View My Stats

Rabu, 01 Februari 2012

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) SD Negeri 40 Banda Aceh.


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang pembelajaran matematika di sekolah tidak akan terlepas dari masalah yang terdapat di dalamnya. Ada pendapat yang yang menyatakan bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika. Para guru juga menyadari bahwa matematika bukanlah termasuk bidang studi yang mudah dipelajari bagi kebanyakan siswanya. Hasil belajar matematika yang berupa nilai di jenjang pendidikan dasar maupun  menengah selalu rendah bila dibandingkan dengan bidang studi lainnya.
 Matematika ilmu dasar yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tujuan awalnya untuk membentuk kepribadian manusia yang optimal. Peranan matematika telah merasuk ke semua sendi kehidupan manusia, terutama dalam mewujudkan kemajuan dan kemakmuran kehidupannya. Dengan pengertian ilmu ini diharapkan akan mempermudah, mengefektifkan, dan mengefesienkan pekerjaan-pekerjaan secara maksimal. Karena matematika termasuk salah satu pelajaran yang penting dikuasai oleh siswa di sekolah.
Banyak orang telah mengakui manfaat dan bantuan matematika diberbagai bidang kehidupan, namun tidak sedikit pula orang yang berpendapat bahwa matematika itu tidak menarik, sukar dan membingungkan. Pendapat ini mungkin timbul karena hampir setiap orang pernah mengalami kesukaran dalam mempelajari matematika, terutama siswa yang masih duduk di bangku sekolah. Kondisi ini terhafal dari banyak rumus dan simbol-simbol yang absrat yang terlibat dan sulit dipahami. Keterkaitan hal ini, Hudojo menjelaskan  bahwa, “Di dalam proses belajar mengajar umumnya siswa kurang menyenangi bidang studi matematika, disebabkan oleh kecenderungan apa yang ditampilkan kepadanya  adalah sederetan rumus-rumus yang bersifat abstrak dan membosankan”.[1] Jadi, dalam pengajaran matematika perlu diperhatikan pendekatan-pendekatan dan teori-teori yang dapat membuka wawasan berfikir siswa yang lebih kritis. Karena dengan adanya pendekatan yang dipilih dan terpilah akan menentukan tingkat keberhasilan belajar mengajar. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, guru seharusnya memperhatikan pendekatan-pendekatan tersebut, agar dapat mempermudah siswa dalam menyelesaikan dan memecahkan kesulitan-kesulitan yang ada dalam materi pembelajarannya.
Guru hendaknya menanamkan keyakinan tersebut pada siswa, agar pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menyenangi dan menarik, terhadap pembelajaran matematika. Guru juga harus memiliki ketrampilan dalam menyampaikan materi. Dengan demikian, guru dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya secara lebih optimal. Karena itu, pada dasarnya guru menjadi ujung tombak pendidikan, sebab segala sesuatu yang berlangsung akan mempengaruhi kemampuan siswa. Guru dituntut paling tidak menguasai bahan yang diajarkannya, terampil dalam mengerjakannya dan terampil dalam mengajarkannya.[2]
Dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari, sering kali seorang siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal secara tuntas. Cuma hanya sebagian saja yang dapat menyelesaikanya. Ini karena kemampuan mereka  dalam memahami dan mengingat konsep-konsep matematika yang pernah mereka terima sangat  kurang.
Salah satu materi yang diajarkan di tingkat SD dan dianggap sulit oleh siswa adalah operasi hitung pecahan. Tetapi pada kenyataan di lapangan masih banyak siswa yang tidak mampu sama sekali mengoperasikan bilangan pecahan. Hal ini disebabkan karena kurang mantapnya pemahaman mereka tentang materi operasi hitung terhadap pecahan, sehingga mereka mempunyai hambatan dalam menjumlahkan, mengalikan, membagi dan mengurangkan bilangan pecahan. Akibatnya adalah banyak materi matematika yang tidak mampu diselesaikan oleh siswa. Selama ini banyak murid yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengerjakan soal-soal bentuk pecahan. Persoalan ini disebabkan karena metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan belum maksima. Sehingga banyak siswa yang belum mampu mengerjakan soal-soal yang diberikan. Padahal secara teoritis mereka harus mampu mengerjakan soal-soal pecahan tersebut karena kemampuan selanjutnya dalam memahami materi-materi matematika yang lain.
Pecahan dan operasinya merupakan salah satu materi matematika yang harus benar-benar dikuasai dengan baik oleh siswa. Materi ini termasuk materi pokok yang harus mendapat perhatian serius dari para guru. Permasalahan ini telah mendorong guru untuk mencoba mengatasi kesulitan yang dialami siswa dengan pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai angota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
Kelebihan Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning (CTL)) adalah :
1.            Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
2.            Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Kekurangan Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning (CTL)) adalah :
1.      Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai
dengan apa yang diterapkan semula.

Dalam konstek ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, mamfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual harus memandang bahwa materi pembelajaran matematika bukan sebagai hasil yang siap pakai. Pembelajaran yang berdasarkan pandangan bahwa matematika adalah hasil yang siap pakai hanya akan menuntut siswa memproduksi materi yang telah diberikan. Dalam hal demikian, kegiatan yang dapat ditugaskan kepada siswa adalah menerapkan rumus atau atau melakukan substitusi. Ini tidak akan membuat kesan belajar yang relatif permanen dalam diri siswa. Tetapi pembelajaran matematika harus di pandang sebagai kegiatan, yaitu pembelajaran yang sebenarnya penekanan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu ( learning how to lear).
Menurut Depdiknas: Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki tujuh kemampuan yang utama yaitu kontrukstivisme[3], menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, reflekasi dan penilaian yang sebenarnya. Bertitiktolak pada uraian diatas, maka kajian tentang pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dalam penyelesaian soal-soal operasi pecahan, termasuk salah satu topik yang menarik  untuk diteliti. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti tentang “Mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan operasi pecahan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) SD Negeri 40 Banda Aceh.
Namun sejauh ini, kenyataan yang terjadi di lapangan banyak guru yang masih mengajar dengan metode konvensial, yang hanya memberikan teori dan soal-soal tanpa adanya metode atau pendekatan-pendekatan dan memakai alat peraga. Hal itulah yang menyebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika, sehingga menyebabkan kesulitan siswa dalam menyelesaikan dan memecahkan soal-soal. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan operasi hitung pecahan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menggunakan alat peraga kartu keping pecahan. (suatu penelitian di SD Negeri 40 Banda Aceh).

B.           Rumusan Masalah
Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang masalah maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
1.      Bagaimanakah ketuntasan belajar dengan menggunakan pendekatan  Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan  operasi pecahan?
2.       
C.           Tujuan Penelitian  
Setiap penelitian tentu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai setelah melaksanakan penelitian. Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat menyelesaikan kesulitan siswa pada operasi pecahan.


D.          Manfaat Penelitian
Berdasarkann tujuan penelitian yang telah dideskripsikan di atas, maka hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat (digunakan) sebagai :
1.            Bahan masukan bagi siswa dalam meningkatkan pemahaman terhadap konsep pecahan, dan
2.            Menjadi bahan masukan bagi guru matematika sehingga dapat mengetahui bagaimana upaya pengajaran operasi pecahan secara efektif bagi siswa dengan pendekatan kontekstual.

E.           Anggapan Dasar dan Hipotesis
Anggapan dasar merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan penelitian, karena tempat berpijak dalam usaha penelitian lebih lanjut. Maka yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian adalah :
1.            Operasi pecahan merupakan materi inti dalam kurikulum  SD (KTSP/ 2006 hal 36)
2.            Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan dalam pembelajaran pecahan di SD Negeri 40 Banda Aceh.
Dengan bertitik tolak pada anggapan dasar di atas, maka suatu penelitian juga memerlukan hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan operasi pecahan siswa SD Negeri 40 Banda Aceh.

F.      Definisi Operasional
1.      Mengatasi Kesulitan Siswa
            Mengatasi adalah membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah sekaligus menolong atau memecahkan masalah yang dihadapi seseorang. Dalam kamus besar dijelaskan bahwa “mengatasi kesulitan adalah menyiapkan atau menyempurnakan suatu masalah menjadi tuntas”.[4]
            Menyelesaikan kesulitan siswa yang penulis maksudkan adalah penulis akan menyelesaikan kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mempelajari pecahan dengan pendekatan  Contextual Teaching and Learning (CTL) bagi siswa yang bermasalah.
2.            Menyelesaikan Operasi Pecahan
Materi pecahan merupakan suatu materi yang dipelajari oleh siswa SD di kelas VI. Menurut M Cholik: “Jika sebuah benda dibagi menjadi empat bagian yang sama, maka setiap bagian adalah  bagian dari seluruhnya. Bilangan disebut pecahan. Pada pecahan , angka 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut”.[5]
Dalam hal ini penulis akan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk membantu siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan operasi pecahan.
3.            Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunmia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubunngan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
4.            SD Negeri 40 Banda Aceh
Kelas VI SD Negeri 40 Banda Aceh merupakan suatu tingkatan kelas di SD Negeri 40 Banda Aceh yang siswanya berjumlah 36 orang siswa. Maka maksud  peneliti tentang kelas VI SD Negeri 40 Banda Aceh adalah siswa-siswa di kelas VI tersebut akan diajari materi pecahan dan kelas tersebut akan peneliti jadikan sampel dalam penelitiaan ini.

G.          Metode Penelitian
1.            Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto: “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”.[6] Dalam penelitian ini populasi yang penulis ambil adalah keseluruhan siswa SD Negeri 40 Banda Aceh yang berjumlah 36 orang dan terbagi dalam enam kelas. Sedangkan sampel di ambil secara acak yaitu satu kelas dari enam kelas yaitu kelas IV yang berjumlah 36 Orang.
2.            Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam penyelesaian operasi pecahan, penelitiaan ini dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Instrument yang digunakan untuk mengumpul data penelitian adalah tes dalam bentuk uraian sebanyak 10 soal dengan skor sama setiap soalnya dan jumlah skor maksimal 100.
Dalam penelitian ini akan diadakan dua kali tes yaitu Pre Test (tes awal) dan Post Test (tes akhir). Tes ini bertujuan untuk mengetahui prestasi belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada pokok bahasan operasi pecahan.
3.            Teknik Pengolahan Data
Data dalam penelitian ini akan di olah dengan menggunakan Uji-t. Adapun statistika lainnya yang diperlukan sehubungan dengan pengujian uji-t adalah:
a.             Uji Normalitas data
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji uji normalitas data digunakan statistic chi-kuadrat seperti dikemukakan Sudjana sebagai berikut:
Kriteria pengujian untuk chi-kuadrat menurut Sudjana adalah:
Tolak  = taraf nyata untuk pengujian dan   dalam hal lain  di terima.[7]
b.            Uji homogenitas varians
Uji Homogenitas Varians bertujuan untuk mengetahui apakah sampel dari penelitian ini mempunyai varians yang sama, sehingga generalisasi dari hasil penelitian akan berlaku pula untuk populasi yang berasal dari populasi yang sama atau berbeda. Untuk menguji homogenitas digunakan statistik seperti dikemukakan Sudjana sebagai berikut:
Kriteria pengujian tolak  dan dalam hal lain  di terima.[8]
c.             Uji Statistik-t
Untuk menguji statistik uji-t maka rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
 yaitu: (pendekatan kontekstual tidak dapat mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan operasi pecahan siswa SD Negeri 40 Banda Aceh)
  yaitu: (pendekatan kontekstual dapat mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan operasi pecahan siswa SD Negeri 40 Banda Aceh.
      
      
Kriteria pengujian adalah :
Terima <  < dan
Tolak untuk t lainnya.[9]

DAFTAR PUSTAKA
Hudojo, Mengembangkan Belajar Matematika, (Jakarta: P2LPTK,1998)
Nana Soedjana, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1998)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
M. Cholik Adinawan, Matematika Untuk SD Kelas VI, (Jakarta: Erlangga, 2007)
Suharsimin Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998)
Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005)



[1]Hudojo, Mengembangkan Belajar Matematika, (Jakarta: P2LPTK,1998), hal.15.
[2] Nana Soedjana, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1998), hal.14.

[3] Lihat buku Rahma Johar, dkk, Strategi Belajar Mengajar, hal. 31. dan buku, Nurhadi, Burhanuddin Yasin dan Agus Gerrad Semndak, Kontekstual dan Penerapan KBK, (Malang, Universitas Negeri Malang, 2004), hal. 10


[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)

[5] M. Cholik Adinawan, Matematika Untuk SD Kelas VI, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 45
[6] Suharsimin Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 272

[7] Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005),  hal. 273

[8] Ibid, hal. 250
[9]Ibid.,  hal. 238

Tidak ada komentar: