A. Pendekatan Open-ended
Pendekatan Open-ended
berasal dari Jepang pada tahun 1970'an[3]. Antara tahun 1971 dan 1976, Peneliti
Jepang melaksanakan serangkaian proyek penelitian pengembangan dalam metode
mengevaluasi keterampilan "berpikir tingkat tinggi" dalam pendidikan
matematika dengan menggunakan series Open-ended
pada tema tertentu (Becker dan Shigeru, 1997)[4]. Pendekatan ini dimulai dengan
melibatkan siswa dalam masalah Open-ended yang mana didesain dengan
berbagai jawaban benar " tidak lengkap" atau " Open-ended".
Pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka
kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam
menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban
(yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa
dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Pendekatan Open-Ended
menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai
strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi
permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika
siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama
kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses
pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended,
yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan
siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai
strategi.
B.1 Keunggulan
dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended[5]
Keunggulan Pendekatan Open-Ended
Pendekatan Open-Ended ini
menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:
a. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan
sering mengekspresikan idenya.
b. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan
pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif.
c. Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon
permasalahan dengan cara mereka sendiri.
d. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti
atau penjelasan.
e. Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu
dalam menjawab permasalahan.
Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Disamping keunggulan, menurut Suherman,
dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended,
diantaranya:
a. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna
bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
b. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa
sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon
permasalahan yang diberikan.
c. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau
mencemaskan jawaban mereka.
d. Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan
belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.
B. Masalah Open-ended
Menurut
Suherman dkk (2003; 123)[6] problem yang
diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap
atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka Siswa yang
dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada
suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam
mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak. Sifat "keterbukaan"
dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab
permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk
masalah tersebut.
Menyusun
masalah open-ended yang baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebagai
contoh, guru-guru di Thailand yang sudah terbiasa mengajar dengan mengenalkan
konsep, memberi contoh dan mengerjakan latihan, akan terasa sangat sulit untuk
membuat beberapa konsep matematika yang kontekstual, yang merupakan bagian
penting dari permasalahan open-ended. Jenis masalah yang kontekstual
dapat dibentuk sehingga aktivitas matematika yang bersifat alami dapat
dihasilkan. Sebagai gantinya, memberikan instruksi dapat dilakukan dengan
menyampaikan permasalahan kontekstual yang dapat disajikan dalam sebuah cerita.
Oleh karena
itu, perlu perhatian dan pelatihan khusus untuk mengkonstruksi masalah open-ended.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup
panjang[7], ditemukan beberapa hal
yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai
berikut:
· Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata
di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
· Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian
rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel
dalam persoalan itu.
· Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri)
sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
· Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa
dapat menemukan aturan matematika.
· Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa
kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk
menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
· Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat
menggeneralisasai dari pekerjaannya.
Dengan cara
ini, mudah bagi siswa untuk memulai aktivitas/belajar matematika dari
permasalah open-ended. Juga diharapkan kepada guru untuk berusaha mendesain
permasalahan open-ended yang terkait dengan siswa.
Tujuan dari
pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124)[8] ialah untuk membantu
mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem
posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir
matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
setiap siswa.
Dalam metode
mengajarnya, satu permasalahan Open-ended ditujukkan kepada siswa,
dikerjakan dengan menggunakan banyak cara yang benar dan ternyata memberikan
pengalaman untuk menemukan sesuatu yang baru selama proses pemecahan
masalahnya. Aktivitas matematika yang dihasilkan dengan menggunakan masalah Open-ended
sangat banyak dan cerdik sehingga guru dapat mengevaluasi keterampilan berpikir
tingkat tinggi.
B.1. Contoh Masalah Open-ended
1. Suatu
persegipanjang luasnya 48 cm. Berapa cm kemungkinan panjang dan lebar
persegipanjang tersebut?[9]
Jawaban siswa dengan variasi 1
L = p × l
48 = p × l
Jadi p = 8 dan l = 6 sehingga 8 × 6 = 48.
Jawaban siswa dengan variasi 2:
L = p × l
48 = p × l
Jawaban yang benar adalah p = 12
cm dan l = 4 cm karena 12 cm × 4 cm = 48 cm 2
Jawaban siswa dengan variasi 3:
L = p × l
48 = p × l
48
|
|
p
|
l
|
8
|
6
|
12
|
4
|
24
|
2
|
Jadi, bila p= 8 cm maka l =
6 cm
Bila p = 12 cm maka l = 4
cm
Bila p =
24 cm maka l = 2 cm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar