View My Stats

Sabtu, 22 Maret 2014

Masuknya Islam ke Spanyol dan perkembangannya



PENDAHULUAN

Dari banyaknya buku sejarah yang kita baca dan informasi-informasi yang kita telah dapatkan, para ahli sejarah telah mencatat banyak hal tentang perkembangan peradaban Islam khususnya pertengahan abad ke-8 M hingga permulaan abad ke-13 M. Sejarah peradaban islam telah dicatat dalam sejarah, bahwa pada masa tersebut Islam pernah mengalami masa kejayaan. Kejayaan Islam ini diperlihatkan dengan berbagai kemajuan-kemajuan dalam banyak bidang seperti bidang ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, teknologi dan masih banyak yang lainnya. Kemajuan-kemajuan itu terjadi baik dari Daulah Islam di Timur (Daulah Abbasiah) yang berpusat di Baghdad maupun Islam di Barat (Daulah Umayyah) yang berpusat di Cordoba.
Di masa khilafah Bani Umayyah yang berumur kurang lebih 90 tahun telah mencapai keberhasilan ekspansi ke berbagai daerah, baik di Timur maupun di Barat dengan wilayah kekuasaan Islam yang benar-benar sangat luas. Pada zaman khalifah al-Walid Ibn al-Malik, salah satu khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, umat Islam mulai menaklukan semenanjung Iberia. Semenanjung Iberia adalah nama tua untuk wilayah Spanyol dan Portugal. Sejak awal abad 5 Masehi (tahun 406 M), wilayah tersebut dikuasai oleh bangsa Vandals, maka dinamakan Vandalusia. Namun, sejak tahun 711 M, semenanjung Iberia dan wilayah selatan Prancis jatuh ke dalam kekuasaan Islam, diperintah oleh pembesar-pembesar Arab dan Barbar. Sejak itulah, wilayah ini dikenal dengan Andalusia.

PEMBAHASAN

A.    Masuknya Islam ke Spanyol
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/ Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[1]
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gotik. 
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Tharik ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[2] 
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ seperti Cordova, Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).[3] Kebudayaan islam memasuki Eropa melalui beberapa jalan, antara lain melewati Andalusia. Ini karena kaum muslimin telah menetap di negeri itu sekitar abad 8 abad lamanya. Pada masa itu kebudayaan Islam di negeri itu mencapai puncak perkembangannya. Kebudayaan Islam di Andalusia mengalami perkembangan yang pesat diberbagai pusatnya, misalnya Cordova, Sevilla, Granada, dan Toledo.[4]
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre. 
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. 
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal. 
Faktor eksternalnya antara lain pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[5] Begitu juga dengan adanya perebutan kekuasaan di antara elite pemerintahan, adanya konflik umat beragama yang menghancurkan kerukunan dan toleransi di antara mereka.[6] Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, raja terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo diberhentikan begitu saja. 
Hal yang menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini tertekan juga telah mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun faktor internalnya yaitu suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh perjuangan dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh percaya diri. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.[7] 

B.     Kemajuan dalam Bidang Politik
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat islam di Spanyol itu dapat di bagi menjadi beberapa periode:
1.    Periode pertama (711-755M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum  tercapai sempurna, berbagai gangguan masih terjadi baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Gangguan yang datang dari dalam yaitu berupa perselisihan diantara elit penguasa.  Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antar khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Adapun gangguan yang datang dari luar yaitu datangnya dari sisa-sisa musuh islam di Spanyol yang tinggal di daerah pegunungan.[8]
2.    Periode kedua (755-912 M)
Pada periode ini Spanyol di bawah pemerintahan Abbasiyah di Baghdad. Amir yang pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol, tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Abdurrahman Ad-Dakhil. Abdurrahman Ad-Dakhil adalah keturunan dari bani umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah ketika Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Spanyol.
Pada periode ini, umat Islam mulai memperoleh kemajuan, baik dalam bidang politik atau pun peradaban. Islam pada saat itu mulai mengalami perkembangan yang begitu dashyat dan mampu memperluas wilayah kekuasaannya di daerah Spanyol. Abdurrahman Ad-Dakhil mendirikan mesjid cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol.[9]  
3.    Periode ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya raja-raja kelompok  (Muluk al-thawaif). Pada periode ini spanyol diperintah oleh penguasa dengan khalifah. Pada periode ini umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejaaan yang  menyaingi daulah Abbasiyah di baghdad. Abdurrahman An-Nashir mendirikan Universitas Cordoba. Perpustakaannya memiliki ratusan ribu buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi.
Abdurrahman III adalah seorang raja yang teramat sangat lama memerintah 50 tahun lamanya. 50 tahun dia membela kerajaan yang telah didirikan nenek moyangnya. Masa pemerintahan Abdurrahman III adalah masa yang amat gemilang dalam sejarah Arab Spanyol. Segala pemberontakan di padamkan, perpecahan disatukan disatukan kembali, perselisihan di hapuskan. Pada saat pemerintahan Abdurrahman III, islam telah sanggup mempertahankan kekuasaan arab di Spanyol. Ia juga meninggalkan jejak besar dalam sejarah tidak saja di semenanjung Iberia tetapi juga seluruh Eropa.
Setelah masa kekhalifahan Abdurrahman III yang dilanjutkan oleh puteranya, Al-Hakam II (961-976 M) dan putera Al-Hakam II, Hisyam II (976-1009 M). Namun, ketika Hisyam menduduki kepemimpinan dalam usia 11 tahun merupakan awal dari kehancuran Bani Umayyah di Spanyol. Hingga pada tahun 1013 M, Spanyol sudah terpecah menjadi negara-negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[10]
4.      Periode keempat (1013-1086 M)
Pada masa ini Spanyol sudah terpecah-pecah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-mulukuth Thawaif  yang berpusat di suatu kota seperti sevilla, Cordoba, Taledo dan sebagainya.
Pada periode ini umat islam di Spanyol kembali memasuki pertikaian intern. Ironisnya jika itu terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Namun, walau pun demikian, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari istana ke istana yang lain.[11]
5.      Periode kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Islam di Spanyol meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yakni kekuasaan dinasti Marurabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidin (1146-1235 M):[12]

a.      Dinasti Murabitun
Dinasti murabitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang kuat dan besar yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyfim di Marocco, Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan kerajaan yang berpusat di marakesy. Dan akhirnya, islam dapat memasuki Spanyol dan dapat menguasainya. Dalam  perkembangannya selanjutnya, pada dinasti ini dipimpin oleh penguasa-penguasa yang lemah sehingga mengakibatkan wilayah Saragossa dapat dikuasai oleh kaum Kristen pada tahun 1118 M. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini digantikan oleh dinasti Muwahhidun.
b.      Dinasti Muwahhidun
Dinasti ini berpusat di Afrika Utara yang didirikan  oleh Muhammad ibn Tumart. Pada masa ini telah berdiri dua kerajaan kecil-kecil yang kuat yaitu di Negeri Balansia (Valencia) dan Marsiah (Marcia). Dinasti ini datang ke Spanyol dibawah pimpinan Abd-Al-Mun’im. Dinasti ini mengalami banyak kemajuan dimana kota-kota muslim penting yakni Cordova, Almeria, dan Granada jatuh dibawah kekuasaannya. Akan tetapi dinasti Muwahhidun mengalami kemunduran dimana pada tahun 1212 M, tentara Kristen berhasil memperoleh kemenangan di Las Navas de Tolesa. Dalam kondisi demikian umat muslim tidak mampu bertahan dari serangan-serangan kristen yang besar.  Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Hampir seluruh wilayah Spanyol islam lepas dari tangan penguasa islam.
6.      Periode keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini hanya berkuasa di granada di bawah Dinasti Ahmar atau daulat Nasriyah (1232-1492 M). Dinasti ini  yang mendirikan istana Alhambara di kota Granada. Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik dinasti merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abbdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Ia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh muhammad bin sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa ini Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah, dan Abu Abdullah naik tahta.
Ferdinand dan Isabella akhirnya mempersatukan dua kerajaan besar Kristen yaitu negeri Aragon dan Castillia melalui perkawinan. Setelah bersatu, mereka mempersatukan kekuatan memerangi kerajaan Granada pada tahun 1492 M. Namun, pada akhirnya mereka menyerang balik terhadap kekuatan Abu Abdullah. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan penguasa Kristen tersebut sehingga pada akhirnya Abu Abdullah kalah dalam peperangan tersebut. Abu Abdullah akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, sedangkan Abu Abdullah hijrah ke Afrika Utara.
 Dengan jatuhnya kerajaan Bani Ahmar, berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M sampai tinggal sisa-sisanya yang kemudian dipaksa oleh paus-paus di Roma untuk memeluk agama Nasrani. Maka, ada yang memeluk nasrani dengan terpaksa, ada yang dibunuh dan ada yang masih tetap memeluk agama nenek moyangnya dengan diam-diam. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat islam di wilayah ini. Walau pun islam telah berjaya dan dapat berkuasa di sana selama hampir tujuh setengah abad lamanya.[13]
C.    Kemajuan dalam Bidang Budaya
1.      Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya.[14]
2.      Bahasa dan Satra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang islam dan non-islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka.[15]
D.    Kemajuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
1. Bidang Ilmu  Filsafat.
Ketika Islam berjaya di Andalusia, ilmu pengetahuan dan filsafat mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Ketika Islam lahir, sebagai agama pemersatu dan agama peradaban, bangsa Yunani sedang tenggelam dalam kekuasaan pemerintah yang kejam, sedang dunia Islam mulai menyingsingkan fajar kebebasan, terutama bagi berkembangnya ilmu pengetahuan. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh penguasa Muslim ketika itu, sehingga para ilmuwan dan filsof kenamaan banyak lahir di dunia Islam, seperti Ibnu Hazm dengan karyanya al-Milal wa al-Nihal, Abu bakr Muhamad Ibnu Al-Asyik (wafat 1138) yang dikenal Ibnu Bajah, Abu Bakar Ibnu Thufael (wafat 1185) yang dikenal dengan bukunya yang berjudul “Hay bin Yaqdzan”, Ibnu Rusyd (1126 – 1198 M) yang dikenal dengan sebutan Averous, karyanya antara lain Tuhafut al-Tuhafut.
2. Bidang Geografi dan Sains.
Ilmuwan di bidang geografi lahirlah nama Ibnu Jubair, seorang pengarang buku berjudul “Perlawatan ke negeri-negeri Islam”, Abu Hamid Al-Hazim dan Abu Ubaid Al-Bakry.
Di bidang sains muncullah nama-nama yang ahli di bidang kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia, dan lain-lainnya misalnya Wafid Al-Bakhmi, Khalaf Al-Zahrawi, sebagai ahli di bidang kedokteran dan ilmu fa’al. Abu Qasim al-Zanrawi seorang dokter bedah yang mengarang buku Al-Tasrif setebal 30 jilid, Ibnu Khatimah ahli penyakit Malaria, Abbas Ibnu Farnas ahli Kimia dan Astronomi, ia adalah seorang ilmuwan pertama yang menemukan cara membuat kaca dari batu.
3. Bidang Sejarah dan Sosiologi.
Ilmu sejarah dan sosiologi juga berkembang pesat di Andalusia semasa pemerintahan Islam. Ahli sejarah dan sosiologi yang menjadi peletak dasar teori-teori sejarah dan sosiologi banyak bermunculan pada masa ini. Mereka antara lain; Ibnu Hazm dengan karyanya Jamharah al-Ahsab dan Rasail fi Fadl Ahlal Andalus, Ibnu Batutah (1304 – 1374) seorang sejarawan yangpernah berkunjung ke Indonesia dan Asia Tenggara, Ibnu Jubair dari Valencia (1145 – 1228 M) seorang ahli sejarah dan geografi yang menulis sejarah negeri-negeri muslim Mediterania dan Cicilia, Ibnu Khaldun dari Tunis, seorang ahli filsafat sejarah yang terkenal dengan bukunya Mukaddimah.
3.      Bidang Agama dan Hukum Islam.
Bidang ilmu-ilmu Islam juga turut berkembang pesat di Andalusia, yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh yang berkompeten di bidang ini, antara lain Ibnu Rusyd yang terkenal dengan karyanya; Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayah al-Mukhtashid, dan Ibnu Hazm yang terkenal dengan karyanya; Al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam, dan sebagainya.
4.      Bidang Pembangunan Fisik.
Pemerintahan Islam di Andalusia juga mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut sarana dan prasarananya, misalnya membangun tropong bintang di Cordova, membangun pasar dan jembatan, melakukan upaya pengendalian banjir dan penyimpanan air hujan, membangun sistem irigasi hidrolik dengan menggunakan roda air (water wheel), memperkenalkan tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan lainnya.[16]
D. Kemunduran Islam di Spanyol
1. Konflik Islam dengan Kristen
            Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.[17] Namun demikian, kehadiran islam arab telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang spanyol kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara islam dan kristen. Pada abad ke 11 M umat kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat islam sedang mengalami kemunduran.[18]
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
            Kalau di tempat-tempat lain, para mukallaf diperlakukan sebagai orang islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaiman politik yang dijalankan bani Umayyah di damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada sering menggorogoti dan merusak perdamaian.
3. Kesulitan Ekonomi
            Kesulitan ekonomi juga sebagai sebab kehancuran peradaban di Spanyol. Para penguasa lebih fokus membangun kota-kota dan mengenbangkan ilmu pengetahun sehingga pengembangan ekonomi terlupakan.
4. Lokasi yang Terpencil
            Secara geografis, Spanyol terpencil dari dunia Islam lainnya. Ia berjuang sendiri tanpa ada bantuan kecuali dari Afrika Utara. Sehingga tidak ada kekuatan untuk membendung bangkitnya Kristen di sana.
5. Sistem Peralihan Kekuasaan Yang Tidak Jelas
            Sistem pemerintahan yang absolut dan sepenuhnya tergantung pada raja menyebabkan tidak adanya kesepakatan bersama tentang sistem pergantian kekuasaan. Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan antara ahli waris setelah raja meninggal dunia. Ahli waris raja kadang-kadang sangat banyak, terdiri dari anak dan saudara-saudaranya.[19]
E. Kehancuran Islam di Spanyol
Dinasti Bani Umayyah di Spanyol dapat mempertahankan kekuasaannya sampai tahun 1031. Sesudah itu kekuasaan Islam di semenanjung Andalusia terpecah ke dalam beberapa kerajaan kecil yang selalu berperang di antara mereka. Kerajaan-kerajaan kecil itu umpamanya Dinasti Ibadiyah, Murabit (Murabitun), Muwahid (Muwahidun), Bani Nashiriyah (Bani al Ahmar), Hamudiyah, Jahwariyah, Amiriyah. Jumlah kerajaan kecil ini sangat banyak ada tiga puluh, yang sebagian di antaranya hanyalah penguasa-penguasa kota tertentu di wilayah bekas Dinasti Umayah. Mereka terdiri dari kelompok Barbar, Sicilia dan Arab. Masa ini disebut masa Muluk al Thowaif. Kerajaan-kerajaan kecil tersebut menyatakan berdiri sendiri, bebas dari kerajaan pusat.
Mereka hidup secara terpisah di daerah-daerah kecil dengan kekuatan yang sangat kecil pula, mereka selalu berperang, saling berebut pengaruh. Keadaan ini akhirnya menjadi mangsa kerajaan Kristen Spanyol di bagian utara yang waktu itu sudah mulai kuat. Mereka sibuk melakukan pertempuran internal. Orang Kristen mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan dalam memenangkan peperangan yang terjadi antara sesama mereka. Merekapun saling berebut untuk mendapatkan bantuan dari pihak Kristen.
Ancaman dari utara itu lebih nampak setelah dua kerajaan Katholik di utara yaitu kerajaan Castilla dan Aragon, ratu dan rajanya, yaitu Ratu Isabella dan Raja Ferdinand, mengikat perkawinan. Cita-cita yang mengiringi perkawinan dua raja Katholik ini pada malam peresmiannya ialah menyerbu Granada. Mereka ingin menghabiskan bulan madunya di Al Hamra dan mengangkat salib di atas benteng terbesar al Harasahdi Granada. Maka menjadi semakin kuatlah kerajaan Katholik tersebut. Hal ini secara langsung merupakan ancaman bagi kerajaan-kerajaan kecil di bagian selatan, yang selalu minta bantuan kepada mereka. Ferdinand dan Isabella akhirnya tidak puas dengan hanya memecah belah kerajaan- kerajaan Islam tersebut, mereka menginginkan kekuasaan yang lebih besar atas wilayah tersebut.
Pada penghujung abad ke-15 M, Islam hanya berkuasa di daerah Granada yaitu di bawah Dinasti Bani Ahmar. Abu Abdullah Muhammad (salah seorang anak raja Bani Ahmar) merasa tidak senang kepada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain (Muhammad ibn Sa’ad) sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak pada ayahnya. Dalam pemberontakan itu Abu Abdullah dibantu oleh Ferdinand dan Isabella. Ayah Abdullah terbunuh dan Muhammad ibn Sa’ad disingkirkan. Akhirnya atas bantuan Ferdinand dan Isabella, Abu Abdullah naik takhta menjadi raja.
Namun seperti yang sudah bisa diperkirakan, Ferdinand dan Isabella tidak puas dengan hanya menguasai Abu Abdullah, tapi mereka ingin merebut kekuasaan Islam terakhir di Spanyol tersebut. Akhirnya mereka menyerangnya dan Abu Abdullah kalah. Ia kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada musuh dan selanjutnya ia pindah ke Afrika utara.
Granada jatuh pada tahun 1491, dan kota lain telah lebih dahulu dikuasai oleh kerajaan Kristen, seperti Cordova jatuh pada tahun 1238, Seville tahun 1248. Dengan jatuhnya kota-kota penting di Spanyol, maka berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol, hal ini terjadi pada tahun 1492 M.
Pada tahun 1492 M, umat Islam dihadapkan pada dua pilihan, memeluk agama Kristen dengan tetap tinggal di Spanyol, atau meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1501 diumumkan suatu pernyataan raja yang mengharuskan semua muslimin di Castile dan Leon, bertobat kembali. Maksudnya agar mereka meninggalkan Islam dan masuk menjadi Kristen atau meninggalkan wilayah itu. Pengumuman yang sama juga ditujukan kepada Muslimin di Aragon pada tahun 1526. Sedang pada tahun 1556 Raja Philip II mengumumkan undang-undang yang meminta kepada muslimin yang masih tinggal di Spanyol untuk membuang seketika itu juga bahasanya (maksudnya bahasa Arab), kepercayaannya (maksudnya Islam) dan adat istiadat serta cara hidupnya. Akhirnya pada tahun 1609 Raja Philip III mengeluarkan perintah pengusiran semua Muslimin dari wilayah Spanyol secara paksa. Setengah juta orang dipaksa naik kapal dan dibawa ke pesisir Afrika utara atau ke negara-negara Islam yang jauh letaknya.[20]














KESIMPULAN
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Wilayah Andalusia yang sekarang disebut dengan Spanyol diujung selatan benua Eropa, masuk kedalam kekuasaan dinasti bani Umayah yaitu pada masa pemerintahan Khalifah al Walid ibn Abd. Malik. Tiga pahlawan Islam terkenal yang sangat berjasa dalam membuka penguasaan Spanyol tersebut adalah Tharif ibn Malik, Tariq bin Ziyaddan Musa ibn Nushair, mengalahkan pasukan Spanyol pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92 H/ 711 M). Spanyol diduduki umat islam pada zaman kholifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. 
Perkembangan Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Perkembangan itu dibagi menjadi enam periode yaitu: Periode Pertama (711-755 M), Periode Kedua (755-912 M), Periode Ketiga (912-1013 M), Periode Keempat (1013-1086 M), Periode Kelima (1086-1248 M), dan Periode Keenam (1248-1492 M). 
Kemajuan peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang di dalamnya terdapat ilmu filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, begitu juga dengan bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan fisik. 
Faktor-faktor pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi. 
kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara lain, konflik Islam dengan Kristen,tidak adanya Ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan keterpencilan



[1] Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan(KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta 1996.
[2] Philip K. Hitti, History of  the arabs, (London: Macmillan Press, 1970), hlm 493
[3] Dr, Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, (PT: Gravindo Persada : 2003), hlm. 89.
[4] Abdul Mun’im Majid, Sejarah Kebudayaan Islam, (Pustaka : 1997) hlm. 182.
[5] Dr, Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 91 
[6] Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebuidayaan Islam, Logos Wacana Ilmu Jakarta 1996 
[7] Dr, Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 93
[8] Dr, Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, hlm 94.
[9] Ibid hlm 94.
[10] W. Montgomery Watt, Kejaan Islam: Kajian kritis dan Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990) hlm 217-218

[11] Bertold Spuler, Op, Cit, hlm 108
[12] Ahmad Syalabi, Op, Cit, hlm 76
[13] Harun Nasution, Op, Cit, hlm 82
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban ..., hlm. 105.
[15] Ibid  ..., hlm. 105.
[16] Dr, Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam. 101-104
[17] Arman Abel, op. cit,. hlm. 246.
[18] Badri Yatim, Sejarah Peradaban ..., hlm. 107.
[19] Munawiyah, dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Bandar Publishing, Banda Aceh, 2009), hal. 161.

Tidak ada komentar: