View My Stats

Senin, 29 November 2010

MEMAHAMI AL-QUR'AN DENGAN EFEKTIF DAN EFESIEN

Memahami al-Quran Efektif dan Efisien



A. PENDAHULUAN




1. Latar Belakang

Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah salah satu dari empat kitab suci yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya, Nabi mulia Muhamad SAW. Kitab suci yang dijamin keotentikannya langsung oleh Allah SWT melalui firmannya: “Sesungguhnya kami (Allah) telah menurunkan al-Dzikra (al-Quran), dan sungguh kami akan memeliharanya”.

Secara historis akan terlihat bahwasanya keotentikan al-Quran benar-benar teruji. Mulai dari diri sang penerima wahyu sendiri yaitu Muhamad adalah seorang ummiy, hal ini tentu dapat menafikan sangkaan orang-orang yang beranggapan bahwa al-Quran adalah buatan Muhamad, bagaimana mungkin seorang yang ummiy (tidak bisa baca tulis, red.) mampu membuat ayat-ayat seindah uslub al-Quran, se-fashahah balaghiah-nya al-Quran, bahkan seorang sastrawan pada zamannya pun (terbukti) tidak mampu untuk membuat untaian ayat seindah dan sefashahah ayat al-Quran. Selain itu kita mengetahui dari sejarah bahwasanya proses pe-nukil-an al-Quran adalah secara mutawatir melalui para huffad yang tsiqat dan terpelihara kesuciannya hingga akhirnya al-Quran dikumpulkan dalam satu mushaf pada masa Khalifah Utsman bin Affan (masa kodifikasi al-Quran).

Disinilah bukti janji Allah sebagai akan memelihara al-Quran telah di-ejawantah-kan melalui para huffad. Kemudian, proses pemeliharaan ini tidaklah selesai sesudah itu. Sebagai umat yang meyakini bahwasanya al-Quran adalah pedoman hidup yang utama, kita pun berkewajiban memeliharanya dengan senantiasa mempelajari, megajarkan dan mengamalkannya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya”.

Atas dasar itu, perlu kiranya dibuat suatu sistem pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pengkajian dan pembelajaran al-Quran sebagai manifestasi dari adanya rasa tanggungjawab kita sebagai umat Islam dalam proses pemeliharaan al-Quran. Dan artinya kita telah menjadi wakil Allah dalam proses pemeliharaan al-Quran itu.



2. Tujuan Penyusunan Makalah

Adapun sebagai wujud konkrit dari rasa tanggungjawab tersebut maka makalah ini mencoba untuk memberikan sumbangsih dalam kaitannya dengan pembelajaran al-Quran yang efektif dan efisien sehingga diharapkan akan menumbuhkan generasi-generasi baru “pemelihara” al-Quran secara cepat. Hal ini tentunya akan mendorong penyebaran syariat-Nya dan menjadikan umat Islam seluruhnya mampu membaca dan memahami kitab sucinya. Selain itu makalah ini bertujuan memberikan beberapa cara yang dapat ditempuh untuk dijadikan bahan acuan dan pertimbangan dalam mengajarkan al-Quran.



3. Kerangka Pikir

Metode pengajaran al-Quran dalam makalah ini adalah berdasarkan :

- Rujukan dari beberapa buku.

- Beberapa makalah yang disampaikan dalam seminar mengenai pengajaran

- Referensi lainnya yang mendukung.

B. PEMBAHASAN

Pemahaman terhadap al-Quran (khususnya selain bangsa Arab) memang merupakan suatu tantangan. Disebut sebagai tantangan karena memang memerlukan keuletan dan kesabaran dalam mempelajarinya. Hal ini tidak lain karena perbedaan bahasa ibu atau bahasa yang biasa digunakan.

Di sisi lain, pembiasaan berbahasa Arab memungkinkan bagi kalangan ajam memahami teks-teks berbahasa Arab seperti al-Quran. Sebagai perumpamaan, kalangan kaum santri yang setiap harinya dijejali dengan teks-teks arab, secara tidak langsung telah menyimpan beberapa kosakata (mufradat), maupun ungkapan-ungkapan berbahasa Arab yang terkadang santri itu sendiri tidak menyadarinya. Proses yang seperti ini biasa disebut dengan pembentukan tradisi di dalam pikiran.

Dalam proses belajar mengajar tentunya memerlukan tunjangan dari berbagai faktor. Termasuk ustadz / guru sebagai pengajar. Sikap ustadz / guru haruslah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi anak didik yang dihadapai. Memberikan pengajaran kepada anak-anak tentu akan berbeda sekali dengan memberikan pengajaran terhadap mahasiswa. Hal itu jelas adanya.

Belajar al-Quran berarti mempelajari bahasa Arab secara langsung ataupun tidak langsung. Kita akan diperkenalkan dengan huruf-huruf hijaiyah (huruf-huruf Arab) saat pertamakali kita belajar.

1. Metode IQRO sebagai Langkah Awal Pengenalan Huruf dan Bacaan

Diperlukan dialektika yang ideal antara seseorang dengan sesuatu yang asing adalah suatu keniscayaan. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tidak memerlukan proses. Demikian pula sebuah metode pengajaran. Sudah beberapa waktu lalu kita menggunakan metode iqra sebagai langkah awal dalam pengajaran al-Quran (umumnya dinegara kita). Penulis menjadikan metode ini sebagai alternatif awal dari beberapa metode yang akan diberikan. Hanya saja penulis akan memperuncing metode ini sehingga tidak memerlukan waktu yang lama.

Dalam metode alternatif ini, pembelajaran akan dimulai dengan pengenalan huruf hijaiyah. Anak didik diberikan pengetahuan nama-nama huruf dalam bahasa Arab pertama kali. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan satu kata dalam bahasa Arab dan secara tidak langsung kita telah memberikan pengajaran cara baca syakal dalam bahasa Arab.

Setelah anak didik mampu membuat satu kata dalam bahasa Arab serta cara membacanya, pembelajaran dilanjutkan dengan memberikan sebuah klausa sederhana mengenai benda-benda sekitar (diusahakan berupa klausa yang terdapat dalam al-Quran) seperti potongan ayat mengenai alam raya, binatang, matahari, bulan, bintang, langit dan sebagainya. Hal ini tentunya akan mempercepat anak didik nantinya ketika sudah mulai membaca sendiri ayat-ayat al-Quran. Anak didik sudah mengetahui beberapa kosakata dalam ayat tersebut.

Jika anak didik sudah menguasai beberapa klausa, pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian ungkapan sederhana berupa kalimat-kalimat pendek. Sekali lagi diusahakan untuk menggunakan ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam al-Quran, sebagai contoh ungkapan-ungkapan dalam kisah-kisah para nabi seperti perkataan Nabi Musa kepada kaumnya, perkataan kaum Bani Israil ketika meminta diberikan makanan dari langit dan sebagainya. Selain anak didik bisa langsung mempelajari al-Quran, mereka juga akan mampu membuat kalimat berbahasa Arab dalam aktivitas kesehariannya, hal ini tentunya karena ungkapan atau kalimat yang diberikan adalah berhubungan dengan aktivitas manusia dalam bercakap-cakap, seperti meminta sesuatu, bertanya, memerintah seseorang atau beberapa orang. Meski nantinya bahasa Arab yang digunakan bukanlah bahasa Arab keseharian (bahasa Arab al-Quran sebenarnya sedikit berbeda dengan bahasa Arab keseharian). Namun, tidaklah menjadi masalah karena dalam metode ini yang diutamakan adalah pencapaian pemahaman al-Quran secara cepat, efektif dan efisien.

Selain metode penyampain pembelajaran iqra di atas, berikut sangatlah penting untuk diketahui dan di terapkan yaitu berhubungan dengan ustadz dan peserta didiknya.

Langkah-langkah Kegiatan Pengajaran Iqra

1) Siswa atau anak kita uji / test kemampuan membaca iqranya.

2) Siswa atau anak kita kelompokan berdasarkan kemampuannya.

3) Siswa atau anak kita dudukkan pada satu kelompok yang mudah kita perhatikan.

4) Setiap kelompok dipegang oleh ustadz / ustadzah yang disesuaikan dengan jumlah siswa.

5) Ustadz / ustadzah memberikan motivasi kepada siswa atau anak yang membaca iqra.

6) Ustadz / ustadzah membacakan iqra dan halamannya kepada siswa / anak yang harus dibaca.

7) Ustadz / ustadzah menyimak siswa yang baru membaca iqra dengan memperhatikan siswa / anak yang lain.

8) Ustadz / ustadzah memberikan pesan – pesan kepada siswa / anak apabila semua siswa / anak sudah selesai membaca iqra.

Langkah-langkah diatas dirasa perlu mengingat metode ini memrlukan langkah-langkah yang tepat baik dalm penyampaian maupun pengajaran. Dengan langkah-langkah diatas akan memudahkan kedua belah pihak, anak didik akan merasa kerasan dan begitu pun sang ustadz akan mudah dalam menyampaikan materi pengajaran.

2. Memeperkenalkan Transliterasi Bahasa Arab dari Hal yang Sederhana (Thariqah al-Nahwi wa al-Tarjamah)

Metode atau thariqah[2]ini adalah metode lanjutan dari metode pertama. Setelah anak didik menguasai teknik pembacaan secukupnya, pembelajaran dilanjutkan dengan pengenalan transliterasi bahasa Arab dari hal yang sederhana. Namun, kali ini penerjamahan akan sedikit dibenahi yaitu dengan menyertakan thariqah al-Nahwi wa al-Sharfi sebagai penyempuna. Hal ini tentunya karena untuk benar-benar mendapat hasil terjemahan yang dekat akan kebenaran padanan bahasanya (tidak ada padanan bahasa yang sempurna pada kenyataanya, red.), kita perlu mempelajari kaidah-kaidah gramatika bahasa Arab.

Thariqah al-Sharfi

Pada thariqah ini kita akan mengenal bagaimana suatu kata dalam bahasa Arab bisa terbentuk. Kita akan dikenalkan dengan yang disebut Tashrifan[3]. Thariqah ini akan meminimalisir kesalahan penerjemahan dari segi kata itu terbentuk. Sebagai misal dalam penerjemahan tentu kita akan menemukan adanya keterangan waktu, ketika kita mengetahui tashrifan dari kata bahasa Arab- apakah itu termasuk fiil madhi, apakah isim mashdar ataukah fiil mudhari–kita akan bisa menebak apakah kejadian dalam kalimat yang kita terjemahkan itu terjadi di masa lampau ataukah akan terjadi di masa mendatang atau tengah terjadi?. Dengan thariqah kita akan terhindar dari kesalahan penerjemahan dengan mengetahui makana yang dimaksud dari bentukan kata yang kita temukan, terutama dalam hal keterangan waktu terjadinya suatu peristiwa.

Thariqah al-Nahwi

Thariqah ini menitikberatkan pada sistem pembacaan yang benar mengenai akhir bunyi suatu bacaan. Apakah di-rafa`-kan, di-nashab-kan, di-jar-kan atau di-jazm-kan, dengan mengetahui cara pembacaannya,berarti, kita pun mengetahui kedudukan kata itu dalam kalimat. Contoh, Isim yang terletak diawal kalimat atau yang biasa dikenal dengan mubtada` adalah dibaca rafa` dibaca rafa` karena ada amil yang me-rafa`-kannya yaitu amil ma`nawi. Contoh lain yang dapat menjadi gambaran bagaimana relevannya thariqah ini dalam penterjemahan bahasa Arab dewasa ini adalah jika kata setelah fiil dibaca rafa` maka kata itu berkedudukan sebaga fa`il (subjek), namun ketika kata setelah fiil itu di baca nashab maka kata itu kedudukannya bukan sebagai fail lagi tetapi sebagai maf`ul muqaddam atau objek yang didahulukan dari subjeknya.

Secara sepintas mungkin tahriqah ini akan terlihat sama saja rumitnya atau sama halnya dengan thariqah yang biasa digunakan. Untuk itu, penulis memberikan beberapa alternatif yang bisa digunakan untuk mengefektifkan thariqah ini, antara lain:

1) Hendaknya memberikan pengertian bahwa thariqah ini sifatnya penting dan sakral untuk memperoleh padanan bahasa yang benar.

2) Tidak memberikan materi yang terlalu pelik terlebih dahulu, tetapi anak didik cukup diberi tahu secara global saja.

3) Tidak memberikan materi (cara pembacaan dalam kaidah nahwu, misal) yang mengkompromikan berbagai cara pembacaan dalam hukum yang berbeda-beda dalam satu kedudukan.

4) Anak didik hanya cukup dirangsang motivasinya untuk mengenal lebih jauh mengenai thariqah ini dengan cara memberikan contoh-contoh signifikan mengenai penggunaan thariqah ini dalam penerjemahan.

3. Membaca Sembari Memaknai

Hernowo, dalam bukunya Mengikat Makna mengutif gagasan Ustadz M. Quraisy Shihab dalam penafsiran kata iqra. Kata iqra (yang biasa diartikan atau dipadankan dengan membaca saja) dalam konteks pencapaian prestasi tertinggi peradaban dan manfaat pentingnya untuk dijadikan bekal kita memasuki zaman luber informasi seperti sekarang ini. Ustadz Qurais memadankan kata iqra dengan “menghimpun”. Bila dikaitkan dengan dunia teks, menurut Hernowo, maka seruan iqra itu mengajak kita untuk “menghimpun makna”[7].

Dari pengertian yang diberikan oleh kedua tokoh tersebut jelaslah bahwa seruan yang difirmankan Allah yang adalah kewajiban kita melaksanakannya adalah untuk menghimpun makna dari ilmu-ilmu Allah baik berupa makna yang terkandung dalam ayat kauniy atau pun ayat-ayat qauliy. Untuk itu metode ini –salah satunya- dibuat.

Setelah anak didik menyelesaikan dua metode diatas (metode IQRO dan metode atau thariqah al-Nahwi wa al-Tarjamah) diharapkan akan mampu membaca secara efektif, artinya ketika sang anak didik membaca ia sudah mampu sembari memaknai apa yang ia baca. Sehingga salah satu jalan untuk mencapai kekhusyu`an dalam shalat dapat tertunjang. Disamping itu kita akan semakin cepat mengerti apa arti (lebih jauh lagi makna) yang terkandung dalam al-Quran ketika kita melkaukan tilawah al-Quran.

3. KESIMPULAN

Dibutuhkan berbagai cara dalam belajar al-Quran karena belajar al-Quran hukumnya adalah wajib. Demikian, mengingat zaman yang semakin hiruk-pikuk dengan aktivitas keduniaan ini, diperlukan metode yang efektif, dan efisien dalam menyebarkan dan mengajarkan syariat Allah terkhusus dalam memberikan pengajran agar umat Islam tidak buta huruf al-Quran (bisa membaca al-Quran).

Sudah banyak metode yang ditawarkan. Dalam makalah ini ditawarkan sebuah metode yang dirasa efektif berdasarkan berbagai pengajaran yang pernah ditempa oleh bebrapa penyusun makalah ini. Penggabungan metode IQRA dan Thariqah al-Nahwu wa al-Tarjamah merupakan satu paket pengajaran yang dirasa cukup efektif mulai dari pemula, hingga tingkatan penerjemah awal.

Metode ini (setelah melalui penyeleksian dan peruncingan dari metode aslinya) dibagi menjadi dua yaitu metode IQRA yang diperuntukan bagi anak didik yang masih belum mengenal sama sekali dengan bacaan al-Quran. Metode IQRA dimulai dengan pengenalan huruf hijaiyah hingga merangkai kalimat atau ungkapan dalam bahasa Arab. Sedang metode al-Nahwi wa al-Tarjamah diperuntukan bagi anak didik yang sudah melalui dan menguasai tingkat awal (metode IQRA). Dengan mwetode al-Nahwi wa al-Tarjamah, anak didik diharapkan mampu menerjemahkan al-Quran secara sederhana tetapi dengan padanan kata yang mendekati benar atau sesuai dengan arti di maksud dari arti kata bahasa Arabnya.

Selanjutnya, mengingat pepatah “Tiada gading yang tak retak” kami yakin tidak ada suatu metode pun yng sempurna yang sesuai untuk setiap tingkatan dan setiap zaman, metode yang dituang dalam makalah ini pun hanya berupa alternatif. Untuk itu, diperlukan saran dan perbaikan untuk ditindak lanjuti selanjutnya agar metode ini bisa dirasakan efektif dan memberikan manfaat khususnya untuk ikut andil dalam penyebaran syariat-Nya yang suci, yang akan menjadi rahmat bagi semesta ini.


D. DAFTAR PUSTAKA

Hariyono. Makalah disampaikan dalam acara Pembekalan ustadz / ustadzah Pendidikan Anak-anak Masjid Syuhada (PAMS), 30 Juli 2006.


Al Kailany, Abi al-Hasan Ali bin Hisyam. Kailaniy Izziy. Indonesia: Daar Ihya al-Kutub al-Arabiyah.

Anwar, Mochamad. 1992. Ilmu Nahwu: Terjemahan Matan al-Jurumiyah dan Imrity. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Nu`mah, Fuad. Mulakhos Qawaid al-Lughat al-Arabiyah. Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyah.

Hernowo. 2002. Mengikat Makna: Kiat-kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku. Bandung: Kaifa.

[1] Makalah oleh Hariyono, disampaikan dalam acara pembekalan ustadz / ustadzah Pendidikan Anak-anak Masjid Syuhada (PAMS), 30 Juli 2006.

[2] Secara bahasa berarti: jalan kecil, sedang tahariqah yang dimaksud di sini yaitu jalan atau cara yang ditempuh dalam memberikan pengajaran.

[3] Isim mashdar dari kata sharrafa-yusharrifu-tashrifan secara bahasa artinya: perubahan, sedang menurut istilah yaitu berpindahnya asal kata yang satu kedalam bentuk yang berbeda-beda karena adanya makna yang dimaksud yang makna tersebut tidak akan dapat dicapai kecuali dengan contoh bentuk yang berbeda-beda itu. (al-Kailany Izziy).

[4] Lafadz yang menunjukan kejadian (perbuatan) yang telah berlalu dan selesai. (Ilmu Nahwu:Terjemahan matan al-Jurumiyah dan Imrity. Hal: 55)

[5]Isim manshub yang dalam tashrifan fiil jatuh pada urutan ketiga (Ibid. Hal:132)

[6] Lafadz yang menunjukan kejadian sesuatu pada waktu sekarang atau setelah sekarang / yang akan datang. (Mulakhos Qawaid al-Lughat al-Arabiyah. Hal: 72).

[7] Hernowo. 2002. Mengikat Makna: Kiat-kiat Ampuh untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku. Bandung: Kaifa. Hal: 64.