BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak diantara kita yang
mungkin terjadi kesalahpahaman dalam menyebutkan tentang apakah itu yang
dinamakan hadits/sunnah. Karena pada dasarnya terdapat beberapa pengertian yang
berbeda dan yang sama diantara para ulama.
Melalui makalah ini penulis
hanya akan menjelaskan tentang apakah yang dimaksud dengan hadits dan sunnah
baik secara etimologis maupun secara terminologi dan menurut para Ulama Ahli,
baik Ahli Hadits, Ushul maupun Ahli Fiqh, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman
mengenai pengertian hadits/ sunnah.
Hadis atau al- hadits menurut
bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti
menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang
yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering disebut dengan al- khabar,
yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.[1]
Sunnah
atau lebih dikenal dengan hadis, mempunyai sejarah yang unik dan panjang. Ia
pernah mengalami masa transisi dari tradisi oral ke tradisi tulisan.
Pengkompilasiannya pun membutuhkan waktu yang cukup panjang. Persaingan politik
antar kelompok Muslim dalam rangka perebutan kekuasaan juga ikut mewarnainya.
Sampai pada akhir abad ke-9 M, usaha pengkodifikasian tersebut dapat
menghasilkan beberapa koleksi besar (kitab Hadis) yang dianggap autentik, di
samping sejumlah besar koleksi hadis lainnya.
Islam merupakan agama
yang universal karena dalam ajaran islam melingkupi urusan dunia dan akhirat,
ajaran agama islam pertama kali muncul di jazirah arab yang dibawakan oleh
seorang tokoh yakni nabi Muhammad SAW. Islam berarti ajaran agama yang dibawakan
oleh nabi Muhammad yang Al-Qur’an sebagai sumber hukum utamanya. Al-Qur’an adalah wahyu Allah di sampaikan
kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril secara berangsur – angsur
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari terdiri atas 30 juz, 114 surat, yang surat pertamanya adalah Al-Fatihah dan surat
terakhir surat Annas. Dalam mengkaji Al-Qur’an sebagai sumber hukum banyak
sekali yang dilakukuan sebagai dasar ilmu pengetahuan diantaranya melalui
tafsir, terjemah dan pendalaman Al-Qur’an atau yang biasa di sebut Ulumul
Qur’an.[2]
Selain Al-Qur’an Islam
juga memiliki sumber hukum yang lain seperti Hadis, Ijma dan Qiyas. Dalam hal
ini penulis ingin mengaji ilmu–ilmu hadis dari segi pengertian Hadits/Sunnah menurut Ulama Hadits, ulama Ushul dan
ulama Salaf, serta implikasi dari semua pengertian hadist menurut Ulama Hadits,
Ushul, dan Salaf.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
HADITS/SUNNAH
(Naqd ‘Ulum
Al-Hadits)
A. Pengertian
Hadits Menurut Ulama Hadits
1. Pengertian Hadits Secara Etimologis
Hadis atau al- hadits menurut
bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti
menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang
yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering disebut dengan al- khabar,
yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.[3]
Secara etimologi,
sunnah berarti tata cara.[4] Menurut
pengarang kitab lisan al-‘Arab- mengutip pendapat syammar-sunnah pada mulanya
berarti cara atau jalan, yaitujalan yang dilalui orang-orang dahulu kemudian
diikuti oleh orang-orang belakangan. Dalam kitab mikhtar al-shihah disebutkan
bahwa sunnah secara etimologi berarti tata cara dan tingkah atau perilaku
hidup, baik perilaku itu terpuji maupun tercela.[5]
Al-Tahanuwi juga berpendapat bahwa sunnah menurut etimologi berarti tata cara,
baik maupun buruk.[6]
2. Pengertian Hadits Secara Terminologi
Sedangkan pengertian hadis
menurut istilah (terminologi), Para Ahli memberikan definisi (ta’rif) yang
berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.[7]
3. Pengertian sunnah menurut bahasa (etimologis)
Menurut bahasa sunnah berarti:
اَلطَّرِ يْقَةُ مَحْمُوْدَةً كَا نَتْ او مَذْمُوْ مَةً
Artinya: “Jalan yang terpuji atau yang tercela.”
Dalam kaitan sunnah yang
diartikan dengan السيرة .atau…الطر يقة…Khalid
bin ‘Utbah Al-Hadzi mengatakan:
فَلاَ تَجْزَ عَنَّ مِنْ سِيَرَةٍ اَنْتَ سَرَتَهَا فَاَوَّلُ
رَاضٍ سُنَّةً مَنْ يَسِيْرُهَا
Artinya: “Janganlah kamu halangi perbuatan yang telah kau
lakukan, karena orang yang pertama menyenangi suatu perbuatan adalah orang yang
melakukannya”.
Bila kata sunnah disebutkan
dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang dimaksudkan tiada
lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh
Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Dan apa
bila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-Kitab dan al-Sunnah, berarti yang
dimaksudkan adalah al-Qur’an dan Hadis.
4. Pengertian sunnah menurut istilah (terminologi)
Sedang sunnah menurut istilah,
dikalangan ulama terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan
karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing
terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi
tiga golongan: Ahli Hadis, Ahli Ushul dan Ahli Fikih.[8]
a. Pengertian hadits menurut Ahli Hadits, ialah:
Menurut istilah
(terminologi)ahli-ahli hadits, sunnah adalah sabda, pekerjaan, ketetapan, sifat
(watak budi atau jasmani); atau tingkah laku nabi Muhammad saw, baik sebelum
menjadi nabi maupun sesudahnya.[9] Dengan
arti ini, menurut mayoritas ulama, sunnah sinonim dengan hadis.[10]
اَقْوَالُ النبي ص م وافعالهُ وَاَحْوَا لُهُ
Artinya: “Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal
ihwalnya.”
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan. [11]
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan. [11]
Ada juga yang memberikan pengertian lain, yakni:
مَاأُضِيْفَ إلى النبي ص م قَولاً أو فِعْلاً أوْتَقْرِيْرًا
اَوْ صِفَةً
Artinya: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”.
Sebagian Muhaditsin
berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit.
Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak
terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja,
melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf),
dan tabi’in (hadis maqtu’), sebagaimana disebut oleh Al- Tirmizi:
Artinya: “Bahwasanya hadis itu
bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf, yaitu yang disandarkan
kepada sahabat dan yang maqtu’ yaitu yang disandarkan kepada tabi’in.” [12]
b. Pengertian sunnah menurut ahli hadis adalah:
ما اثِرَ عنِ النبى ص م مِن قولٍ أو فعل أو تقرير أو صفة أو
خَلْقِيّةٍ أوسِيَرَةٍ،سواء كان قبل البِعْثَةِ أو بعدها.
Artinya: “Segala yang bersumber dari Nabi SAW. Baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik
sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
Kalangan ahli agama di dalam memberikan pengertian sunnah
berbeda-beda, sebab para Ulama’ memandang sunnah dari segi yang berbeda-beda,
pun pula dasar membicarakannya dari segi yang berlainan :[13]
a. Ulama
Hadits
Ulama Hadits memberikan pengertian Sunnah meliputi
biografi Nabi, sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya; mengenai
tubuhnya, rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai physic dan akhlak Nabi
dalam keadaan sehari-harinya, baik sebelum atau sesudah bi’stah atau di angkat
sebagai nabi.
b. Ulama Ushul
Fiqh
Ulama Ushul Fiqh memberikan pengertian sebagai berikut;
“Segalayang
di nuklikan dari Nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun
taqrirnya yang ada sangkut pahutnya dengan Hukum”.
c. Ulama Fiqh
Menurut Ulama Fiqh, sunnah ialah “perbuatan yang di
lakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Jadi
suatu pekerjaan yang utama di kerjakan”.
Atau dengan kata lain: sunnah ialah suatu amalan yang di
beri pahala apabila di kerjakan, dan tidak dituntut apabila di tinggalkan.
Jadi dengan definisi tersebut,
para ahli hadis menyamakan antara sunnah dan hadis. Tampaknya para ahli hadis
membawa makna sunnah ini kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW. Baik yang
melahirkan hukun syara’ maupun tidak. Hal ini bisa dilihat dari definisi yang
diberikan mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya sebagai rasul.[14]
Akan tetapi bagi ulama
Ushuliyyin jika antara sunnah dan hadis dibedakan, maka bagi mereka, hadis
adalah sebatas sunnah Nabi SAW saja. Ini berarti sunnah cakupannya lebih luas
dibanding hadis.
B. Pengertian
Hadits Menurut Ulama Ushul dan Ulama
Salaf (Sahabat)
1. Pengertian hadits menurut para ulama ushul, sementara para
ulama ushul memberikan pengertian hadis adalah:
أَقْوَا لُهُ واَفْعَا لُهُ وتَقْرِيْرَاتُهُ التى تَثْبُتُ الأَ
حْكاَمُ و تُقَرَّرُهاَ
Artinya: “Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan
taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.
Berdasarkan pengertian hadis
menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Saw. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan
hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain
itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri
Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatan hadis adalah
sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Nabi
Muhammad SAW. Sebagai Rasulullah SAW. Inipun, menurut mereka harus berupa
ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan
kebiasaan-kebiasaannya, tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya
merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan
sebagai hadis.[15]
Sunnah Menurut
Ahli-Ahli Fiqih[16]
Menurut ahli-ahli fiqih
(fuqaha), sunnah adalah hal-hal yang berasal dari nabi Muhammad saw baik ucapan
maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib dikerjakan.[17]
Arti sunnah seperti
tersebut di atas telah disepakati oleh para ulama, baik ahli-ahli bahasa, usul
fiqih, fiqih, maupun hadis.
Orang-orang orientalis
juga memberikan definisi terhadap sunnah, diantara mereka ada yang berpendapat
bahwa sunnah adalah istilah animisme. Ada juga yang berpendapat bahwa sunnah
berarti “masalah ideal dalam suatu masyarakat”. Ada juga yang berpendapat bahwa
periode-periode pertama sunnnah berarti “kebiasaan” atau “hal yang menjadi
tradisi masyarakat”, kemudian pada periode-periode belakangan pengertian sunnah
terbatas pada “perbuatan Nabi saw”.
Karena adanya
perbedaan-perbedaan dalam menentukan pengertian sunnah baik secara etimologi
maupun terminologi, berikut adanya dampak dari perbedaan-perbedaan itu, maka
perlu diteliti lebih dulu apa sebenarnya maksud kata sunnah itu.[18]
2. Pengertian sunnah menurut
ahli ushul mengatakan:
Menurut ahli-ahli usul
fiqih, Sunnah adalah sabda nabi Muhammad saw yang bukan berasal dari al-Qur’an,
pekerjaan, atau ketetapannya.[19]
Sunnah adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW. Yang berhubungan dengan hukum syara’, baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Beliau. Berdasarkan pemahaman
seperti ini mereka mendefinisikan sunnah sebagai berikut: “Segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi SAW. Selain al-Qur’an al-karim, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum
syara”.[20]
3. Pengertian sunnah menurut ulama
salaf mengatakan:
As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun
perbuatannya.[21]
Al-Mundzir bin Jarir menceritakan dari ayahnya
Jarir bin Abdillah Radhiallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam pernah bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ
بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
Artinya:
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatkan
pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya
tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu
sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang
yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka
sedikitpun.” [22]
Hadits di atas diriwayatkan dalam Shahih Muslim no.
2348, 6741, Sunan An-Nasa‘i no.2554, Sunan At-Tirmidzi no. 2675, Sunan Ibnu
Majah no. 203, Musnad Ahmad 5/357, 358, 359, 360, 361, 362 dan juga
diriwayatkan oleh yang lainnya.
Sebagaimana Perbedaan pengertian antara ulama’ ushul dan
ulama’ hadis di atas disebabkan adanya perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai
pembahasan dan tujuan masing–masing. Ulama’ ushul membahas pribadi dan prilaku
Nabi SAW sebagai peletak dasar hukum syara’ yang dijadikan landasan ijtihad
oleh kaum mujtahid dizaman sesudah beliau.
Sedangkan ulama Hadis membahas pribadi dan prilaku Nabi Saw
sebagai tokoh panutan (pemimpin) yang telah diberi gelar oleh Allah swt sebagai
Uswah wa Qudwah (teladan dan tuntunan). Oleh sebab itu ulama hadis mencatat
semua yang terdapat dalam diri Nabi saw baik yang berhubungan dengan hukum
syara’ maupun tidak. Oleh karena itu hadis yang dikemukakan oleh ahli ushul
yang hanya mencakup aspek hukum syara’ saja, adalah hadis sebagai sumber
tasyri’. Sedangkan definisi yang dikemukan oleh ulama’ hadis mencakup hal–hal
yang lebih luas.[23]
Jadi,
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw,
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
sifat-sifat, keadaan dan himmahnya.
Taqrir adalah perbuatan atau keadaan sahabat yang
diketahui Rosulullah dan beliau mendiamkannya atau mengisyaratkan sesuatu yang
menunjukkan perkenannya atau beliau tidak menunjukkan pengingkarannya.
Himmah adalah hasrat beliau yang belum terealisir,
contohnya hadits riwayat Ibnu Abbas :
“Dikala
Rosulullah saw berpuasa pada hari ‘Asura dan memerintahkan untuk dipuasai, para
sahabat menghadap kepada Nabi, mereka berkata : ‘Ya Rasulullah, bahwa hari ini
adalah yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani’, Rasulullah menyahuti : ‘Tahun
yang akan datang, Insya Allah aku akan berpuasa tanggal sembilan’.” (HR
Muslim dan Abu Dawud)
Tetapi Rasulullah tidak sempat merealisasikannya, disebabkan
beliau telah wafat. Menurut Imam Syafi’i bahwa menjalankan himmah itu termasuk
sunnah, tetapi Imam Syaukani mengatakan tidak termasuk sunnah karena belum
dilaksanakan oleh Rasulullah.
C. Implikasi
dari Pengertian Hadits Menurut Ulama Hadits dan Ulama Ushul dan Salaf
a. Menurut ulama ahli hadis,
sunnah adalah semua hal yang berasal dari Nabi, baik
perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-hal yang lainya. Menurut pengertian ini sunnah bisa meliputi fisik maupun perilaku
Nabi dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum ataupun
sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Mereka
memandang Nabi adalah sosok suri tauladan yang sempurna bagi
umat Islam, sehingga dalam pandangan mereka segala sesuatu yang berasal dari Nabi; baik yang ada kaitanya dengan hukum
maupun tidak adalah sunnah.
b. Ulama usul fiqh memberikan
definisi yang hampir sama, namun mereka membatasi
sunnah hanya dengan yang bisa dijadikan acuan pengambilan hukum.
Hal ini disebabkan mereka memandang Nabi sebagai syari’ (pembuat syariat) di samping Allah. Ulama usul mengucapkan hadis secara mutlak maka yang dimaksud adalah sunnah qawliyah.
Karena menurut mereka sunnah memiliki arti yang lebih
luas dari hadis, yaitu mencakup semua hal yang bisa
dijadikan petunjuk hukum. bukan sebatas ucapan saja.
c. Tetapi makna sunnah menurut kebanyakan kalangan salaf
lebih luas dari itu, karena mereka mengartikan sunnah dengan makna yang
lebih luas dari makna menurut ahli hadits, ahli ushul dan ahli fiqih. Mereka
mengartikan sunnah sebagai setiap perkara yang sejalan dengan Kitabullah dan
sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam serta para sahabatnya baik perkara
I’tikad maupun ibadah, dan lawannya adalah bid’ah.[24]
Dikatakan si fulan berada di atas sunnah, jika amalan-amalannya sejalan
dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam. Juga
dikatakan si fulan di atas bid’ah, jika amalannya menyelisihi al-Qur’an dan as
Sunnah atau salah satunya.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Istilah sunnah menurut ungkapan
salaf mencakup sunnah dalam ibadah maupun i’tiqad, walaupun kebanyakan para
penulis tentang sunnah menggunakannya untuk perkara-perkara i’tiqad.”
Beliau berkata rahimahullah : “As Sunnah adalah pedoman yang Rasulullah
Shalallahu’alaihi wassalam berada di atasnya berupa keyakinan, maksud, ucapan
dan amalan.”
Ibnu Rajab rahimahullah berkata : “Kebanyakan para ulama mutaakhirin
mengkhususkan sunnah para perkara yang berkaitan dengan i’tiqad, karena itu
merupakan pokok agama dan yang menyelisihinya berada dalam bahaya yang besar.”
Ibnu Rajab rahimahullah menambahkan, “As Sunnah adalah jalan yang
ditempuh, mencakup:berpegang dengan pedoman yang ditempuh Nabi
Shalallahu’alaihi wassalam dan para khalifahnya yang rasyidin, baik berupa
i’tiqad, amalan maupun ucapan.”[25]
Penulis mengintisarikan
bahwa, Melihat pengertian dari beberapa tulisan dan Referensi diatas dapat dikategorikan antara
lain :
Hadits secara umum. Dikalangan ulama berbeda-beda, ada yang
menyamakan dan ada yang membedakan sebagaimana dalam tabel berikut :
Ulama
Hadits
|
Ulama
Ushul dan Fiqih
|
Ulama
Salaf
|
- Ulama
hadits adalah lebih kepada keseluruhan (bidang hadits saja) bersifat
keseluruhan hafalan.
- Sunnah
lebih kepada perbuatan (tradisi yang digunakan) yang dijalankan oleh umat.
- Hadits
lebih kepada perkataan nabi.
- Sunnah
harus diperkuat oleh hadits (fi’li nabi dan qaulu nabi).
- Hadits
merupakan kenderaan sunnah. Dan juga sebagai laporan sahabat terhadap nabi.
- Dan
orang yang mengingkari sunnah, ia menjadi kufur.
- Ulama
hadits :
- Segala
gerak-gerik nabi Saw
- Nabi
sebagai suri tauladan bagi ummat.
- Tidak
perlu dibeda-bedakan.
- Dan juga
nabi ada yang bersifat kemanusiaan dan ada yang bersifat kerasulan
- Ibnu
umar mengikuti nabi dengan sedetil-detilnya.
- Semua
yang berasal dari nabi, semuanya adalah harus diikuti.
|
- Ulama
ushul adalah lebih kepada hadits untuk hukumnya (kaidah hukum) yaitu
pengaplikasian hadits, hukum dan komprehensif.
- Ulama
ushul :
- Hadits
adalah sunnah qauliah.
- Sebagai
sumber ajaran islam yaitu al qur’an dan sunnah.
- Mengacu
kepada hukum syara’ saja.
- Sunnah
bagi sebutan ulama ushul
- Hadits
bagi sebutan ulama hadits
- Baju,
jenggot, pakaian dikategorika kepada sunnah menurut ulama ushul.
- Hadits
merupakan lebih kepada perkataan, perbuatan, dan taqrir rasulullah saja.
- Ahli ushul
berpendapat bahwa sunnah lebih kepada hukum syara’. Sedangkan menurut ulama
ahli hadits yaitu semua yang berasal dari nabi dari lahir sampai wafatnya
nabi.
- Ulama
ushul berbeda pendapat dengan ulama hadits (jumhur ulama).
Ulama
ushul :
- Hanya
terdapat pada hukum syara’ bila ada kandungannya
- Segala
aktivitas nabi sebelum menjadi rasul bukan dikatakan sunnah.
- Segala
yang berhubungan dengan nabi tetapi belum ada hukum syara’, belum dikatakan
sunnah.
- Hadits
lebih kepada perkataan, sedangkan sunnah lebih kepada perbuatan, apabila
dikategorikan sebagi hukum syara’ dan terdapat hukumnya. Yang kemudiannya
hadits yang layak diambil menjadi hukum syari’at.
- Mengikuti
yang kerasulannya saja.
- Mengikuti
sunnah yang semestinya bisa diikut.idak semua dari nabi itu bisa dijadikan
sebagai syari’at.
|
- Ulama salaf adalah generasi masa rasulullah dan para sahabat dan
generasi berikutnya.
- Fiqh adalah pemahaman tentang kehidupan.
- Ulama salaf adalah hadits itu orientasinya lebih ke rasul dan
para sahabat pada masa itu. (sunnah itu keseluruhan, hadits dari arti sempit)
|
Penulis mengutarakan bahwa: Lafadz sunnah jika diungkapkan dalam bab
i’tiqad, maka yang dimaksud adalah agama secara sempurna, tidak sebagaimana
yang diistilahkan oeh ahli hadits, ahli ushul atau ahli fiqih.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam kajian ini
penulis menyimpulkan bahwa “ Pengertian
Hadits/Sunnah (Naqd ‘Ulum al-Hadits)” dapat dilihat dari beberapa Aspek
pengertian para ulama, yaitu:
a. Menurut ulama ahli hadis,
sunnah adalah semua hal yang berasal dari Nabi, baik
perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-hal yang lainya. Menurut pengertian ini sunnah bisa meliputi fisik maupun perilaku
Nabi dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum ataupun
sesudah beliau diangkat menjadi Rasul.
b. Ulama usul fiqh memberikan
definisi yang hampir sama, namun mereka membatasi
sunnah hanya dengan yang bisa dijadikan acuan pengambilan hukum.
Hal ini disebabkan mereka memandang Nabi sebagai syari’ (pembuat syariat) di samping Allah.
c. Tetapi makna sunnah menurut kebanyakan kalangan salaf
lebih luas dari itu, Mereka mengartikan sunnah sebagai setiap perkara yang
sejalan dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam
serta para sahabatnya baik perkara I’tikad maupun ibadah, dan lawannya adalah
bid’ah.
d. Penulis mengutarakan bahwa: Lafadz sunnah jika diungkapkan dalam bab
i’tiqad, maka yang dimaksud adalah agama secara sempurna, tidak sebagaimana yang
diistilahkan oeh ahli hadits, ahli ushul atau ahli fiqih.
B. Saran
Saya selaku pemakalah
mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua agar makalah ini
dapat dibuat dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Azami.M.M, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya,
Pejaten Barat, Pustaka Firdaus, 2000.
Azami.M.M, Studies in Hadist Methodology and literatur Terj. Meth
Krelaha. Jakarta:Lentera. 2003.
Masjfuk
Zuhdi, Pengantar
Ilmu Hadist, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Muhammad Ahmad dan Muhammad Mudzakkir. Ulum
al-Hadist. 1996.
Muhammad bin Ali al-Maliki. al-Manhalal-Latif
fi Usul al-Hadis al-Syarif. Jiddah. Sahar al-Mamlakah al-arabiyah, 1990.
Muhammad Hasbi Ash shiddiqi, Sejarah & pengantar
Ilmu Hadits, Semarang. PT Pustaka Rizqi Putra, 1998.
M. ‘Ajjaj al-Khatib. Usul
al-Hadist Ulumuhu wa Musthalahuhu,
2003.
Munzier Suparta M.A, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Suparman
Usman, hukum islam,Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Syarah
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, 2006.
Syaikh DR. Abdussalam bin Salim as Suhaimi, Jadilah Salafi Sejati, Jakarta: Pustaka at Tazkia, 2007.
Yusuf Qordhowi, Pengantar Studi hadits, Bandung:
Pustaka Setia, 2007.
[1] Muhammad bin Ali al-Maliki. 1990. al-Manhalal-Latif
fi Usul al-Hadis al-Syarif. Jiddah. Sahar al-Mamlakah al-arabiyah.
Hal-41&51. atau lht Muhammad Hasbi Ash shiddiqi. 1998. Sejarah
& pengantar Ilmu Hadits. Semarang. P.T. Pustaka Rizqi Putra.
Hal-1,4.
[3] Muhammad bin Ali al-Maliki. 1990. al-Manhalal-Latif
fi Usul al-Hadis al-Syarif. Jiddah. Sahar al-Mamlakah al-arabiyah.
Hal-41&51.
[5]
Mukhtar al-shahih, 339.
[6]
kasysyaf istilahat al-funun,703.
[7] Muhammad Hasbi Ash shiddiqi. 1998. Sejarah
& pengantar Ilmu Hadits. Semarang. P.T. Pustaka Rizqi Putra.
Hal-1,4.
[10] M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya,
Pejaten Barat, Pustaka Firdaus, 2000, Hal. 13-14.
[13] M. M. Azami, Studies
in Hadist Methodology and literatur Terj. Meth Krelaha. Jakarta:Lentera.
2003. Hal 21-23
[16] M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Pejaten
Barat, Pustaka Firdaus, 2000, Hal.14.
[17]Al
asnawi, Nihayat Al-Sul Syarh Minhaj Al-Wushul, ii:196. Al-syauqani., irsyad al fuhul, 33.
Kasysyaaf Istilahat al Funun, 703-704.
[18]
M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Pejaten
Barat, Pustaka Firdaus, 2000, Hal. 13-14.
[19] Kasysyaaf
Istilahat Al Funun, 703. ‘abd al-wahhab Kahallaf, ‘Ilm Ushul Al-Fiqh,
36.
[21] Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Hal. 10.
[23]
Qawaa’idut Tahdits (hal. 62),
Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj
al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal.
15), Dr. Mahmud ath-Thahhan.
[24] Syaikh DR. Abdussalam bin Salim as Suhaimi, 2007,
Jadilah Salafi Sejati, (jakarta:
Pustaka at Tazkia), Hal-36-42.
[25]
Suparman Usman, hukum islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama). Hal. 44-46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar