View My Stats

Selasa, 21 Februari 2012

PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK DALAM PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


E. PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK DALAM PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


A.     PENGERTIAN NASKAH AKADEMIK

Sebagaimana telah menjadi pengetahuan umum bahwa hak legislasi pembuatan undang-undang menurut undang-undang dasar 1945 mengalami pergeseran kewenangan dari eksekutif beralih menjadi kewenangan legislatif. Hal ini diatur di dalam pasal 20 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “dewan perwakilan rakyat memegang kekuasaan membuat undang-undang”. Sedangkan posisi eksekutif seperti diatur dalam pasal 5 UUD 1945 melalui presiden “berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Pergeseran ini ditinjau dari lahirnya kemurnian kekuasaan melalui teori “trias politika” menandakan telah kembalinya kekuasaan asli kepangkuan pihak legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang. Sebagai pemangku kekuasaan membuat undang-undang, maka pihak legislatif dalam menjalankan tugas dipegangi sebuah hak yang kemudian lazim disebut dengan hak inisiatif.

Dalam proses pembuatan undang-undang baik yang melibatkan pihak legislatif maupun pihak eksekutif ada juga hak yang dimiliki pihak akademisi untuk membuat sebuah naskah akademik. Menurut Harry Alexander, yang dimaksud dengan naskah akademik adalah naskah awal yang memuat gagasan-gagasan pengaturan dari materi muatan perundang-undangan bidang tertentu. Bentuk dan isi naskah akademik memuat gagasan pengaturan suatu materi hukum bidang tertentu yang telah ditinjau secara holistis-futuristik dan dari berbagai aspek ilmu, dilengkapi dengan referensi yang memuat; urgensi, konsepsi,landasan, alas hukum, prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengajukan beberapa alternatif, yang disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum dab sesuai dengan politik hukum yang telah digariskan.[1]

Sementara didalam pasal 1 ayat (7) pereturan presiden nomor 68 tahun 2005 tentang cara mempersipakan rancangan undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden menyatakan bahwa naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan rancangan undang-undang.[2]

Dari pendapat dan ketentuan tersebut, kalau dikupas lebih jauh menunjukkan bahwa pembuatan nakah akademis tidak lebih dari sebuah upaya pendekatan menyeluruh (holistis) dari sebuah rencana pembuatan sebuah peraturan perundang-undangan. Pendekatan ini dijalankan melalui sebuah metode riset sebagai langkah awal untuk mengetahui realitas kepentingan berbagai pihak baik phak masyarakat maupun pemegang hak legislasi (pemerintah dan perlemen). Namun, karena luasnya ruang lingkup pendekatan, maka ada baiknya kalau digunakan konsep dasar “tritunggal”[3] dalam menelaah lahirnya sebuah peraturan perundang-undangan, yang meliputi aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis. Aspek yuridis maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat; aspek sosiologis, yang dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat; misinya adat istiadat, dan Aspek Filosofis maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hakiki di tengah-tengah masyarakat, misalnya agama.[4]

Dengan  batas yang jelas ini maka akan memudahkan untuk mengiventarisasi seluruh bahan dan permasalahan yang muncul di lapangan. Dari ketiga aspek tersebut juga dijadikan rambu-rambu penting di dalam merumuskan batasan akademis dari nakah akademis yang akan dibuat tersebut. Hal ini penting untuk ditekankan agar naskah akademis yang dibuat tidak saja bertumpu kepada keilmuan tetap juga harus ditunjang dengan kenyataan sosial. Tumpuan keilmuaan dibuat didasarkan kepada kaidah-kaidah teori dan pendapat para pakar (doktrin) sedangkan tumpuan kenyataan didasarkan kepada kebutuhan nyata yang di inginkan masyarakat agar kehidupannya terlindungi dan dijamin oleh kepastian, kemamfaatan, dan keadilan hukum baik di masa kini  (das sein) maupun masa yang akan datang (das sollen futuristik).

Dengan demikian, naskah akademis akan terjaga netralitasnya sebagai sebuah kajian yang murni karena  tuntunan ilmu” bukan karena tuntunan dan tuntutan kepentingan pemerintah dan elit politik melalui politik hukum yang dia kehendaki. Karena itulah naskah akademik dibuat untuk “badul penyeimbang” rancangan undang-undang yang dibuat oleh pihak parlemen bersama pemerintah atau sebaliknya, agar lebih objektif dan tidak menabrak kaidah-kaidah keilmuan hukum yang ada. Harapannya naskah akademis benar-benar dijadikan pertimbangan utama bagi proses perdampingan rancangan peraturan perundang-undangan sehingga pengidaman sebuah undang-undang yang sempurna dan jauh dari cacat hukum benar-benar akan terwujud. Yang paling dari proses itu semua diharapkan sudah tidak ada lagi wajah undang-undang yang bersifat repsesif, tetapi diganti dengan wajak undang-undang yang berwatak otonom dan berwatak responsif.

Skema
Letak Naskah Akademik Sebagai Bandul Penyeimbang Di Antara
Produk Rancangan Peraturan Perundang-Undangan Yang Dikeluarkan
Oleh pihak legislatif maupun eksekutif.


Oval: Bandul Penyeimbang
 

Oval: ResponsifOval: Responsif                                                                                                           

Block Arc:                Rancangan per UUBlock Arc:      Rancangan per UU       
                                                                                                        
Block Arc:        LEGISLATIFBlock Arc:     EKSEKUTIF                                                                                                                 
                                                                                                          












Oval: NASKAH AKADEMIK









Oval: Bandul Penyeimbang


 












                   Selanjutnya, unsur-unsur yang perlu ada dalam suatu naskah akademik adalah urgensi di susunnya pengaturan baru suatu materi hukum yang menggambarkan bahwa :

1.      Hasil inventarisasi hukum positif,
2.      Hasil inventarisasi permasalahan hukum yang di hadapi;
3.      Gagasan-gagasan tentang materi hukum yang akan tiuangkan kedalam rancangan undang-undang;
4.      Konsepsi landasan, alasan hukum, dan prinsip yang akan digunakan;
5.      Pemikiran tentang norma-normanya yang telah dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal;
6.      Rancangan awal naskah rancangan undang-undang; dan/atau
7.      Rancangan produk hukum yang disusun secara sistematik : bab demi bab, serta pasal demi pasal untuk memudahkan dan mempercepat penggarapan undang-undang atau rancangan produk hukum lainnya selanjutnya oleh intensi yang berwenang menyusun undang-undang atau rancangan produk hukum lainnya tersebut.

                   Kedudukan naskah akademik merupakan :

1.      Bahan awal yang memuat gagasan-gagasan tentang urgensi, pendekatan, luas lingkup, dan materi muatan suatu undang-undang;
2.      Bahan pertimbangan yang digunakan dalam permohonan izin prakarsa penyusunan undang-undang; dan
3.      Bahan dasar bagi penyusunan undang-undang/rancangan produk hukum lainnya.

B.     DASAR HUKUM EKSISTENSI NASKAH AKADEMIK
           
Naskah akademik merupakan bentuk kongkret dan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah yang berbasis riset), hal ini telah memiliki legitimasi dan dasar hukum yang jelas dan konkret. Out-out konkret dari keterlibatan masyarakat (khususnya kalangan akademik) adalah terbentuknya sebuah naskah akademik.

Dasar hukum pembentukan naskah akademik yang pertama kali muncul adalah sebuah SKKBHPN (surat keputusan kepala dan pembinaan hukum nasional) SKKBHPN No. 159. PR. 09. 10 Tahun 1994 tentang petunjuk teknis penyusunan naskah akademik peraturan perundang-undangan. Di dalam surat keputusan tersebut dijelaskan mengenai nama atau istilah, bentuk dan isi, kedudukan serta format dari naskah akademik.

Dasar hukum bagi partisipasi masyarakat lewat pembentukan naskah akademik mengalami perbaikan dengan munculnya aturan-aturan baru. Aturan baru yang mengatur tentang pembentukan naskah akademik adalah pasal 53 UU No.10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dan pasal 139 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, serta pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) peraturan pemerintah nomor 68 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Mempersipakan Racangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.

Pengertian naskah akademik di dalam pasal 1 ayat (7) peraturan pemerintah Nomor 68 Tahun 2005 diatur bahwa naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek , atau arah pengaturan rancangan undang-undang.

Dilanjutkan di dalam pasal 5 ayat (1) diatur bahwa pemrakarsa dalam menyusun rancangan undang-undang dapat terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur di dalam rancangan undang-undang. Dilanjutkan di dalam pasal 5 ayat (2) diatur bahwa penyususnan naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama dengan departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaanya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.

Secara teoritis dan sosiologis, naskah akadimek diartikan sebagai konsepsi pengaturan suatu masalah (objek peraturan perundang-undangan), mengkaji dasar filosofis, yuridis, dan politis suatu masalah yang akan diatur sehingga mempunyai landasan pengaturan yang kuat. Dilanjutkan dengan pasal UU No.7 Tahun 2004 diatur mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, salah satunya terdapat peraturan daerah  (perda) sebagai jenis peraturan perundang-undangan, dijelaskan lebih lanjut, berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah , produk-produk hukum daerah meliputi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Jadi, kebolehan pembentukan suatu naskah akademik juga berlaku bagi produk hukum daerah.

Definisi lain dari naskah akademik ialah naskah awal yang memuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi muatan perundang-undangan tertentu. Naskah akademik mengandung uraian yang berisi penjelasan tentang (Jazim Hamidi,  2006, tanpa halaman) :

1.      Perlunya sebuah peraturan dibuat;
2.      Tujuan dan kegunaan dan peraturan yang akan dibuat;
3.      Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut;
4.      Aspek-aspek tehnik penyusunan.

Jadi, naskah akademik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penyusunan sebuah rancangan produk hukum (termasuk rancangan produk hukum daerah).

Di dalam kaitan dengan produk hukum daerah, naskah akademik dimuat gagasan-gagasan pengaturan serta materi muatan peraturan daerah bidang terentu yang telah ditinjau secara sistemik, holistik, dan futuristik, dari berbagai aspek ilmu. Naskah akademik uga merupakan bahan pertimbangan yang digunakan dalam permohonan izin pemrakarsa penyusunan rancangan peraturan daerah kepada kepala daerah.

C.     PENTINGNYA NASKAH AKADEMIK DALAM PROSES PERANCANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Walaupun naskah akademik bukan merupakan suatu keharusan dalam pembentukan peraturan daerah, tetapi perlu sekali lagi ditekankan urgensi, (penting/sangat dibutuhkan) keberadaan naskah akademik dalam proses pembentukan peraturan daerah. Naskah akademik merupakan media konkret bagi peran serta masyarakat secara aktif dalam pembentukan peraturan daerah. Dengan terlibatnya masyarakat secara aktif dalam proses pembentukan peraturan daerah, maka aspirasi-aspirasi masyarakat akan lebih terakomodasi.

Argumen yang menunjukkan bahwa naskah akademik merupakan media konkret bagi peran serta masyarakat secara aktif  dalam proses pembentukan peraturan daerah adalah  (Mahendra P.K. dkk.,2007 : 57):

a.       Naskah akademik memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar belakang tentang hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga sangat penting dan mendesak diatur dalam peraturan daerah. Aspek yang dikaji dalam latar belakang ini adalah aspek idiologis, politis, budaya, sosial, ekonomi, ekologi, pertahanan, dan keamanan. Mamfaat dan informasi yang ada di dalam latar belakang bagi pembentuk peraturan daerah adalah mereka bisa mengetahui dengan pasti tentang perlunya dibuat sebuah peraturan daerah demi kepentingan daerah secara umum.

b.      Naskah akademik menjelaskan tinjauan terhadap sebuah peraturan daerah dari aspek filosofis (cita-cita hukum, recht idea), aspek sosiologis (nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat), aspek yuridis (secara vertikal dan horizontal tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang telah ada sebelumnya), dan aspek politis (kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan dan tata laksana pemerintahan).  Peraturan daerah dimungkinkan menjadi efektif apabila tidak melupakan sejauh mana tingkat kebutuhan, keinginan, dan interaksi masyarakat terhadap peraturan tersebut.

c.       Naskah akademik memberikan gambaran mengenai substansi, materi dan ruang lingkup dan peraturan daerah yang akan dibuat. Dalam hal ini dijelaskan mengenai konsepsi, pendekatan, dan asas-asas dan materi hukum yang perlu di atur, serta pemikiran-pemikiran normanya. Naskah akademik menggambarkan bahwa materi hukum tidak hanya terikat pada asas-asas yang telah ditentukan dalam pasal 6 UU No. 10 Tahun 2004 jo. Pasal 138 UU No. 32 tahun 2004, tetapi juga perlu mencermati nilai-nilai hukum adat didaerah bersangkutan.

d.      Naskah akademik memberikan pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan bagi pihak eksekutif dan legislatif mengenai pembentukan peraturan daerah tentang permasalahan yang di bahas. Sebuah naskah akademik juga memberikan saran-saran apakah semua materi yang dibahas dalam naskah akademi sebaiknya diatur dalam satu bentuk peraturan daerah atau ada sebagian yang sebaliknya dituangkan dalam peraturan pelaksana atau peraturan lainnya.

Kehadiran naskah akademik juga menepis pandangan sebagian masyrakat yang melihat peraturan daerah sebagai suatu produk yang (hanya) berpihak pada kepentingan pemerintah semata, sehingga dalam implementasinya masyarakat sering kali tida merasa memiliki dan menjiwai peraturan daerah tersebut. Oleh karena itu, naskah akademik digunakan sebagai instrumen penyaring, menjembatani dan meminimalisir unsur-unsur kepentingan politik dan pembentuk peraturan daerah. Melalui naskah akademik, partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pembentukan peraturan daerah akan muncul.

Partisipasi masyarakat secara aktif dalam proses pembentukan peraturan daerah sesuai dengan isi pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004. Pasal ini menyebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah. Hal ini perlu diatur secara jelas, sebab peraturan daerah merupakan media bagi pemerintah daerah untuk menuangkan usulan-usulan, kebijakan-kebijakan dan/atau aspirasi-aspirasi masyarakat, dengan tujuan pembangunan daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, adanya naskah akademik merupakan usaha menghindari kondisi suatu peraturan daerah tidak menjadi instrumen bagi pembangunan daerah demi kepentingan masyarakat daerah tersebut.


D.    KEDUDUKAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK DALAM PROSES PERANCANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Secara umum kedudukan naskah akademik dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.      Bahan awal yang memuat gagasan-gagasan tentang urgensi, pendekatan, luas lingkup, dan materi muatan suatu peraturan daerah.
2.      Bahan pertimbangan yang digunakan dalam permohonan izin prakarsa penyusunan Raperda atau rancangan produk hukum daerah lainnya kepada kepala daerah.
3.      Bahan dasar bagi penyusunan Raperda atau rancangan produk hukum daerah lainnya kepada kepala daerah (Mahendra, dkk, 2007 : 31).

Sedangkan kegunaan naskah akademik dapat dirumuskan, sebagai berikut :

1.      Menginformasikan bahwa perancang telah mempertimbangkan berbagai fakta dan faktor yang melingkupi suatu proses penyusunan rancangan peraturan daerah.
2.      Memastikan bahwa di dalam proses perancangan suatu peraturan daerah perancang telah menyusun fakta-fakta dengan mempertimbangkan berbagi faktor yang melingkupinya secara logis, rasional, dan objektif.
3.      Menjamin bahwa suatu rancangan peraturan daerah tersebut muncul dari proses pengmbilan keputusan yang logis, rasional, dan objektif (Mahendra, dkk, 2007 : 31).

E.     PROSES PEMBENTUKAN NASKAH AKADEMIK SUATU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pembentukan naskah akademik di suatu daerah, di dasari oleh kebutuhan akan hadirnya produk hokum daerah yang partisipatif dan reponsif terhadap kebutuhan masyarakat dan kepentingan umum di daerah yang bersangkutan.
Dasar kebutuhan terhadap pembentukan naskah akademik yang memunculkan kondisi parsitipatif dan responsif tersebut bisa digambarkan sebagai berikut :





Permasalahan atau perubahan dalam masyarakat
 





Kepekaan penyusun naskah akademik terhadap masalah atau perubahan sosial yang muncul dalam masyarakat
 
 




                                                                                             








Membangun jejaring dengan pihak-pihak yang terkait
 



 











Identifikasi dan vertifikasi permasalahan
 





Adanya kesamaan visi dan persepsi dari pihak-pihak yang terkait tentang penyusunan naskah akaemik
 
 












Proses penyusunan naskah akademik
 
 



Gambar diatas menunjukkan suatu proses kepekaan dan penyusun naskah akademik terhadap permasalahan yang timbul di masyarakat, kepekaan ini diwujudkan dalam sebuah riset (penelitian) terhadap permasalahan yang timbul, mengidantifikasi, menganalisis, dan mencarikan alternatif solusi (jalan keluar) bagi permasalahan tersebut (Mahendra P. K. Dkk, 2007 :63).

Wujud dari riset tersebut salah satunya adalah pembentukan naskah akademik, kemudian pemerintah daerah merespon hasil penelitian tersebut dengan menggunakan nasakah akademik sebagai salah satu dasar dan alat pertimbangan pembentukan produk hukum daerah yang pertisipatif.

Ketika kesadaran bahwa naskah akademik merupakan wujud konkret partisipasi masyarakat telah terbangun , maka langkah konkret berikutnya yang harus dilakukan adalah pelaksanaan konsultasi publik, konsultasi publik dalam hal ini dilakukan dalam hal perencanaan pembentukan produk hukum daerah tahap naskah akademik (Mahendra P. K. Dkk, 2007 : 66). Hal ini digambarkan sebagai berikut :

















Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi Publik Produk Hukum Daerah
Tahap Naskah Akademik (Academic Draft)
 








                                     
 


Flowchart: Terminator: MASYARAKAT LUAS/PARA PEMANGKU KEPENTINGAN
1.        Mendiskusikan dan membahas draft naskah akademik (D1)
2.        Menghimpung masukan dari pemangku kepentingan melalui diskusi, seminar, lokakarya, dan lain-lain dari masyarakat.
 
                                           













 


Flowchart: Terminator: TIM PENYUSUN NASKAH AKADEMIKFlowchart: Terminator: MASYARAKAT
1.        Perbaikan D1 menjadi D2 hasil masukan masyarakat.
2.        Mengirim D2 kepada masyarakat
 
Klarifikasi atas D2
 
Flowchart: Terminator: MASYARAKAT
1.        Penyepurnaan D2 menjadi draft final naskah akademik
2.        Mengirim draft final kepada pemangku kepentingan atau masyarakat luas.
3.        Mempersipakan penyusunan renacana produk hokum.
 
                                         






Proses evaluasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses penyusunan naskah akademik (Mahendra P. K. dkk, 2007 :69). Adapun proses penyusunan naskah akademik yang pertisipatif bias dijelaskan dengan gambar sebagai berikut :

Gambar
Proses penyusunan naskah akademik yang partisipatif


 


















F.      Naskah akademik

Pada dasarnya tidak ada format baku dari sebuah naskah akademik, biasanya naskah akademik disusun secara sistematis dalam bab-bab. Berdasarkan lampiran surat keputusan kepala badan pembinaan hokum nasional No. G-159. PR. 09. 10 Tahun 1994 tentang petunjuk teknis penggunaan naskah akademik peraturan perundang-undangan, naskah akademik terdiri dari dua bagian yaitu:

a.       Bagian pertama : adalah laporan hasil pengkajian dan penelitian tentang rancangan undang-undang yang akan dirancangkan. Secara terperinci, format bagian utama ini adalah sebagai berikut :
I.        Pendahuluan
1.       Latar belakang
2.       Tujuan dan kegunaan yang dicapai
3.       Metode pendekatan.
4.       Pengorganisasian

II.     Ruang lingkup naskah akademik
1.       Ketentuan umum
2.       Materi

III.   Kesimpulan dan saran
IV.  Lampiran

b.       Bagian kedua : adalah rancangan awal konsep undang-undang yang terdiri dari pasal-pasal yang diusulkan dan sudah memuat saran-saran yang konkret. Formatnya sebagai berikut :

1.       Konsiderans
2.       Alas atau dasar hukum;
3.       Ketentuan umum;
4.       Materi;
5.       Ketentuan pidana;
6.       Ketentuan peralihan; dan
7.       Penutup

Selain format yang diberikan oleh BHPN diatas, terdapat alternatif format naskah akademik yang lazimnya terdiri dari empat bab yang tersistematika.

Format Naskah Akademik Alternatif

BAB I : PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Latar belakang penyusunan berisi tentang hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga sangat penting dan mendesak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Aspek yang perlu diperhatikan dalm latar belakang ini adalah aspek idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam).

B.     Tujuan
Tujuan penyusunan merupakan hasil yang diharapkan, dengan diaturnya suatu masalah atau urusan dalam peraturan perundang-undangan.

C.     Metode
Bagaimana cara menyusun naskah akademik yang bersangkutan (riset normatif atau riset sosiologis). Dijelaskan bahwa dalam menyusun naskah akademik sengat diperlukan data yang akurat yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan, sehingga vakiditasnya tidak diragukan lagi. Metode penggalian data tersebut dapat dilakukan dengan cara misalnya :

1.       Penelitian;
2.       Polling (jarak pendapat);
3.       Seminar dan lokakarya;
4.       FGD (focus group disscusion) diantara stakeholder, dan;
5.       Publik hearing.

BAB II : TELAAH AKADEMIK

A.     Kajian Filosofis
Diuraikan landasan filsafat atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan suatu masalah kedalam peraturan perundang-undangan.

B.     Kajian Yuridis
Diurakan landasan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan lain untuk memberi kewenangan bagi suatu instansi membuat aturan tertentu dan dasar hukum umtuk mengatur permasalahan (objek) yang akan diatur.

C.     Kajian Politis
Diuraikan kebijaksanaan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan.

D.     Kajian sosiologis
Diuraikan realitas masyarakat yang meliputi kebutuhan hukum masyarakat, kondisi masyarakat, dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang (rasa keadilan masyarakat).

E.      Konsep-konsep
Menjelaskan ruang lingkup pengertian istilah-istilah yang dipakai dalam naskah akademik.


BAB III : MATERI DAN RUANG LINGKUP

Pembahasan gambaran umum materi dan ruang lingkup peraturan perundang-undangan yang akan dibuat. Umumnya materi dan ruang lingkup peraturan perundang-undangan terdiri dari :

A.     Pengaturan asas dan tujuan
Asas dan tujuan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat beberapa nilai-nilai  dasar yang akan mengilhami norma peraturan selanjutnya. Dengan demikian, ruang lingkup peraturan perundang-undanganyang akan disusun tidak terlepas dari asas dan tujuan dan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Misalnya didalam peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup, maka dipakai asas sustaiability (keberlanjutan), responsibility (pertanggungjawaban), utility (mamfaat).

B.     Pengaturan hak dan kewajiban
C.     Pengaturan kewenangan dan kelembagaan;
D.     Pengaturan mekanisme.
E.      Pengaturan larangan-larangan.
F.      Pengaturan sangsi dan larangan (jika perlu).


BAB IV : PENUTUP
A.     Kesimpulan
B.     Saran


DAFTAR PUSTAKA


[1] Harry Alexander, 2004, panduan perancangan undang-undang di Indonesia, jakarta XSYS Solusindo, hlm. 120.
[2] Peraturan presiden nomor 68 tahun 2005 tentang tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang , rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden
[3] Disebut dengan konsep “tritunggal” karena tiga landasan tersebut baik secara yuridis, sosiologis, dan filosofis tidak bisa dipisahkan satu sama lain, sehingga keberadaannya disebut dengan 3 (tiga) yang satu dan 1 (satu) yang tiga.
[4] Keputusan mendagri dan otonomi daerah nomor 21 tahun 2001 tentang teknik penyusunan dan materi muatan produk-produk hukum-hukum daerah, hlm. D9

Tidak ada komentar: