View My Stats

Sabtu, 22 Maret 2014

Gerakan/Organisasi dan Aliran ( ISLAM LIBERAL )



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam kehidupan beragama banyak sekali pemikiran yang dikembangkan oleh para cendikiawan, termasuk di dalamnya agama islam. Dilihat dari kenyataan historis, wacana pemikiran islam selalu berkembang dari waktu ke waktu, sejak zaman Rasulullah saw. Sampai sekarang. Kehidupan beragama tidak terlepas dari kehidupan sosial dimana agama itu berkembang, dimana diperlukan berbagai pemikiran agar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai keislaman.
Perjalanan pemikiran Islam itu juga dipengaruhi oleh naik turunnya kekuasaan pada abad ke-15. Pada abad itu terjadi kemerosotan pemikiran Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir, sehingga kekuasaan para penjajah menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang terjajah. Di samping itu, para penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran yang sengaja dikembangkan untuk menyingkirkan atau paling tidak mendistorsi pemikiran Islam. Karena itu, terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam sendiri. Ada yang ingin mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka. Kelompok ini disebut oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif. Sedangkan anti tesa dari kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan perubahan dalam pemikiran Islam sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai dengan pemikiran modern yang nota bene adalah model Barat. Kelompok kedua inilah disebut dengan kelompok yang berpandangan liberal (Islam Liberal) [1].
Islam liberal merupakan salah satu gerakan yang muncul di masa modern sekarang ini, dimana perkembangan masalah-masalah yang diberbagai bidang menerpa umat islam. Perkembangan pemikiran islam di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pemikiran islam di daerah negara lain.


BAB II
PEMBAHASAN

Gerakan/Organisasi dan Aliran
( ISLAM LIBERAL )

A. ISTILAH JIL

Istilah Islam Liberal disusun dari dua kata, yaitu Islam dan Liberal.
Islam maksudnya adalah dienul Islam, yang diturunkan oleh Allooh سبحانه وتعالى kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan Liberal artinya adalah kebebasan.
Setelah dua kata ini disusun, kata Liberal berfungsi sebagai keterangan terhadap Islam, sehingga  secara singkat bisa dikatakan Islam yang  Liberal atau Bebas.

Gerakan Islam Liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya bertujuan untuk membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.
Dalam konteks global, Islam Liberal muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan yang mereka anggap sebagai permurnian, kembali kepada al-Qur`an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham Liberal awal melalui Syah Waliyulloh (India, 1703-1762 M), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Baqir Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar[2].
Beberapa tema yang menjadi bahan diskusi di antara aktivis tersebut antara lain: maraknya kekerasan atas nama agama (dien), gencarnya tuntutan penerapan syariat Islam, serta tidak adanya gerakan pembaruan pemikiran Islam yang sebelumnya dirintis oleh Nurcholish Madjid dan Harun Nasution.
Selanjutnya secara lebih nyata para anak-anak muda tersebut mendirikan sebuah “jaringan” kelompok diskusi pada tanggal 8 Maret 2001, yang tujuannya adalah untuk kepentingan pencerahan dan pembebasan pemikiran Islam Indonesia. Usahanya dilakukan dengan membangun milis (Islamliberal@yahoo.com).
Sejak saat itulah mereka menamakan diri dengan sebutan Jaringan Islam Liberal. Kegiatan utama kelompok ini adalah berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam, Negara, dan isu-isu kemasyarakatan. Menurut hasil diskusi yang dirilis pada tanggal 1 Maret 2002, Jaringan Islam Liberal (JIL) mengklaim telah berhasil menghadirkan 200 orang anggota diskusi yang berasal dari kalangan para penulis, intelektual dan para pengamat politik.[3]

B. AD/ART JARINGAN ISLAM LIBERAL

Dalam websitenya www.islamlib.com/id/, disebutkan bahwa Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:[4]
a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
d. Memihak pada yang minoritas dan tertindas.
e. Meyakini kebebasan beragama.
f. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.[5]
Lebih lanjut, terdapat tiga misi yang diemban oleh JIL, yaitu:

Untuk memuluskan misinya, JIL melakukan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk turut memberikan kontribusi dalam meredakan maraknya fundamentalisme keagamaan di Indonesia sekaligus membuka pemahaman publik terhadap pemahaman keagamaan yang pluralis dan demokratis. Secara khusus, kegiatan-kegiatan JIL ditujukan untuk:

Ditempat lain, Ulil Abshar Abdala selaku kordinator JIL menyebutkan, ada tiga kaedah yang hendak dilakukan oleh JIL, yaitu:

Adapun mengenai tujuan, mereka merumuskannya ke dalam empat hal, yaitu:





Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak.

Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme.

Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.

1.     Menciptakan intellectual discourses tentang isu-isu keagamaan yang pluralis dan demokratis serta berperspektif gender;

2.     Membentuk intellectual community yang bersifat organik dan responsif serta berkemauan keras untuk memperjuangkan nilai-nilai keagamaan yang suportif terhadap pemantapan konsolidasi demokrasi di Indonesia;

3.     Menggulirkan intellectual networking yang secara aktif melibatkan jaringan kampus, Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa dan lain-lain untuk menolak fasisme atas nama agama.

Pertama, membuka ruang diskusi, meningkatkan daya kritis masyarakat dan memberikan alternatif pandangan yang berbeda.

Kedua, ingin merangsang penerbitan buku yang bagus dan riset-riset.

Ketiga, dalam jangka panjang ingin membangun semacam lembaga pendidikan yang sesuai dengan visi JIL mengenai Islam.

Pertama, memperkokoh landasan demokratisasi lewat penanaman nilai-nilai pluralisme, inklusivisme, dan humanisme.
Kedua, membangun kehidupan keberagaman yang berdasarkan pada penghormatan atas perbedaan.
Ketiga, mendukung dan menyebarkan gagasan keagamaan (utamanya: Islam) yang pluralis, terbuka, dan humanis.
Keempat, mencegah agar pandangan-pandangan keagamaan yang militan dan pro kekerasan tidak menguasai wacana publik.





Bila diteliti lebih jauh, sebenarnya wacana-wacana dan konsep-konsep yang dikumandangkan oleh para aktivis JIL, telah pernah dikembangkan sebelumnya oleh kalangan Orientalis Barat dan Misionaris Kristen dalam proses Sekularisasi dan Liberalisasi Islam. Atas dasar ini, maka sekilas sudah terlihat persamaan gagasan antara Orientalis Barat dengan apa yang sedang diusung JIL. Hal ini menimbulkan kecurigaan tentang misi yang sedang diperjuangkan JIL, apakah misi tersebut murni untuk merubah wajah islam, atau misi ini hanya sebuah pesanan.
Apalagi tokoh-tokoh yang sering dibanggakan oleh JIL adalah orang-orang yang telah mencatat sejarah hitam dalam Islam dengan menjadi perpanjangan tangan dari kaum Orientalis dalam upaya menggeroti Islam dari dalam. Oleh karena itu sangat wajar bila mayoritas Muslim Indonesia menyambut gerakan JIL dengan sikap yang kontra.
C. REALITAS PERKEMBANGAN JARINGAN ISLAM LIBERAL
Islam Liberal berkembang melalui media massa. Surat kabar utama yang menjadi corong pemikiran Islam Liberal adalah Jawa Pos yang terbit di Surabaya, Tempo di Jakarta, dan Radio Kantor Berita 68 H, Utan Kayu Jakarta. Melalui media tersebut disebarkan gagasan-gagasan dan penafsiran liberal. Disamping itu mereka juga gencar memuat ide-ide mereka melalui artikel-artikel yang disajikan kepada publik.[6]

1. Semua Agama Sama
Menurut JIL, Islam tidak beda dengan agama kufur dan syirik manapun, semuanya masuk surga. Semua orang beragama adalah mukmin, oleh karena itu semua bersaudara dan halal saling menikahi. Meyakini Islam satu-satunya agama yang benar tidak boleh. Oleh karena itu dakwah Islamiyah pun tidak boleh. Wajib diganti dengan dialog, tukar menukar pengalaman dan kerja sama dalam bidang sosial keagamaan. Mereka disini cenderung mengartikan islam bukan nama sebuah agama, tetapi islam dalam pengertian etimologi yaitu tunduk dan patuh.
2. Al-Qur’an Adalah Produk Budaya, Bukan Kitab Suci.
Menurut JIL, sejarah al-Qur’an hingga menjadi “kitab suci” dan “autentik” perlu dilacak kembali. Untuk tujuan itu, mereka menawarkan dekontruksi sebagai sebuah strategi terbaik. Karena strategi ini akan membongkar dan menggerogoti sumber-sumber muslim tradisionil yang meyakini kesucian kitab al-Qur’an. Menurut mereka, Mushaf  Usmani sebenarnya hanyalah hasil sosial dan budaya masyarakat. Mereka juga menyalahkan metodologi ulama dahulu yang mengontrol kebenaran wahyu dengan menggunakan analisis grammar dan yang berhubungan dengan bahasa.

3.    Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم Tokoh Historis Yang Perlu Dikritisi
Menurut tokoh-tokoh JIL, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah tokoh sejarah yang perlu dikaji secara kritis, sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang banyak kekurangannya.  Komentar diatas merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang dilontarkan oleh JIL.
Ummat Islam meyakini bahwa Rosulullah صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang terpelihara dari dosa sekecil apapun dan dari kesalahan (ma’shum). Apa yang diucap dan dilakukan beliau صلى الله عليه وسلم semua bersumber dari Wahyu, sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur’an tepatnya dalam surat an-Najm ayat 3-4 :
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى ﴿٤
Artinya:
(3) dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.
(4) Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

4. Menolak Syari’at Islam
Menurut kelompok JIL, sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Luthfi as-Syaukani (dosen Universitas Paramadina), bahwa syari’at Islam itu sebenarnya tidak ada. Syariat Islam hanya karangan orang-orang yang datang belakangan yang memiliki idealisme yang berlebihan terhadap Islam. Semua hukum yang diterapkan oleh sebuah masyarakat pada dasarnya adalah hukum positif, termasuk yang diberlakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. Kalaupun sumber konstitusinya berasal dari al-Qur’an, hal ini karena Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah seorang Rosul dan tidak memiliki sumber konstitusi yang lebih baik dari al-Qur’an saat itu.[7]

5. Penghalalan Yang haram, dan Pengharaman yang halal.
Menurut tokoh-tokoh JIL, semua masalah yang ada dalam Islam tetap terbuka ruang untuk ijtihad ulang, meskipun masalah tersebut telah disepakati oleh semua ummat Islam sejak zaman dahulu. Re-ijtihad menurut mereka tidak terbatas pada masalah-masalah hukum amali saja, tetapi juga berlaku pada masalah-masalah keilahian yang sudah berstatus qath’i.
Al-Quran (QS. Al A’raf (7) ayat 80-84) sudah memberikan gambaran jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini:
وَلُوطاً إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّن الْعَالَمِينَ ﴿٨٠﴾ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاء بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ ﴿٨١﴾ وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَن قَالُواْ أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ ﴿٨٢﴾ فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ ﴿٨٣﴾ وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم مَّطَراً فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ ﴿٨٤)
Artinya:
(80) Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”
(81) Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.
(82) Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.”
(83) Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).
(84) Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.

Dari berbagai data yang berhasil dihimpun mengenai sepak terjang JIL, setelah dianalisis dapat diajukan beberapa hasil temuan sebagai berikut[8]:
Pertama, kelompok JIL merupakan perpanjangan tangan Orientalis dan Missionaris Kristen untuk merusak Islam dari dalam, dan memecah belahkan ummat Islam, sebab kalangan Barat sangat takut jika ummat Islam bersatu.
Kedua, JIL merupakan kader-kader didikan Barat, atau didikan dari mereka yang menjadi kader Barat. Maka gagasan mereka tidak akan pernah terlepas dari paradigma Barat dalam memandang Islam.
Ketiga, JIL merupakan kelompok yang sangat minim pengetahuannya tentang seluk-beluk Islam dan sumbernya, tetapi mereka berlagak seperti orang yang telah mencapi tingkat mujtahid. Ini terlihat dari kerangka berpikir metodologis yang mereka gunakan.

D. TOKOH-TOKOH JIL
Di Indonesia, tokoh aliran Islam Liberal yang paling menonjol adalah Harun Nasution dan Nurcholis Majid. Daripada mereka lahir ramai lagi tokoh-tokoh baru yang berbilang jumlahnya. Akan tetapi alhamdulillah, para ilmuan Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah Indonesia tidak pernah membiarkan mereka selesa dengan dakwah Islam Liberal yang mereka kembangkan.
Inilah daftar 50 TOKOH JIL INDONESIA[9] :

Berbagai buku dan makalah ditulis untuk menjawab dan menolak manhaj mereka, antaranya:

A. Para Pelopor
B. Para Senior
C. Para Penerus “Perjuangan”
1.     Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” oleh Prof. H.M. Rasjidi. (Bulan Bintang, Jakarta 1977).
2.     Pembaruan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan oleh Dr. Daud Rasyid (Akbar Media, Jakarta 2002) yang merupakan jawapan ilmiah lagi terperinci kepada Nurcholis Majid.
3.     Menelusuri Kekeliruan Pembaharuan Pemikiran Islam Nurcholish Majid oleh Abdul Qadir Djaelani. (Penerbitan Yadia 1994).
4.     Propaganda Sesat Penyatuan Agama oleh Bakr bin Abdullah Abu Zaid. (Darul Haq, Jakarta 2001).
5.     Bahaya Islam Liberal oleh Hartono Ahmad Jaiz. (al-Kautsar, Jakarta 2002).
6.     Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawapannya oleh Adian Husaini dan Nuim Hidayat (Gema Insani, Jakarta 2002).
7.     Mewaspadai Gerakan Kontekstualisasi al-Qur’an: Menanggapi Ulil Absar Abdala oleh Agus Hasan Bashari (As-Sunnah, Surabaya 2003).
8.     Anggapan Semua Agama Benar dalam Sorotan Al-Qur’an oleh Muhammad Thalib (Menara Kudus, Jogjakarta 2003).

1. Abdul Mukti Ali
2. Abdurrahman Wahid
3. Ahmad Wahib
4. Djohan Effendi
5. Harun Nasution
6. M. Dawam Raharjo
7. Munawir Sjadzali
8. Nurcholish Madjid


9. Abdul Munir Mulkhan
10. Ahmad Syafi’i Ma’arif
11. Alwi Abdurrahman Shihab
12. Azyumardi Azra
13. Goenawan Mohammad
14. Jalaluddin Rahmat
15. Kautsar Azhari Noer
16. Komaruddin Hidayat
17. M. Amin Abdullah
18. M. Syafi’i Anwar
19. Masdar F. Mas’udi
20. Moeslim Abdurrahman
21. Nasaruddin Umar
22. Said Aqiel Siradj
23. Zainun Kamal


24. Abd A’la
25. Abdul Moqsith Ghazali
26. Ahmad Fuad Fanani
27. Ahmad Gaus AF
28. Ahmad Sahal
29. Bahtiar Effendy
30. Budhy Munawar-Rahman
31. Denny JA
32. Fathimah Usman
33. Hamid Basyaib
34. Husein Muhammad
35. Ihsan Ali Fauzi
36. M. Jadul Maula
37. M. Luthfie Assyaukanie
38. Muhammad Ali
39. Mun’im A. Sirry
40. Nong Darol Mahmada
41. Rizal Malarangeng
42. Saiful Mujani
43. Siti Musdah Mulia
44. Sukidi
45. Sumanto al-Qurthuby
46. Syamsu Rizal Panggabean
47. Taufik Adnan Amal
48. Ulil Abshar-Abdalla
49. Zuhairi Misrawi
50. Zuly Qodir







Tokoh Islam Liberal Berdasarkan Negara Asalnya Antara Lain[10]:
Tokoh-tokoh yang berkecipung dalam gerakan islam liberal kebanyakan orang-orang islam yang telah mengenyam pendidikan barat. Arah pemikiran mereka sama dengan pemikiran orang-orang barat yang terkesan bebas dan tidak terikat dengan agama, oleh karenanya di dunia barat muncul pemikiran yang liberal yang memunculkan adanya sekulerisme agama. Tokoh islam liberal berdasarkan negara asalnya antara lain:

Islam liberal muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan yang mereka anggap sebagai permurnian, kembali kepada al-Qur`an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762 M), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Baqir Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.

Ide ini terus bergulir. Rifa’ah Rafi’ al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1890) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris.

Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Ia menggagas tafsir al-qur`an model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern.


Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur`an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur`an adalah ideal moralnya, karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan .

Sedangkan di indonesia ada beberapa tokoh islam liberal yang sering muncul dengan pemikiran-pemikiran yang provokatif dan kotroversial, seperti Nurcholis Madjid yang mempelopori gerakan seulerisme di Indonesia. Kemudian Prof. Dr. Harun Nasution yang memunculkan ide bahwa semua agama sama dan sekulerime . Dan beberapa tokoh lain yang ikut andil dalam pemikiran-pemikiran liberalnya seperti Ulil Abshar Abdalla. Djohan Efendy, Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid dan masih banyak tokoh lainnya.






E. POINT-POINT PEMIKIRAN KELOMPOK JIL
Jaringan Islam Liberal (JIL) adalah sebuah pemikiran yang sifatnya liberal, yang menurut mereka tidak terpaku dengan teks-teks Agama (Al Quran dan Hadis), tetapi lebih terikat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam teks-teks tersebut. Dalam implementasinya pemikiran ini dapat disebut meninggalkan teks sama sekali, dan hanya menggunakan rasio dan selera belaka.
Lebih jelasnya, di bawah ini kami cantumkan point-point pemikiran kelompok JIL tersebut yang dikutip dari berbagai sumber [11]:

·       Umat Islam tidak boleh memisahkan diri dari umat lain, sebab munusia adalah keluarga universal yang memiliki kedudukan yang sederajat. Karena itu larangan perkawinan antara wanita muslimah dengan pria non muslim sudah tidak relevan lagi
·       Produk hukum Islam klasik (fiqh) yang membedakan antara muslim dengan non muslim harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal manusia.
·       Agama adalah urusan pribadi, sedangkan urusan Negara adalah murni kesepakatan masyarakat secara demokratis.

·       Hukum Tuhan itu tidak ada. Hukum mencuri, zina, jual-beli, dan pernikahan itu sepenuhnya diserahkan kepada umat Islam sendiri sebagai penerjemahan nilai-nilai universal.
·       Muhammad adalah tokoh histories yang harus dikaji secara kritis karena beliau adalah juga manusia yang banyak memiliki kesalahan.

·       Kita tidak wajib meniru rasulllah secara harfiah. Rasulullah berhasil menerjemahkan nilai-nilai Islam universal di Madinah secara kontekstual. Maka kita harus dapat menerjemahkan nilai itu sesuai dengan konteks yang ada dalam bentuk yang lain.
·       Wahyu tidak hanya berhenti pada zaman Nabi Muhammad saja (wahyu verbal memang telah selesai dalam bentuk al-Qur’an). Tapi wahyu dalam bentuk temuan ahli fikir akan terus berlanjut, sebab temuan akal juga merupakan wahyu karena akal adalah anugerah Tuhan.

·       Karena semua temuan manusia adalah wahyu, maka umat Islam tidak perlu membuat garis pemisah antara Islam dan Kristen, timur dan barat, dan seterusnya.
·       Nilai islami itu bisa terdapat di semua tempat, semua agama, dan semua suku bangsa. Maka melihat Islam harus dilihat dari isinya bukan bentuknya.
·       Agama adalah baju, dan perbedaan agama sama dengan perbedaan baju. Maka sangat konyol orang yang bertikai karena perbedaan baju (agama). semua agama mempunyai tujuan pokok yang sama, yaitu penyerahan diri kepada Tuhan.
Misi utama Islam adalah penegakan keadilan. Umat Islam tidak perlu memperjuangkan jilbab, memelihara jenggot, dan sebagainya.
·       Memperjuangkan tegaknya syariat Islam adalah wujud ketidakberdayaan umat Islam dalam menyelesaikan masalah secara arasional. Mereka adalah pemalas yang tidak mau berfikir.
·       Orang yang beranggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan syariat adalah orang kolot dan dogmatis.
·       Islam adalah proses yang tidak pernah berhenti, yaitu untuk kebaikan manusia. Karena keadaan umat manusia itu berkembang, maka Agama (Islam) juga harus berkembang dan berproses demi kebaikan manusia. Kalau Islam itu diartikan sebagai paket sempurna seperti zaman rasulullah, maka itu adalah fosil Islam yang sudah tidak berguna lagi.



Secara mudahnya, JIL itu menyebarkan faham yang menjurus kepada pemurtadan. Yaitu sekulerisme, inklusifisme, dan pluralisme agama.[12]
            Sekulerisme adalah faham yang menganggap bahwa agama itu tidak ada urusan dengan dunia, negara dan sebagainya. Inklusifisme adalah faham yang menganggap agama kita dan agama orang lain itu posisinya sama, saling mengisi, mungkin agama kita salah, agama lain benar, jadi saling mengisi. Tidak boleh mengakui bahwa agama kita saja yang benar. (Ini saja sudah merupakan faham pemurtadan). Lebih-lebih lagi faham Pluralisme, yaitu menganggap semua agama itu sejajar, paralel, prinsipnya sama, hanya beda teknis. Dan kita tidak boleh memandang agama orang lain dengan memakai agama yang kita peluk. (Ini sudah lebih jauh lagi pemurtadannya). Jadi faham yang disebarkan oleh JIL itu adalah agama syetan, yaitu menyamakan agama yang syirik dengan yang Tauhid.


F. PEMIKIRAN ATAU GAGASAN UTAMA JIL

Pembahasan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh JIL ini adalah masalah yang kontemporer yang sedang hangatnya dibicarakan oleh masyarakat global seperti Islam dan Negara, Islam dan Kesetaraan gender, Islam dan Demokrasi, islam dan Pluralisme, Islam dan Syariah, Islam dan Hukum Internasional Modern, Islam dan Ideologi Modern.[13]
Dalam websitenya disebutkan bahwa Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut [14]:
PEMIKIRAN ATAU GAGASAN UTAMA JIL

1. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
            Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).

2. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
           Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.

3. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
           Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.

4. Memihak pada yang minoritas dan tertindas.
           Islam Liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, jender, budaya, politik, dan ekonomi.

5. Meyakini kebebasan beragama.
           Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.

6. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
           Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.[15]







G.  PERMASALAHAN YANG DIANGKAT OLEH JIL[16]
Analisa penulis terhadap pemikiran para tokoh jaringan islam liberal tentang beberapa permasalahan yang mereka angkat ke lingkungan perdebatan dan menghasilkan wacana yang kontoversial akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Permasalahan Sekulerisme
Dalam hal ini mereka ingin memisahkan antara kehidupan duniawi dengan ukhrawi, ialah menempatkan hal-hal yang bersifat keduniaan dalam tempat semestinya dan melepaskan umat dalam mengukhrawikan hal-hal yang semacam (duniawi) itu.
Fungsi manusia sebagai khalifah di bumi adalah mengelola bumi untuk mencapai perbaikan hidup di bumi dan memberi ruang kebebasan dalam berbuat untuk mencapai perbaikan itu. Jadi, agama hanya bersifat pribadi tidak untuk mengatur perilaku manusia dalam kehidupan.

2. Permasalahan Semua Agama Sama.
Menurut JIL, Islam tidak beda dengan agama kufur dan syirik manapun,  semuanya masuk surga. Semua orang beragama adalah mukmin, oleh karena itu semua bersaudara dan halal saling menikahi. Meyakini Islam satu-satunya agama yang benar tidak boleh. Oleh karena itu dakwah islamiyah pun tidak boleh. Wajib diganti dengan dialog, tukar menukar pengalaman dan kerja sama dalam bidang sosial keagamaan. Mereka disini cenderung mengartikan islam bukan nama sebuah agama, tetapi islam dalam pengertian etimologi yaitu tunduk dan patuh.

3. Permasalahan Penolakan Syari’ah.
Menurut kelompok JIL, sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Luthfi as-syaukani (dosen universitas Paramadina), bahwa syari’at islam itu sebenarnya tidak ada. Syariat islam hanya karangan orang-orang yang datang belakangan yang memiliki idealisme yang berlebihan terhadap islam. Semua hukum yang diterapkan oleh sebuah masyarakat pada dasarnya adalah hukum positif, termasuk yang diberlakukan oleh Nabi. Kalaupun sumber konstitusinya berasal dari al-Qur’an, hal ini karena Muhammad adalah seorang Rasul dan tidak memiliki sumber konstitusi yang lebih baik dari al-Qur’an saat itu.[17]
Selanjutnya penolakan terhadap syari’at islam sangat gencar dikampanyekan oleh para aktivis JIL. Menurut mereka, penerapan syariat oleh negara berarti melanggar prinsip netralitas negara yang harus menjaga prinsip-prinsip non-diskriminasi dan equality (kesamaan) di antara seluruh warga negara. JIL bersikeras memisahkan agama dari negara. Karena negara dalam pandangan mereka, harus netral dari pengaruh agama apa pun. Sementara, agama harus tetap dipertahankan dalam wilayah privat.[18]




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Jaringan islam liberal berdiri di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari gerakan-gerakan keagamaan yang ada pada masa kekuasaan orde baru, ketika umat islam merasa ditekan dan dipinggirkan oleh pemerintahan pada masa itu.

Dalam kajian ini penulis menyimpulkan bahwa “ Aliran Islam Liberal” dapat ditela’ah dari beberapa Aspek, yaitu dari :
1.      Istilah JIL
2.      AD/ART Jaringan Islam Liberal
3.      Realitas perkembangan Jaringan Islam Liberal
4.      Tokoh-tokoh JIL
5.      Point-point pemikiran kelompok JIL
6.      Pemikiran atau gagasan utama JIL
7.      Permasalahan yang diangkat oleh JIL

B.     Saran
Saya selaku pemakalah mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua agar makalah ini dapat dibuat dengan lebih baik lagi.








DAFTAR PUSTAKA



Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.

Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya, Jakarta: Gema Insani, 2002.

Barton, Greg Ph.D, Gagasan Islam Liberal Di Indonesia, Jakarta: Pustaka Antara, 1999.

Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, Semarang: Al Kautsar, 2009.

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2001.

Luthfi Assyaukanie, Wajah Liberal Islam Indonesia, Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2002.

Muhamad Ali, The Rise of Liberal Islam Network (JIL) in Contemporary Indonesia dalam The American Journal of Islam Social Sciences 22.

Munawar, Budi dan rachman, Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya, Jakarta: Grasindo, 2010.

Zuly Qodir, Islam Liberal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Zuly Qodir, Pemikiran Pembaharuan Islam:Wacana Intelektual Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.


Http://al-aziziyah.com/ruang-dosen87-ruang-dosen160-siapa-jil.html download Ahad, 3 Juli 2011 jam 02.18

http://kabarnet.wordpress.com/2009/09/20/fakta-fakta-kesesatan-jil-jaringan-islam-liberal/

http://www.akhirzaman.info/menukonspirasi/konspirasi-islam/1972-membongkar-borok-kesesatan-jil-dan-ahmadiyah.html.




[1] Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm.  9.
[2] Zuly Qodir, Islam Liberal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 17-22.
[3] Http://al-aziziyah.com/ruang-dosen87-ruang-dosen160-siapa-jil.html download Ahad, 3 Juli 2011 jam 02.18
[5] Op.,Cit., Zuly Qodir, Islam liberal…, hal. 100.
[6] Http://al-aziziyah.com/ruang-dosen87-ruang-dosen160-siapa-jil.html download Ahad, 3 Juli 2011 jam 02.18.
[7] http://kabarnet.wordpress.com/2009/09/20/fakta-fakta-kesesatan-jil-jaringan-islam-liberal/
[8] Luthfi Assyaukanie, Wajah Liberal Islam Indonesia, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2002) hlm. 23.
[9] Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, (Semarang: Al Kautsar, 2009), hlm. 11-35.
[10] Ibid, . . . 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme. Hlm. 7-10.
[11] Muhamad Ali, The Rise of Liberal Islam Network (JIL) in Contemporary Indonesia dalam The American Journal of Islam Social Sciences 22, I, hlm. 6-12.
[12] http://www.akhirzaman.info/menukonspirasi/konspirasi-islam/1972-membongkar-borok-kesesatan-jil-dan-ahmadiyah.html.
[13] Zuly Qodir, Pemikiran Pembaharuan Islam:Wacana Intelektual Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) hlm. 42-43.
[14] Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, (Semarang: Al Kautsar, 2009), hlm. 29.
[16] Luthfi Assyaukanie, Wajah Liberal Islam Indonesia, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2002) hlm. 25-29.
[17] Ibid,  . . . hlm. 17-18
[18] Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, (Semarang: Al Kautsar, 2009), hlm. 23.

Tidak ada komentar: