwa apa yang dipraktekkan sehari-hari dikelas tidak bermasalah maka PTK tidak perlu dilakukan. Persoalannya sekarang tidak semua guru  mampu melihat sendiri apa yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun dalam proses mengajar belajar. Oleh sebab itu, guru dapat berkolaboratif melakukan penelitian tindakan kelas. Dari sinilah kemungkinan akan munculnya masalah dalam proses mengajar belajar.
Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses mengajar belajar dikelas. Tanpa tindakan tertentu suatu penelitian juga dapat dilakukan dikelas, tetapi itu bukan penelitian tindakan kelas.
            Kemmis dan Mc Taggart mengemukakan bahwa “Prosedur penelitian tindakan kelas dipandang sebagai siklus spiral yang terdiri dari komponen perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya”.[2]
a. Rencana: Rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan prilaku dan sikap sebagai solusi.
b. Tindakan:     Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diiginkan.
c. Observasi:    Mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan.
d. Refleksi:       Peneliti  mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil dari tindakan yang telah dilakukan.
Keempat langkah dalam setiap siklus dapat digambarkan sebagai berikut:







Siklus Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research)
Perangkat
Pembelajaran
 


                                                                 
                                                           Rencana
                                                   
                                         Refleksi
      Observasi                                                              Revisi
                                      Siklus 1
                                      Tindakan
                                                                          Rencana
                                                                                


                                      Refleksi

      Observasi                                                                                Revisi
                                      Siklus 2
                                      Tindakan
                                                                                              Rencana
                                                                                            
                                     Refleksi 
     Observasi                                                                                               Revisi
                                    Siklus 3      
Laporan
 
                                    Tindakan
                           
Gambar 3.1
Siklus Rancangan Penelitian Tindakan Kelas

            Pelaksanaan kegiatan mengajar belajar untuk setiap kali pertemuan mengikuti siklus rancangan penelitian tindakan kelas, yaitu rencana, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, guru menyusun rencana pembelajaran (RPP-1) dengan mengaju pada silabus materi tabung dan disesuaikan dengan postest. Disamping itu, peneliti juga menyiapkan alat dan peragkat pembelajaran yang dibutuhkan pada RPP-1. kemudian guru melakukan tindakan pertama, yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan RPP-1. Pada saat guru melaksanakan kegiatan mengajar belajar dilakukan observasi terhadap aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran Quantum Teaching oleh dua orang pengamat, dan pengamat tersebut setelah selesai kegiatan mengajar belajar melakukan refleksi terhadap pelaksanaan RPP-1. Hasil refleksi/masukan yang diberikan oleh pengamat dijadikan pedoman oleh peneliti dalam merevisi berbagai kelemahan pada RPP-1 dan memperbaiki kembali RPP-2 dan 3 sesuai hasil revisi dari RPP-1.
Berdasarkan hasil refleksi/masukan pada kegiatan pembelajaran pertama (RPP-1), guru menyusun rencana pembelajaran pertemuan kedua (RPP-2) dengan mengacu pada silabus. Selanjutnya guru melaksanakan proses pembelajaran sesuai RPP-2. Pada saat guru melakukan kegiatan mengajar belajar juga dilakukan pengamatan. Setelah selesai, pengamat melakukan refleksi yang dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam merevisi berbagai kelemahan pada RPP-2 dan sekaligus memperbaiki kembali RPP-3. Selanjutnya peneliti kembali melaksanakan proses pembelajaran dan masih dilakukan pengamatan. Setelah selesai pengamat kembali memberikan refleksi untuk memperbaiki kembali RPP-3, sesuai dengan perbaikan RPP-3, RPP-1 dan 2 juga direvisi kembali.

B.     Subjek Penelitian

            Subjek pada penelitian adalah siswa kelas VIII-2  MTsS Darussyari’ah Banda Aceh tahun ajaran 2007/2008. Peneliti mengambil kelas VIII-2­ sebagai subjek penelitian karena kelas tersebut memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa peneliti pernah mengajar di kelas tersebut pada waktu PPL.
C.     Teknik Pengumpulan Data

            Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu: tes, observasi, dan angket. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah :
1.      Lembar Observasi (Pengamatan)
Observasi yaitu mengumpulkan data dengan cara mengamati langsung terhadap objek yang akan diteliti. Lembar observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching dan lembar aktifitas siswa selama pembelajaran. Lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan lembar observasi aktifitas siswa diberikan kepada pengamat  yaitu mahasiswa PMA untuk diisi sesuai dengan keadaan yang diamati di lapangan.
2.      Tes
Tes yaitu memberi soal berbentuk essay sebanyak 5 soal kepada siswa kelas VIII-2 MTsS Darussyari’ah yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Tes yang dilakukan berbentuk postest untuk melihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi tabung dengan mengunakan model pembelajaran Quantum Teaching.
3.      Angket Respon siswa
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap perangkat pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran Quantum Teaching. Angket diberikan setiap setelah selesai kegiatan pembelajaran.

D.    Teknik Pengolahan Data

            Tahap pengolahan data merupakan tahap yang paling penting dalam suatu penelitian, karena pada tahap ini hasil penelitian dapat dirumuskan setelah semua data terkumpul maka untuk mendeskripsikan data penelitian dilakukan perhitungan sebagai berikut:

1.      Analisis Data Ketuntasan Hasil Belajar
Untuk menentukan keefektifan pembelajaran digunakan analisis hasil belajar siswa. Menurut Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada MTsS Darussyari’ah untuk ketuntasan belajar secara individual jika mempunyai daya serap paling sedikit 50%, sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas belajar secara klasikal jika 85% siswa tuntas secara individu. Data yang digunakan untuk menganalisis ketuntasan hasil belajar adalah tes akhir yang diberikan setiap selesai kegiatan pembelajaran. Jawaban tes digunakan untuk melihat ketuntasan hasil belajar.

2.      Analisis Data Aktivitas siswa
Data hasil pengamatan aktivitas siswa selama pembelajaran berlamgsung dianalisis dengan menggunakan persentase, yaitu:
Aktivitas siswa dikatakan efektif jika waktu yang digunakan untuk melakukan setiap aktivitas sesuai dengan alokasi waktu yang termuat dalam RPP dengan batasan toleransi 5%.[3] Penentuan kesesuaian aktivitas siswa berdasarkan pencapaian waktu ideal yang ditetapkan dalam penyusunan rencana pembelajaran Quantum Teaching seperti tabel berikut:


Tabel 3.1 Kriteria Efektifitas Aktivitas Siswa.
No

Aktifitas Siswa


Waktu Ideal (%)

Toleransi Keefektifan (%)
1
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman
13
7 ≤ P≤ 18
2
Membaca/memahami masalah kontekstual di LKS
10
5 ≤ P ≤ 15
3
Menyelesaikan masalah atau menemukan cara penyelesaian masalah
27
22 ≤ P ≤ 32
4
Membandingkan jawaban dalam diskusi  kelompok atau diskusi kelas
30
25 ≤ P ≤ 35
5
Bertanya/menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman
10
5 ≤ P ≤ 15
6
Menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur
10
5 ≤ P ≤ 15
7
Perilaku yang tidak relevan dengan KBM
0
0 ≤ P ≤ 5


3.      Analisis Data Respon Siswa
Untuk menentukan respon siswa dihitung melalui angket yang dianalisis dengan menggunakan persentase. Persentase dari setiap respon siswa dihitung dengan rumus:
Keterangan:
            fi = Jumlah respon siswa tiap aspek yang muncul          
n = Jumlah seluruhsiswa[4]
setiap aspek yang direspon pada setiap komponen pembelajaran diperoleh persentase 80 %.[5]
4.      Analisis Data Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Data tentang kemampuan guru mengelola pelajaran dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif dengan skor rata-rata.
Adapun deskripsi skor rata-rata tingkat kemampuan guru adalah:
1,00  TKG < 1,50 tidak baik
1,50  TKG < 2,50 kurang baik
2,50  TKG < 3,50 cukup baik
3,50  TKG < 4,50 baik
4,50  TKG < 5,00 sangat baik.
Kemampuan guru dikatakan efektif jika skor dari setiap aspek yang dinilai berada pada kategori baik atau sangat baik.


[1] Suyanto, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), (Yogyakarta:Dirjen Pendidikan tinggi Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1997), hal.4
[2] Safwal, Penerapan Model Kooperatif  Tipe Jigsaw III pada Konsep Dinamika Gerak Lurus di MAN 3Banda Aceh,Skripsi, (Banda Aceh, IAIN AR-Raniry, 2006), hal.33  
[3]Nurjannah, Efektivitas Model Pembelajaran Quantum Teaching Pada Materi Pokok Bilangan Bulat Di SMPN 6 Banda Aceh, Skripsi (Banda Aceh: FKIP Unsyiah, 2006), hal. 21
[4] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Yokyakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 22.
[5] Sinambela, dkk, Keefektifan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction) dalam Pembeljaran Matematika, Jurnal Pendidikan Matematika, (Surabaya: Program studi Pendidikan Matematika PPS UNESA, 2006), hal. 137.




















BAB  V

PEMBAHASAN

A.  Aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model Quantum Teaching
            Data hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran selama tiga kali tatap muka secara ringkas disajikan dalam tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1 Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dengan model Quantum Teaching

No

Kategori pengamatan
Persentase Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran (%)
Persenta
se rata-rata (%)
Waktu Ideal (%)
Toleransi 5%
RPP I
RPP II
RPP III
1
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru/teman
15,62
13,54
12,5
13,88
13
7P18
2
Membaca/memahami masalah kontekstual di LKS
14,58
13,54
8,33

12,15

10
5P15
3
Menyelesaikan masalah atau menemukan cara penyelesaian masalah
19,79
21,18
27,08
22,68
27
22P32
4
Membandingkan jawaban dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas
9,37
26,04
10,41
15,27
30
25P35
5
Bertanya/menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman
22,91
13,54
14,58
17,01
10
5P15
6
Menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur
5,20
9,37
12,5
9,02
10
5P15
7
Perilaku yang tidak relevan dengan KBM
12,5
1,04
0,20
4,58
0
0P5
Sumber: Hasil olah data

Berdasarkan tabel hasil pengamatan terhadap siswa yang dilakukan oleh dua orang pengamat, ada beberapa aktivitas siswa yang belum efektif selama pembelajaran baik pada RPP I, II maupun RPP III yaitu kategori menyelesaikan masalah atau menemukan cara penyelesaian masalah. Pada RPP I persentase untuk kategori ini 19,79% ini disebabkan karena siswa belum terbiasa menemukan sendiri cara menyelesaikan masalah. Pada RPP II siswa sudah mulai bisa menyelesaikan masalah sendiri walaupun belum mencapai waktu ideal dengan persentase 21,18%.Sedangkan untuk RPP III kategori ini sudah memenuhi waktu ideal dengan persentase 27,08%, begitu juga dengan persentase rata-rata aktivitas siswa dalam menyelesaikan masalah atau menemukan cara penyelesaian masalah selama tiga kali pertemuan juga sudah memenuhi waktu ideal yaitu 22,68%.
            Pada kategori membandingkan jawaban dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas untuk RPP I belum efektif dengan persentase 9,37% ini disebabkan karena siswa juga belum  terbiasa dalam membandingkan jawaban. Pada RPP II siswa sudah bisa membandingkan jawaban dalam diskusi dengan teman dan kelompok lain dengan persentase 26,04% ini berarti aktivitas siswa untuk kategori ini pada RPP II sudah efektif, namun pada RPP III persentase untuk aktivitas ini kembali tidak efektif dengan persentase 15,27% ini disebabkan karena pada RPP III siswa tidak lagi belajar dalam kelompok, sehingga persentase rata-rata untuk kegiatan membandingkan jawaban dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas selama tiga kali pertemuan hanya 15,27%  jadi aktivitas siswa belum memenuhi waktu ideal.
            Selanjutnya aktivitas siswa dalam bertanya/menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman pada RPP I melebihi waktu ideal pembelajaran dengan persentase 22,91% sedangkan ideal untuk kategori tersebut adalah 10% ini disebabkan karena siswa masih banyak bertanya kepada guru tentang soal-soal yang belum dipahaminya, sedangkan pada RPP II untuk aktivitas ini sudah efektif begitu juga pada RPP III dengan persentase 14,58% sementara untuk persentase rata-rata tiga kali pertemuan mencapai 17,01% ini berarti melebihi waktu ideal maka aktivitas siswa bertanya/menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman tidak efektif.
            Untuk perilaku yang tidak relevan dengan KBM selama tiga kali pertemuan dikategorikan efektif dengan persentase 4,58% namun pada RPP I guru sedikit kewalahan dalam menghadapi siswa yang berprilaku tidak relevan dengan KBM dengan persentase 12,5%. Untuk RPP II dan III perilaku yang tidak relevan dengan KBM semakin menurun dengan persentase 1,04% dan 0,20% maka perilaku yang tidak relevan dengan KBM adalah efektif.
            Sedangkan untuk aktivitas siswa yang lainnya seperti: mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru atau teman dengan persentase rata-rata selama tiga kali pertemuan adalah 13,08% termasuk dalam kategori efektif, dimana pada setiap RPP kategori ini sesuai dengan waktu ideal pembelajaran. Pada kategori membaca/memahami masalah kontekstual di LKS juga dikatakan efektif dengan persentase rata-rta 12,5% dalam tiga kali pertemuan dan pada setiap RPP kategori ini juga sesuai dengan waktu ideal. Untuk aktivitas siswa menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur dikategorikan efektif untuk setiap RPP dengan masing-masing persentase setiap RPP adalah 5,20%, 9,37%, dan 12,5%. Dari persentase yang terus meningkat dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur semakin bagus, dengan persentase rata-rata selama tiga kali pertemuan berjumlah 9,02%.
            Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan pada setiap aspek pengamatan dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa untuk masing-masing kategori tidak efektif.

B.    Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model Quantum Teaching.

                        Data hasil penagmatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran menggunakan model quantum Teaching secara ringkas dapat diajikan pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model Quantum Teaching.

Aspek yang diamati
RPP I
RPP II
RPP III
Rata-rata
Kegiatan Pendahuluan




1.   Kemampuan memotivasi siswa/mengkomunikasikan tujuan pembelajaran

4
5
4
5
2.   Kemampuan menghubungkan pelajaran saat ini dengan pelajaran sebelumnya/membahas PR

4
4
4
4


3.   kemampuan mengimformasikan langkah-langkah pembelajaran.

4
4
4
4
Kegiatan Inti




4.   kemampuan menjelaskan soal/langkah-langkah kerja dalam kelompok

4
4
4
4
5.   Kemampuan mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dan cara menjawab soal, dengan memberi bantuan terbatas.

3
4
4
3,5
6.   Kemampuan mengamati cara siswa menyelesaikan soal/masalah

4
4
4
4
7.   Kemampuan mengoptimalkan interaksi siswa dalam bekerja.

4
4
4
4
8.   Kemampuan mendorong siswa untuk membandingkan jawaban dengan temannya.

4
4
4
4
9. Kemampuan memimpin diskusi kelas/menguasai kelas

4
4
5
5
10.   Kemampuan menghargai berbagai pendapat siswa.

4
4
4
4
11.   Kemampuan mengarahkan siswa menemukan sendiri dan menarik kesimpulan tentang konsep/prinsip/definisi/teorema/rumus/prosedur matematika.

3
4
4
3,5
12.   Kemampuan mendorong siswa untuk mau bertanya, mengeluarkan pendapat atau menjawab pertanyaan.

4
4
5
5
13.   Kemampuan mengajukan dan menjawab pertanyaan.

4
4
4
4
Kegiatan Penutup




14.   Kemampuan menegaskan hal-hal penting/intisari berkaitan dengan pembelajaran

4
5
4
5
15.   Kemampuan menyampaikan judul sub materi berikutnya dan memberikan PR/menutup pelajaran.

4
4
4
4
16.   Kemampuan mengelola waktu.

3
4
4
3,5
17.   Antusias siswa

4
4
5
5
18.   Antusias Guru

4
4
5
5
Rata-rata
3,83
4,11
4,22

Sumber: Hasil olah data
                        Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada setiap pertemuan bernilai baik dan sangat baik. Pada RPP I kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah tergolong baik walaupun peneliti baru pertama kali melakukan pembelajaran menggunakan model Quantum Teaching, selanjutnya pada RPP II terlihat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mulai mengalami peningkatan meskipun masih dalam kategori baik, terlihat pada aspek kemampuan mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dan cara menjawab soal dengan memberi bantuan terbatas dan kemampuan guru dalam mengelola waktu sudah termasuk kategori baik dibandingkan pada RPP I yang masih dalam kategori cukup.
                        Pada RPP III kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah bernilai baik dari setiap aspek yang diamati. Secara keseluruhan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model Quantum Teaching dikategorikan baik dan sangat baik ini terlihat dari kemampuan memotivasi siswa/mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dengan baik yaitu dengan rata-rata 5 untuk tiga kali pertemuan, dan kemampuan menghubungkan pelajaran saat itu dengan pelajaran sebelumnya atau membahas PR dengan rata-rata 4.
                        Pada kegiatan inti kemampuan guru mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dan cara menjawab soal dengan memberi bantuan terbatas pada RPP I masih dikategorikan cukup baik, pada RPP II dan III sudah dikategorikan baik dengan rata-rata 3,5. begitu juga dengan kemampuan mengarahkan siswa menemukan sendiri dan menarik kesimpulan tentang konsep/prinsip/definisi/teorema/rumus/prosedur matematika pada RPP I masih dalam kategori cukup baik namun pada RPP II dan III sudah mengalami peningkatan dengan kategori baik dengan rata-rata tiga kali pertemuan 3,5.
            Pada kegiatan penutup terlihat antusias siswa dan guru pada RPP I dan II mencapai kategori baik dan pada RPP III mencapai kategori sangat baik, sedangkan untuk kategori kemampuan guru dalam mengelola waktu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, ini terlihat dari kemampuan mengelola waktu pada RPP I masih dalam kategori cukup baik namun pada RPP II dan III guru sudah dapat memperbaiki kemampuannya dalam mengelola waktu dengan kategori baik. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan yaitu setiap aspek yang diamati harus bernilai baik dan sangat baik, maka kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model Quantum Teaching adalah efektif.

C.  Hasil belajar siswa
            Untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami pelajaran melalui model pembelajaran Quantum Teaching maka peneliti mengadakan tes pada setiap akhir pertemuan. Dari hasil tes pada setiap akhir pertemuan akan diketahui berapa persen siswa yang mencapai ketuntasan belajar dan berapa persen yang tidak mencapai ketuntasan belajar. Tes yang diadakan setiap setelah pembelajaran bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan kemampuan siswa dalam meyerap materi pelajaran. Setelah hasil tes terkumpul maka data tersebut diolah dengan melihat kriteria ketuntasan minimal yang diberlakukan di MTsS Darussyari’ah.
            Pada RPP I berdasarkan nilai hasil tes belajar siswa yang terlihat dalam tabel 4.3 terdapat 7 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar, jadi ketuntasan belajar siswa secara klasikal baru mencapai 81,08% dari 85% sehingga ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada RPP I belum  tercapai hal ini disebabkan karena ada beberapa siswa yang agak lemah daya berfikirnya lebih mengharapkan permasalahan dapat diselesaikan oleh siswa lain dalam suatu kelompok yang lebih pintar. Pada RPP II guru mencoba mendekati siswa yang belum tuntas pada RPP I untuk lebih memberi bimbingan. Dan ketuntasan belajar siswapun pada RPP II meningkat menjadi 86,48% ini berarti ketuntasan belajar siswa secara klasikal sudah termasuk kategori tuntas.
            Pada RPP III tes akhir yang diberikan berisi semua materi yang telah dipelajari selama tiga kali pertemuan dengan soal essay sebanyak 5 soal dan hasilnya pada RPP III ketuntasan belajar siswa secara klasikal termasuk dalam kategori tuntas dengan persentase 89,18% dan hanya 10,81% siswa tidak tuntas dengan kriteria ketuntasan minimal di MTsS Darussyari’ah adalah 50 untuk setiap materi pada bidang studi matematika. Angka tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model Quantum Teaching pada materi tabung tuntas.

D.  Respon siswa terhadap model Quantum Teaching
            Pada akhir pertemuan I dan II siswa diberikan angket respon yang bertujuan untuk mengetahui perasaan dan minat siswa mengenai pembelajaran matematika dengan model Quantum Teaching. Pada RPP I dari tabel 4.4 terlihat siswa belum merespon positif pembelajaran  dengan model Quantum Teaching karena ada salah satu komponen pembelajaran yaitu suasana pembelajaran yang masih mendapat respon kurang baik dari siswa dengan persentase hanya 51,35%. Pada RPP II dari tabel 4.8 terlihat bahwa lebih dari 80% siswa merespon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching.
            Berdasarkan uraian di atas ketuntasan belajar siswa tercapai dengan menggunakan model Quantum Teaching, siswa juga memberi respon yang positif terhadap model Quantum Teaching dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah efektif tetapi hanya aktivitas siswa yang tidak efektif. Oleh sebab itu, mengacu pada kriteria pencapaian efektifitas pembelajaran matematika yang telah ditetapkan, maka peneliti berkesimpulan bahwa model pembelajaran Quantum Teaching efektif diterapkan untuk mengajarkan materi tabung di kelas VIII MTsS Darussyari’ah Banda Aceh.
            Akan tetapi terdapat beberapa kelemahan dalan penelitian ini, yaitu waktu yang digunakan untuk menyelesaikan masalah di LKS masih kurang, siswa juga masih ada yang vakum dalam diskusi kelompok dan mengharapkan permasalahan dapat diselesaikan oleh siswa lain dalam satu kelompok yang lebih pintar dan ada beberapa siswa yang membuat keributan. Akan tetapi semagat belajar siswa di sekolah ini sangatlah  besar sehingga peneliti dapat melakukan penelitian di MTsS Darussyari’ah tanpa ada kendala apapun dan berhasil melakukan penelitian ini.







 
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.
Al-Abrasyi, Attarbiyatul Islamiah, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Anas Sudjono, Pengantar Statistik, Jakarta, Raja Persada, 2005.
Badan Standar Nasional Pendidikan, Model Silabus Mata Pelajaran Matematika, Jakarta: Depdiknas, 2006.

Bobbi De Porter, Mark Reardom dan Sarah-Nouri Singer, Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa, PT. Mizan Pustaka, 2005.

Depdikbud, Garis Besar Pembelajran Pelajaran Matematika Kurikulum Pendidikan Dasar, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar Menengah, 1994.

Hasan Sadly, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1998.

Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas, Surabaya: Usaha Nasional, 1998.

Hernowo, Quantum Writing, Bandung: MLC. 2004.

Karso, Dasar-dasar pendidikan MIPA, Jakarta: Depdiknas, 1993.

Mahfud Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

Mulyana, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1999.

Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Nurjannah, Penerapan Model Quantum teaching pada materi Bilangan Bulat, Skripsi, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2006.

Priyoananto, dalam http/www. Mathematic Problem Based Learning. Com/Php 2007.

Rahmah Johar, dkk, Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2006.

Safwal, Penerapan Model Kooperatif  Tipe Jigsaw III pada Konsep Dinamika Garis Lurus di MAN 3 Banda Aceh, Banda Aceh:  IAIN Ar-Raniry, 2006.

Sinambela. Dkk, Keefektifan Model Pembeljaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal Pendidikan Matematika, Surabaya: Program Studi Pendidikan Matematika PPS UNESA, 2006.

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta: Bumi Aksara, 2004.

_________________, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi V, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Sukino, Wilson Simangunsong, Matematika SMP untuk Kelas VIII, Jakarta: Erlangga, 2004.

Suryabrata, Dasar-dasar Psikologi di Sekolah, Jakarta: Prima Karya, 1988.

Suyanto, Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Yogyakarta: Dirjen Tinggi Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.



















Tidak ada komentar: