PEMBELAJARAN
PERUBAHAN KONSEPTUAL
UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
PADA MATERI
PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X SMU 1
BARONA JAYA
ACEH BESAR
PROPOSAL
SKRIPSI
Diajukan
Oleh:
WINARIGA
Mahasiswa
Fakultas Tarbiyah
Jurusan
Pendidikan Matematika
NIM:
260 515 419
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM
- BANDA ACEH
2008M
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap
jenjang pendidikan, mempuyai peran yang dominan dalam mencerdaskan perserta
didik dengan jalan mengembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, kritis
dan konsisten. Bell
(dalam hamdani, 2000) mengatakan bahwa matematika dapat digunakan untuk
menyusun pemikiran yang teliti, tepat dan taat asas (konsisten).
Banyak kenyataan bahwa siswa tidak bisa menganalisis dan menjawab
pertanyaan dari pembelajaran matematika, sehingga siswa mengalami miskonsepsi.
Kenyataan lain yang mungkin sebagai penyebab rendahnya pemahaman terhadap
matematika adalah persepsi siswa yang kurang tepat terhadap matematika. Seperti
yang dikemukakan oleh Dossey dalam Journal
for Research in Mathematics Education, bahwa siswa memandang matematika
sebagai ilmu yang statis, hanya untuk dicontoh saja. Hal ini akan turut
mewarnai cara belajar maupun cara berpikir dalam matematika.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas agar tidak menimbulkan kesalahan yang
lebih patal atau menjaga agar tidak terjadi phobia matematika dikemudiaan hari,
diperlukan strategi khusus terutama untuk jenis miskonsepsi yang sulit untuk
disembuhkan. Oleh karena itu perlu dirancang kegiatan mengajar yang dapat
membangkitkan perubahan konseptual siswa dengan mendorong untuk berinisiatif
sendiri serta telibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga pada akhirnya
siswa dapat membentuk atau membangun sendiri pengetahuannya. Sebagaimana
disarankan Dewey (1996) bahwa keseluruhan kehidupan dalam pembelajaran
seyogiyanya diorganisasikan sebagai bentuk kecil atau miniatur kehidupan
demokrasi, pelajar mendapat kesempatan untuk mengembangkan konsep yang telah
dimiliki sebelumnya. Aliran semacam ini disebut konstruktivisme dan salah satu
model pembelajarannya adalah pembelajaran perubahan konseptual.
Berbagai pengamatan dan hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran perubahan
konseptual masih sangat jarang dilaksanakan karena masih ada guru yang
menganggap bahwa ketika melakukan tugasnya didalam kelas, ia harus menyajikan
materi (umumnya dalam bentuk ceramah ), karena tanpa ceramah guru merasa belum
mengajar, sehingga yang terbentuk pada diri siswa adalah pengetahuaan koknitif
arah rendah. Pencapaian tujuan jangka panjang yang dicanangkan seperti
kemampuan berfikir kritis dan kreatif, bekerja sama, mandiri, berbudaya dan
berketerampilan, inovatif dan kompetitif, hampir terabaikan.[1]
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitiaan pembelajaran perubahan konseptual pada materi persamaan kuadrat di
SMUN 1 Barona Jaya Aceh Besar sehingga dapat dijadiakn patokan dalam mencapai
efektifitas belajar siswa pada khususnya dan pencapaian tujuan pada umumnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti
akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Pembelajaran Perubahan Konseptual
untuk Meningkatkan Pretasi Belajar Siswa pada Materi Persamaan Kuadrat di Kelas
X SMUN 1 Barona Jaya Aceh Besar”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut “Bagaimanakah bentuk pembelajaran perubahan konseptual
pada materi persamaan kuadrat di kelas X SMUN 1 Barona Jaya Aceh Besar”
C. Tujuan
Tujuan penelitian mengungkapakan sasaran yang ingin dicapai yang mengacu
pada isi dan rumusan masalah. Oleh karena itu sesuai dengan permasalahan, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pembelajaran perubahan
konseptual pada materi persamaan kuadrat di kelas X SMUN 1 Barona Jaya Aceh
Besar
D. Definisi Operasional
Untuk memudahkan memahami maksut dari keseluruhan penelitian maka
peneliti perlu memberikan definisi operasional beberapa istilah yang digunakan
dalam penelitian ini
1. Pembelajaran
Perubahan Konseptual
Pembelajaran perubahan konseptual yang dimaksut dalam penelitian ini
adalah suatu model pembelajaran yang disusun berdasarkan konsepsi siswa dan
dapat diterapkan oleh pengajar untuk meluruskan konsepsi siswa yang kurang
jelas atau berbeda sekali dengan konsep ilmiah dan sekaligus membangun konsep baru.
2. Persamaan
Kuadrat
Persamaan kuadrat ialah suatu persamaan yang bentuk umumnya ax² + bx + c = 0, dengan a,b,c €
R dan a ≠ 0.
E. Metodelogi Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah
dalam penelitian ini, maka untuk mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan perubahan konseptual pada materi
persamaan kuadrat , data yang dibutuhkan adalah aktivitas siswa dan guru selama
proses pembelajaran merupakan suatu hal yang diamati secara langsung. Data
berupa hasil tes awal dan tes akhir, hasil pengamatan terhadap proses
pembelajaran dan hasil wawancara serta catatan lapangan akan dipaparkan sesuai
dengan kejadian yang terjadi dalam penelitian. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dan Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
1.Objek
Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian ini di dipilih secara random satu
kelas dari seluruh kelas X yang ada di SMUN 1 Barona Jaya Aceh Besar.
2. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data terhadap efektifitas model pembelajaran ini
adalah dengan menggunakan soal tes, observasi dan pembagian angket dan
wawancara.
- Tes
Tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar dalam
materi persamaan kuadrat mengunakan pembelajaran perubahan konseptual . Materi
tes disesuaikan dengan pokok bahasan persamaan kuadrat dari buku matematika
kelas X SMUN semester I. Tes ini dalam bentuk essay yang berjumlah 5 butir soal
- Observasi
Observasi adalah pengamatan dan peninjauan langsung kelokasi penelitian
untuk mendapatkan informasi tentang aktifitas siswa ketika belajar mengunakan pembelajaran
perubahan konseptual pada materi persamaan kuadrat.
- Angket
Angket adalah daftar pertanyaan tertulis mengenai masalah tertentu dengan
ruang untuk jawaban bagi setiap pertanyaan.
Dalam skripsi ini pembagiaan angket dilakukan untuk mengetahui tanggapan
siswa terhadap penerapan pembelajaran perubahan konseptual pada materi persamaan kuadrat.
- Wawancara
Wawancara dilakukan hanya kepada 4 orang siswa yang terpilih untuk di
wawancarai yang dilakukan untuk menelusuri dan mengetahui pemahaman siswa pada
materi persamaan kuadrat dengan menggunakan pembelajaran perubahan konseptual.
Disamping itu wawancara dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran yang diikuti
3.
Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul terdiri dari hasil
pekerjaan siswa yang berupa tes, wawancara, pengamatan dan catatan lapangan.
Analisis data dilakukan setiap kali setelah pemberian suatu tindakan. Teknik
analisa data yang digunakan adalah model alir yang dikemukakan oleh Miles &
Huberman (1992:18) yang meliputi kegiatan (1) mereduksi data, (2) menyajikan
data, dan (3) menarik kesimpulan serta verifikasi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1985
Edusaintek
(Jurnal Pendidikan Sains dan Teknologi) Vol.3, Agustus 2007
Tampomas, Husen,
Persamaan Kuadrat dan Pertidaksamaan, PT Grasindo, Jakarta, 2003
Johar, Rahma,
Dr, M.Pd, Strategi Belajar Mengajar, Unsyiah
Sudjana, Metode
Stasistik, Bandung,
1992
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian
ini, maka untuk mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan teori APOS pada pokok bahasan fungsi, data yang
dibutuhkan adalah aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran merupakan
suatu hal yang diamati secara langsung. Data berupa hasil tes awal dan tes
akhir, hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran dan hasil wawancara serta
catatan lapangan akan dipaparkan sesuai dengan kejadian yang terjadi dalam
penelitian dan analisi secara induktif. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini pendekatan penelitian kualitatif karena memiliki ciri-ciri yang
sesuai dengan penelitian kualitataif, hal ini juga dikarenakan dalam pelasanaan
penelitian ini menggunakan prinsip metodologi dan penelitian kualitatif (Bogdan
& Biklen, 1982). Beberapa konsep
dan prinsip metodologi yang dimaksud, diantaranya beberapa konsep tentang
sumber data, pengumpulan data, keabsahan data, dan analisis data. Adapun
penggunaan beberapa konsep dan prinsip yang dimaksud disesuaikan dengan
keperluan penelitian.
Jenis penelitian ini adalah Jenis
penelitian tindakan partisipan, karena
peneliti terlibat langsung mulai dari awal hingga akhir penelitian. Peneliti
bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan
penyusun laporan penelitian.
B. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan pendekatan dan jenis penelitian yang
telah dikemukakan sebelumnya, maka kehadiran peneliti di lapangan mutlak
diperlukan. Peneliti
bertindak sebagai instrumen utama dan pemberi
tindakan dalam penelitian.
Sebagai pemberi tindakan
dalam penelitian, peneliti bertindak sebagai guru yang membuat rancangan
pembelajaran dan sekaligus menyampaikan bahan ajar selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Di samping itu, peneliti juga sebagai pengumpul dan penganalisis
data, serta sebagai penyusun laporan
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti juga bertindak langsung sebagai
pewawancara kepada subjek wawancara yang dipilih secara acak empat siswa dari
berbagai kemampuan dengan berpedoman pada hasil tes dan hasil audiensi dengan
guru matematika SMA Negeri 3 Banda Aceh. Selanjutnya selama kegiatan pengamatan
dan pengumpulan data peneliti dibantu oleh
seorang teman sejawat.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas
XI SMA Negeri 3 Banda Aceh, Lokasi ini
dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut.
1. Siswa mengalami kesulitan
tentang pokok bahasan fungsi di sekolah tersebut.
2. Pembelajaran yang dilakukan
cenderung bersifat konvensional, dalam artian guru dalam menyampaikan materi
biasanya hanya melalui tahap-tahap mengajar konsep, memberi contoh dan
menyelesaikan soal.
3. Keterbukaan kepala sekolah
dan guru kelas dalam merespon kehadiran peneliti serta keinginan baik untuk
melakukan inovasi terhadap pembelajaran.
4. Belum pernah dilaksanakan
pembelajaran dengan pendekatan teori APOS pada pokok bahasan fungsi di SMA
Negeri 3 Banda Aceh.
D. Data dan Sumber Data
Sesuai dengan
rumusan masalah dalam penelitian ini, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
1. jawaban
siswa dalam mengerjakan
hasil tes yang diberikan. Meliputi tes awal
dan tes pada akhir pembelajaran
2. pernyataan verbal siswa yang
diperoleh dari hasil wawancara tentang pemahaman terhadap meteri dan perasaan siswa dalam mengikuti
pembalajaran
3. hasil pengamatan terhadap
kegiatan siswa dan guru dalam proses pembelajaran, apakah siswa aktif dan apakah guru dapat memposisikan diri sebagai pembimbing
dan fasilitator dalam pembelajaran.
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru
(pemberi tindakan) dan siswa
kelas XI SMA Negeri 3 Banda Aceh, Untuk
memperoleh pengamatan yang lebih terfokus maka dipilih 4 siswa yang dianggap
mewakili dengan kualifikasi, 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan
sedang dan 1 siswa berkemampuan rendah yang ditinjau dari kemampuan akademik
secara keseluruhan anggota kelas melalui hasil tes awal dan konsultasi dengan
guru matematika kelas XI.
E. Prosedur pengumpulan data
Prosedur
pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1.
Tes.
Tes dilaksanakan untuk melihat pengetahuan yang
telah dimiliki siswa dan
mengumpulkan informasi tentang pemahaman siswa terhadap pokok bahasan
fungsi, tes yang dilakukan meliputi tes awal dan tes akhir. Tes awal
dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman materi prasyarat. Materi yang disajikan
dalam tes awal adalah mengingat diagram panah, produk kartesius dan relasi, tes
awal ini juga digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pembentukan kelompok
dan menentukan subjek wawancara. Tes akhir dilakukan pada setiap akhir
tindakan, selanjutnya tes akhir tindakan dimaksudkan untuk mengukur pemahaman
yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan, adapun keriteria dan butir soal pemahaman siswa
tentang fungsi disusun berdasarkan kerangka teori APOS, dengan maksud
untuk melihat tingkat pemahaman siswa terhadap materi dan kepentingan analisis,
serta merumuskan refleksi pada tindakan selanjutnya. Tes tertulis yang digunakan
dalam penelitian ini berbentuk uraian. Adapun kriteria dan butir soal pemahaman siswa tentang konsep fungsi berdasarkan kerangka teori APOS
dapat dilihat dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kerangka teori APOS
Materi
|
Kerangka
Teori APOS
|
Kreteria
|
No Soal
|
Fungsi
|
Aksi
|
Siswa dapat :
·
Menentukan fungsi dari beberapa
relasi dengan mentrasformasikasikan
pasangan berurut kebentuk diagram panah atau dengan memperhatikan
relasi pasangan berurut
·
Menghitung nilai-nilai yang
diperoleh dari persamaan rumus fungsi pada f(x) untuk xR.
|
1.a
2.a
|
Proses
|
Siswa dapat menjelaskan :
·
Cara menentukan fungsi dari beberapa relasi dengan
mentransformasikasikan pasangan
berurut kebentuk diagram panah atau dengan memperhatikan relasi pasangan
berurut
·
Cara menghitung nilai-nilai yang
diperoleh dari persamaan rumus fungsi pada f(x) untuk xR.
·
Cara menggambarkan grafik fungsi
dengan membayangkan nilai-nilai
yang terdapat pada Df sebagai titik di sumbu-X dan nilai-nilai f(x)
sebagai titik-titik di sumbu-Y
|
1.b
2,3,4
2.b
|
|
Objek
|
Siswa dapat:
·
Menyatakan pengertian fungsi.
·
Menyatakan contoh fungsi.
·
Menyatakan suatu persamaan dengan rumus f(x) apakah merupakan fungsi atau bukan.
|
1.c
1.d
2.c
|
|
Skema
|
Siswa dapat:
· Menghubungkan aksi, proses,
dan objek fungsi dengan objek
matematika lainnya yaitu dari fungsi persamaan kuadrat.
· Menentukan domain
dari suatu fungsi, dengan (dengan mengorganisir aksi,
proses dan objek fungsi tersebut)
|
3
4
|
2.
Wawancara.
Wawancara
dilakukan untuk memperoleh secara mendalam tentang tingkat pemahaman siswa
(subjek wawancara) pada materi fungsi. Selain itu wawancara juga dilakukan
untuk mengetahui respon siswa (subjek wawancara) terhadap pembelajaran yang
telah diikuti. Wawancara ini dilakukan pada setiap akhir pembelajaran dan
didasarkan pada format wawancara yang disediakan peneliti dan untuk menghindari agar tidak ada data yang
terlewatkan, dalam hal ini digunakan tape recorder.
3.
Pengamatan.
Pengamatan dilakukan untuk mengamati kegiatan di
kelas selama kegiatan pembelajaran. Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas
peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Pengamatan
dimaksudkan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan
pelaksanaan tindakan serta untuk menjaring data aktivitas siswa selama
berlangsungnya proses belajar mengajar. Pengamatan dilakukan oleh peneliti, guru matematika
dan teman sejawat dengan menggunakan lembar
pengamatan.
4.
Catatan Lapangan.
Catatan
lapangan dilakukan untuk melengkapi data yang tidak terekam dalam lembar
pengamatan dan wawancara, hasil pencatatan lapangan ini digunakan untuk
melengkapi data.
F. Teknik Analisis Data
Data
yang terkumpul terdiri dari hasil pekerjaan siswa yang berupa tes, wawancara,
pengamatan dan catatan lapangan. Analisis data dilakukan setiap kali setelah
pemberian suatu tindakan. Teknik analisa data yang digunakan adalah model alir
yang dikemukakan oleh Miles & Huberman (1992:18) yang meliputi kegiatan (1)
mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menarik kesimpulan serta verifikasi
1. Mereduksi data
Mereduksi data dilakukan dengan
pemilihan, memfokuskan, menyederhanakan, mengabsraksikan dan mentransformasikan
data yang relevan terhadap pembelajaran materi fungsi dengan langkah
pembelajaran aksi, proses, objek dan skema (APOS). Hal ini dilakukan untuk
memperoleh informasi yang jelas sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan.
2. Penyajian
data
Penyajian
data dilakukan dengan mengorganisasikan data hasil reduksi dalam
bentuk naratif sehingga memungkinkan
penarikan kesimpulan dan keputusan
pengambilan tindakan. Data tersebut
ditafsirkan dan dievaluasi untuk dapat
merencanakan tindakan lebih lanjut. Hasil
penafsiran dan evaluasi dapat
berupa (1) perbedaan antara rancangan
penelitian dan pelaksanaan tindakan.(2) perlunya perubahan tindakan. (3)
alternatif tindakan yang dianggap tepat. (4) persepsi peneliti, guru, dan teman
sejawat mengenai tindakan yang telah dilaksanakan. (5) kendala‑kendala yang
muncul dan alternatif pemecahannya.
3.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi data
Penarikan
kesimpulan adalah memberikan kesimpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi.
Penarikan kesimpulan diikuti dengan pengecekan
keabsahan hasil analisis atau tafsiran data dengan melakukan diskusi
dengan teman sejawat sebagai mitra peneliti, meninjau ulang catatan lapangan
dan memikirkan kembali bagian-bagian
tulisan yang penting. Dan dalam Penarikan kesimpulan juga meliputi pencarian
makna data serta memberi penjelasan. Sedangkan verifikasi merupakan validasi
dari data yang disimpulkan (Miles & Huberman, 1992:19). Kegiatan yang
dilakukan adalah menguji kebenaran, kekokohan, dan kecocokan makna‑makna yang
muncul dari data.
G. Pengecekan
Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini difokuskan pada
pemahaman siswa
terhadap konsep fungsi. Untuk
menjamin keabsahan data digunakan teknik kriteria derajat kepercayaan (Moleong,
2001:176). Derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3
cara dari 7 cara yang dikembangkan oleh Moleong (2001:177-180), yaitu : (1)
ketekunan pengamatan, (2) triangulasi, dan (3) pemeriksaan sejawat.
Ketekunan
pengamat dilakukan dengan cara peneliti mengadakan pengamatan secara teliti,
rinci, dan terus menerus selama kegiatan pembelajaran. Triangulasi merupakan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut. Dalam penelitian ini triangulasi yang diperlukan adalah triangulasi
sumber. Triangulasi sumber digunakan untuk memeriksa keabsahan data dengan
membandingkan data yang diperoleh dengan sesuatu di luar data tersebut dengan
cara : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data pengamatan sejawat,
(2) membandingkan data hasil wawancara dengan konfirmasi guru mata pelajaran
dan wali kelas, dan (3) membandingkan data hasil tes akhir tindakan dengan data
hasil tes awal sebagai pengetahun prasyarat dan meminta konfirmasi dari guru
matematika sebagai sumber lain tentang kemampuan akademik yang dimiliki oleh
subyek penelitian.
H. Tahap-Tahap Penelitian
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa penelitian
ini merupakan penelitian tindakan. Maka tahap-tahap yang dilaksanakan
dalam penelitian ini meliputi:
1. Tahap Perencanaan
Berdasarkan masalah yang terjadi di lapangan yang
telah diuraikan dalam latar belakang penelitian ini, peneliti melakukan kajian
teori sebagai pertimbangan memilih alternatif model pembelajaran untuk
meningkatkan pemahaman siswa pada pokok bahasan fungsi di kelas XI SMA
Negeri 3 Banda Aceh dengan pendekatan teori APOS, peneliti menyusun rencana
kegiatan sebagai berikut.
a.
Menyusun rencana pembelajaran untuk
tindakan pembelajaran.
b. Menyiapkan lembar kerja
siswa.
c.
Menyiapkan instrumen pengumpulan data.
d. Menentukan kriteria
keberhasilan untuk setiap tindakan.
e. Mengkoordinasikan program
kerja pelaksanaan tindakan dengan guru matematika di kelas XI SMA
Negeri 3 Banda Aceh.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan
tindakan yang dimaksud adalah melaksanakan pembelajaran pokok bahasan fungsi
dengan pendekatan teori APOS. Dalam pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan
rencana pembelajaran yang telah susun pada tahap perencanaan.
3. Tahap Observasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
mendokumentasikan segala
sesuatu yang berkaitan dengan
pemberian tindakan. Observasi dilakukan oleh teman sejawat dan seorang guru
matematika yang meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar
observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Pengamatan juga dimaksudkan untuk mengetahui
adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksana tindakan serta untuk
menjaring data aktivitas siswa dalam pembelajaran. Selain lembar observasi, disediakan catatan
lapangan untuk melengkapi data hasil observasi. Untuk menindaklanjuti hasil
observasi dan hasil tes akhir tindakan dilakukan wawancara terhadap subjek
penelitian.
4.
Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan untuk melihat keseluruhan
proses pelaksanaan tindakan dan hasil pemahaman siswa. Refleksi merupakan
kegiatan menganalisis, memahami, dan membuat kesimpulan berdasarkan hasil tes,
pengamatan, dan wawancara. Jika telah tercapai maka siklus berhenti, tetapi
bila belum berhasil maka peneliti melakukan pengulangan siklus dengan
perbaikan-perbaikan yang dianggap perlu.
Dua indikator yang digunakan dalam menentukan
sukses tidaknya siklus tindakan pada penelitian ini yaitu indikator kesuksesan dari proses pembelajaran dan hasil
belajar siswa melalui tes akhir yang dilakukan pada setiap akhir siklus.
Indikator pertama, proses pembelajaran dikatakan berhasil dilihat dari hasil
pengamatan tentang berhasilnya guru dalam melakukan proses pembelajaran dengan
baik sesuai dengan perencanaan pembelajaran, guru aktif sebagai pembimbing dan
fasilitator dan juga guru tidak mengalami masalah yang serius pada saat
melaksanakan kegiatan proses pembelajaran baik dalam hal penyampaian materi,
penguasaan kelas dan membimbing siswa belajar.
Indikator kedua untuk melihat berhasil tidaknya siklus
tindakan pada penelitian adalah dari keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
dan hasil belajar siswa, tindakan pada setiap siklus dinilai berhasil bila
setelah berlangsungnya kegiatan pembelajaran, siswa telah memperoleh rata-rata
skor tes akhir 75 % dari skor
maksimal dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari siswa
aktif dalam diskusi, menayakan hal-hal
yang tidak diketahui siswa dan mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik,
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan diamati oleh observer.
Siklus penelitian
tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Hopkins, 1985:34).
Gambar
3.1 Siklus Penelitian Tindakan
1Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Medan, Jl Pancing Pasar V Medan, Sumatera Utara
ABSTRACT
The objective this Research
are to design, to describe and to evaluate the conceptual change learning
models on limit topic base on constructivism. The sample of research comes from
40 student of mathematic department. Result of research found that the conceptual
change learning model can be doing by cooperative learning strategy (CLS) with
five members each groups. The result show that this method better then
conventional method. This Matter shown that the used in determining
effectiveness of study not reaching., although that is reaching complete
individually 65 % or more, and is complete of tired clasical 85 % or
more. While is complete of yielded clasical at this research
is 82,5 %.
Key word: learning; model; chang; concept;
constructivisme.
Pendahuluan
Matematika
merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan disetiap jenjang pendidikan,
mem-punyai peran yang dominan dalam mencerdaskan pe-serta didik dengan jalan
mengembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, kritis dan konsisten. Bell
(dalam Hamdani, 2000) mengatakan bahwa matemati-ka dapat digunakan untuk
menyusun pemikiran yang jelas, teliti, tepat dan taat asas (konsisten).
Kalkulus merupakan bagian dari matematika yang harus dipelajari dan dikuasi
oleh mahasiswa Jurusan mate-matika FMIPA Unimed Medan. Topik dalam kalkulus
merupakan topik-topik dasar matematika yang terdiri dari bilangan, fungsi,
limit fungsi, derivative dan integral. Melihat kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa hasil perolehan nilai mahasiswa secara keseluruhan pada matakuliah
kalkulus di jurusan matematika FMIPA Unimed adalah sangat rendah, dengan
persentase kelulusan berkisar 46,54%, maka hal ini menunjukkan adanya suatu
masalah yang harus segera diselesaikan dalam pembelajaran mata kuliah tersebut.
Upaya
untuk meningkatkan mutu pembelajaran di lingkungan FMIPA Unimed selalu dan
telah lama di-lakukan seperti peningkatan sarana pembelajaran, pem-bentukan
kelempok matakuliah, dan sebagainya, na-mun keluhan tentang kesulitan belajar
matematika khu-susnya kalkulus masih saja dijumpai. Kesulitan belajar yang
timbul bukan semata karena materi yang sulit, tetapi dapat juga disebabkan oleh
cara pengajar dalam menyampaikan maetri yang sulit diterima mahasiswa atau
terjadi miskonsep antara konsep awal dengan konsep ilmiah.
Suatu
pengalaman mengajar dilapangan selama tiga tahun belakangan ini menunjukkan
bahwa dalam pembelajaran kalkulus pada Jurusan Matematika FMIPA Unimed,
mahasiswa tidak bisa menganalisis dan menjawab pertanyaan, sedemikian sehingga
maha-siswa mengalami miskonsepsi. Kenyataan lain yang mungkin sebagai penyebab
rendahnya pemahaman ter-hadap matematika adalah persepsi mahasiswa yang ku-rang
tepat terhadap matematika. Seperti yang dikemu-kakan oleh Dossey dalam Journal
for Research in Mathematics Education, bahwa mahasiswa meman-dang
matematika sebagai ilmu yang statis, hanya untuk dicontoh saja. Hal ini akan turut
mewarnai cara belajar maupun cara berpikir dalam bermatematika.
Untuk
mengatasi hal tersebut di atas agar tidak menimbulkan kesalahan yang lebih
patal atau menjaga agar tidak terjadi phobia matematika dikemudian hari,
diperlukan strategi khusus terutama untuk jenis mis-konsepsi yang sulit
disembuhkan. Oleh karena itu perlu dirancang kegiatan mengajar yang dapat
mem-bangkitkan perubahan konseptual mahasiswa dengan mendorong untuk
berinisiatif sendiri serta terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga
pada akhirnya mahasiswa dapat membentuk atau membangun sendiri pengetahuannya.
Sebagaimana disarankan oleh Dewey (1996) bahwa keseluruhan kehidupan dalam
pem-belajaran seyogiyanya diorganisasikan sebagai bentuk kecil atau miniatur
kehidupan demokrasi, pebelajar mendapat kesempatan untuk mengembangkan konsep
yang telah dimilikinya sebelumnya. Aliran semacam ini disebut konstruktivisme
dan salah satu model pembelajarannya adalah pembelajaran perubahan kon-septual
model Cooperative Learning Strategies (CLS). Dalam hal ini maka perlu
dilakukan penelitian mengenai model pembelajaran perubahan konseptual model CLS
berdasarkan konstruktivisme.
Tradisi
konstruktivis menurut Wheatley (1991 :10) mengandung prinsip utama bahwa
pengetahuan tidak diterima secara pasif, melainkan dibangun secara aktif oleh
individu yang belajar. Gagasan atau pemi-kiran tidak dapat dikomunikasikan
maknanya melalui kata-kata atau kalimat, atau diberikan langsung kepada
seseorang, melainkan individu itu sendiri yang mem-bentuk makna tersebut.
Soedjadi (1995:42) mengatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan
konstruk-tivisme kemungkinan banyak miskonsepsi siswa yang dapat ditiadakan atau
dihilangkan. Berg (1991:12) menyatakan bahwa menurut konstruktivisme materi
atau pelajaran baru; 1) harus bersambung dengan kon-sepsi siswa yang sudah ada,
atau 2) membongkar konsepsi lama dengan membangun kembali konsep ter-sebut.
Selanjutnya Berg mengatakan bahwa setiap pe-ngajar harus menyadari dulu
prakonsepsi dan pengalaman yang sudah ada pada siswa, dan kemudian guru harus
menyesuaikan pelajaran dan cara mengajarnya dengan “pra” pengetahuan tersebut.
Merujuk
dari pandangan di atas, maka dalam proses pembelajaran guru tidak lagi
menempatkan siswa sebagai individu yang pasif dan siap menerima sesuatu
pengetahuan baru kapan saja, tanpa memahami apa yang telah dimilikinya sebagai
bekal untuk berinteraksi dengan pengetahuan baru tersebut. Untuk mengkonstruk
pengetahuan pelajar, pengajar harus mengidentifikasi, menguji dan menafsirkan
makna dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki dan kemudian menyesuaikannya
dengan situasi atau masalah yang dihadapinya. Dari pandangan di atas tampak
bahwa tradisi konstruktivism tidak hanya sebagai aktivitas individu tetapi
sebagai interaksi antara satu dengan yang lain.
Ada
bebeapa model pembelajaran yang bertolak dari pandangan konstruktivisme tentang
pembentukan pengetahuan, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran
perubahan konseptual (conceptual change). Davidson (dalam Hudojo,
2001:7) menje-laskan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
menekankan pada proses perubahan konseptual pelajar. Dalam hal ini
konsepsi-konsepsi yang dimiliki pelajar sebelum mengikuti pelajaran harus
digali terlebih dahulu.
Konsep
adalah pengertian umum sedangkan konsepsi adalah pendapat seseorang tentang
konsep. Dalam hal ini konsepsi yang telah dimiliki siswa sebelum mengikuti
pelajaran secara formal disebut “konsepsi awal”. Pada umumnya konsepsi ini
tidak sesuai dengan konsepsi ilmuan (Driver and Oldam, dalam Sutrisno, 1994:1).
Ada
bebeapa istilah untuk mengungkapkan konsepsi awal siswa, antara lain:
a)
Children
Science
yang diungkapkan oleh Osborne (1980:1), untuk menggambarkan pengetahuan para
siswa tentang dunia dan arti dari istilah-istilah yang mereka gunakan. Para
siswa mengembangkannya untuk lebih memahami sesuatu yang ada di lingkungannya.
b)
Alternative
Pre-Conception yang diungkapkan oleh Clernent (1982:66), yang dikembangkan dengan alasan
bahwa konsepsi alternatif dimiliki para siswa sebelum mengikuti kegiatan
belajar secara formal.
c)
Alternative
Framework yang diungkapkan oleh Driver (1986:443), untuk mengasumsikan bahwa para
siswa memiliki kerangka berpikir yang berlainan dengan kerangka berpikir
ilmuan.
d)
Common
Mis-conception yang diungkapkan oleh MC. Dermott (dalam Sutrisno, 1997:2), untuk
menyatakan pandangan (konsepsi) para siswa yang tidak sesuai dengan pandangan
para ilmuan. Dalam hal ini konsepsi awal
siswa dianggap sebagai konsepsi yang keliru.
e)
Prior Knowledge yang diungkapkan oleh Bell (dalam Sutrisno, 1997:4), diartikan
sebagai pengetahuan yang dimiliki para siswa sebelum mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Dari
pengertian konsepsi awal di atas, maka disimpulkan bahwa konsepsi awal
mahasiswa adalah pengetahuan awal mahasiswa tentang suatu konsep yang sudah
diperoleh dan dimiliki mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan. Sedangkan
konsepsi mahasiswa adalah pemahaman atau pengertian, pendapat, atau kerangka
berpikir mahasiswa tentang suatu konsep yang diperoleh dan dimiliki mahasiswa
sesudah mengikuti perkuliahan.
Terkait
dengan konsepsi awal (prakonsepsi) dan miskonsepsi sering juga dipandang
sebagai padanan satu sama lain, meskipun tidak bisa dianggap tepat sama
maknanya. Dalam hal ini yang dimaksud dengan prakonsepsi adalah konsep awal
yang dimiliki oleh seseorang tentang sesuatu objek. Konsep awal ini dapat
diperoleh seseorang dari pendidikan formal dan dari pendidikan secara tidak
formal.
Konsep
awal tentang sesuatu objek yang dimiliki oleh seseorang, tidak mustahil apabila
berbeda dengan konsep yang diajarkan di sekolah tentang objek yang sama. Juga
bukan suatu yang mengherankan kalau konsep yang diterima siswa di sekolah tidak
tepat sama dengan konsep yang diajarkan di perguruan tinggi. Dalam semacam
inilah kemudian “prakonsepsi” itu dapat menjadi suatu miskonsepsi. Soedjadi
(1999 :44) mengatakan bahwa dalam pembelajaran matema-tika, miskonsepsi dapat
dijumpai dalam beberapa sumber antara lain; makna kata, aspek praktis,
sim-plifikasi, ketunggalan struktur matematika, dan gam-bar. Dan tentu masih mungkin
terdapat sumber lain sebagai penyebab terjadinya miskonsepsi. Berg (1991 :10)
mengemukakan bahwa apabila guru mengajar tanpa memperhatikan miskonsepsi yang
sudah ada da-lam proses berpikir siswa sebelum pelajaran dilaksa-nakan, guru
tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar. Oleh karena itu, dibagian
lain Berg mengatakan bahwa kunci untuk memperbaiki mis-konsepsi siswa dan
konsepsi siswa yang sudah hampir benar adalah interaksi dengan siswa melalui
latihan, pertanyaan dan soal. Tanpa interaksi dengan siswa, guru tidak dapat
mengetahui miskonsepsi siswa, kon-sepsi siswa yang hampir benar dan tidak dapat
memperbaikinya. Berg (1991:10) mengatakan bahwa miskonsepsi adalah konsepsi
siswa yang bertentangan dengan konsep para ilmuan. Sedangkan Soemasdi (2000:6)
mengatakan bahwa konsep awal siswa yang tidak sesuai dalam struktur deduktif
aksiomatik mate-matika. Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud
miskonsepsi mahasiswa adalah pemahaman atau pengertian mahasiswa tentang konsep
yang sudah dipelajari yang tidak sesuai dengan pengertian konsep ilmuwan.
Strike
dan Porner (dalam Sutrisno, 1994:2) mengatakan bahwa belajar merupakan
pemahaman suatu ide baru, menilai kebenaran ide dan konsistennya dengan ide
yang lain. Anggapan dasarnya adalah bahwa konsepsi yang dibawa oleh pelajar
berpengaruh pada kemampuan untuk belajar dan berpengaruh pada ide yang akan
dipelajari. Lonning (1993:1090) menga-takan bahwa “belajar perubahan konseptual
digam-barkan sebagai assimilasi, yaitu perubahan konsep-konsep baru pada
pengetahuan yang telah ada dan sebagai akomodasi yaitu penyususnan ulang dan
peng-gantian ide baru dengan konsep yang lebih tepat”. Soedjadi (1995:45)
mengatakan bahwa model peru-bahan konseptual kemungkinan lebih sesuai digunakan
untuk meluruskan suatu miskonsepsi. Hal ini disebab-kan suatu model
pembelajaran yang dimulai dengan menggali terlebih dahulu konsepsi-konsepsi
pelajar sebelum mengikuti pembelajaran di kelas dan menuntut pelajar untuk
menyempurnakan pengetahuan yang sudah dimilikisertamerubah, menyusun ulang atau
mengganti pengetahuan yang sudah dimiliki tetapi ssalah dengan pengetahuan baru
yang benar. Jadi model pembelajaran perubahan konseptual yang dimaksud dalam
tulisan ini adalah suatu model peng-ajaran yang disusun berdasarkan konsepsi
mahasiswa dan dapat diterapkan oleh pengajar untuk meluruskan konsepsi
mahasiswa yang kurang jelas atau berbeda sekali dengan konsep ilmiah dan
sekaligus membangun konsepsi baru. Melalui perubahan konseptual dalam ke-giatan
pembelajaran, para pelajar (mahasiswa) diharap-kan aktif membentuk
pengetahuannya sendiri dengan cara memodifikasi konsepsi yang telah
dimilikinya.
Model
pembelajaran yang digunakan sebagai alternatif dalam penelitian ini adalah
metode diskusi (diskusi kelompok). Hal ini sesuai dengan Davidson (dalam
Hudojo, 2001:7) yang mengatakan bahwa be-lajar kooperatif yang dilakukan dalam
belajar kelom-pok akan dapat memperlancar komunikasi matematika secara efektif
baik pemahaman konsep, problem solving maupun alasan-alasan logik.
Lonning
(1993:1087) mengemukakan Coope-rative Learning Strategy (CLS) digunakan untuk
membangkitkan perubahan konseptual siswa di kelas pada mata pelajaran
sain,menggunakan empat langkah dalam pembelajaran, yaitu:
1)
Orientasi (Orientation), yaitu
pengenalantopik yang akan dipelajari.
2)
Pemunculan ide (elicitation of ide),
siswa diberi kesempatan untuk menyetakan secara eksplisit ide mereka kepada
teman, guru, dan yang terpenting pada diri mereka sendiri.
3)
Penyusunan ulang, perubahan dan perluasan
ide (restructuring, modification and extension), meli-puti aktivitas
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar pikiran dengan teman
sebaya dan membentuk serta menlai ide yang baru diperoleh pada saat bertukar
pikiran tersebut.
4)
Aplikasi (application), memberi
kesempatan kepa-da siswa untuk menerapkan konsep baru yang telah dibentuk ke
dalam konteks yang sudah dikenal.
Dari
kutipan di atas, maka yang dimaksud langkah-langkah untuk membangkitkan
perubahan konseptual dalam hal ini adalah;
1)
Orientasi, yaitu pengajar membuka pelajaran
dengan memberikan uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan tujuan
pembelajaran.
2)
Pemunculan ide, yaitu mahsiswa
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil. Pengajar berusa-ha memunculkan
ide mahasiswa dengan berdasa-rkan masalah yang diungkapkan dalam Lembar Kerja
mahasiswa (LKM). Mahasiswa diminta untuk menyatakan secara eksplisit idenya
kepada teman dalam kelompok dan pengajar (dosen).
3)
Penyusunan ulang ide, yaitu mahasiswa
menyusun kembali ide yang telah diperoleh pada langkah 2), yaitu meliputi;
-
pertukaran ide, yaitu mahasiswa
mendiskusi-kan jawaban pada langkah pemunculan ide dalam kelompoknya. Hasil
diskusi yang telah ditulis pada LKM, dijelaskan oleh salah seorang dari
kelompoknya, untuk setiap kelom-pok. Dengan lengkah ini diharapkan mahasis-wa
mengungkapkan kembali idenya dan saling bertukar pikiran.
-
Pembukaan situasi konflik, yaitu dosen
memin-ta kepada mahsiswa untuk mendiskusikan jawaban yang telah ditulis pada
LKM. Hal ini dimaksudkan agar jawaban mereka sesuai dengan konsep ilmiah
tentang materi yang sedang dipelajari.
-
Pembentukan dan penilaian ide baru, yaitu
ma-hasiswa membangun sendiri ide atau pengeta-huan baru berdasarkan konsepsi
mereka. Pada kegiatan ini dosen dapat memberikan bim-bingan seperlunya. Dari
kegiatan ini diha-rapkan mahsiswa dapat menilai sendiri idenya.
4)
Penerapan ide baru (aplikasi), yaitu
mahasiswa mendiskusikan kembali jawaban pada tahap pe-munculan ide. Selain itu
mahsaiswa diminta untuk menjawab tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan
materi yang dipelajari. Hal ini dimak-sudkan untuk mencoba konsep-konsep
ilmuwan yang telah dikembangkan dan diperoleh mahasiswa dalam situasi baru.
5)
Pengkajian ulang perubahan ide, yaitu
dosen memberikanumpan balik untuk memperkuat konsep ilmuwan yang dimiliki
mahasiswa.
Secara
skematis langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan perubahan
konsep awal mahasiswa dapat dilihat pada Gb.1.
Adapun kelebihan model pembelajaran perubahan konseptual dengan CLS berdasarkan Konstruktivisme adalah antara lain; memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengungkapkan pendapat, ide, pendapat atau pikiran dan pengertian atau pemahamannya tentang suatu konsep; memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengkaji kembali konsep yang sudah dimilikinya; menciptakan suasana kelas yang partisipatif; memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menemukan sendiri pengetahuan yang diajarkan berdasarkan konsep yang telah dimilikinya; dapat meningkatkan kreativitas dosen dalam pembelajaran, karena selalu dituntut untuk mencari alternatif dalam memperbaiki konsepsi mahasiswa yang belum sesuai dengan konsep ilmuwan; mahasiswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan atau konsep yang sedang dipelajarinya; dan mahsiswa dapat berbagi ide dengan teman sebaya di dalam kelompoknya atau kelas.
Metode
Populasi
yang digunakan dalam penelitian adalah mahasiswa jurusan matematika FMIPA
Unimed Medan. Sedangkan sampel penelitian adalah diambil satu kelas secara
random kelas yang sedang mempelajari matakuliah kalkulus. Adapun data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan skor hasil tes bentuk uraian
berupa tes awal dan tes akhir.
Untuk
menganalisis data skor hasil tes tentang pemahaman mahasiswa digunakan
stasistik deskriptif yaitu untuk menentukan ketuntasan belajar mahasiswa dan
dikatakan belajar mahasiswa tuntas apabila nilainya mencapai 65 atau lebih.
Untuk
melihat apakah proses pembelajaran dengan model pembelajaran yang diterapkan,
efektif, maka digunakan analisis inferensial. (Dikatakan efektif apabila
mencapai ketuntasan belajar dan tuntas secara klasikal yaitu 85% mahasiswa
memperoleh nilai 65 atau lebih). (Petunjuk Kurikulum 1994).
Untuk
menafsirkan sikap mahasiswa terhadap penerapan model pembelajaran digunakan
statistik inferensial.
Pada
pelaksanaan pertemuan selanjutnya adalah berupa pelaksanaan pembelajaran dengan
topik limit yang dilakukan oleh salah seorang dosen pada jurusan pendidikan
matematika FMIPA UNIMED dengan mo-del pembelajaran perubahan konseptual dengan
CLS berdasarkan konstruktivisme. Tahap dan hasil pelak-sanaan pembelajaran yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
Pertermuan ke 1
Tahap
1. Orientasi. Dosen
mengelompokkan mahasis-wa atas 8 kelompok yang terdiri dari 5 orang anggota
kelompok. Kemudian
memberikan uraian singkat tentang meteri limit dan tujuan pembelajarannya.
Tahap 2. Pemuunculan ide. Dosen memberikan masa-lah pengerjaan
matematika berikut.
|
Þ 2 =
0 . ¥
Þ 8 = 0 . ¥
Kemudian
meminta ide mahasiswa tentang masalah tersebut secara berdiskusi. Salah satu
kelompok (ke-lompok 2) mengatakan bahwa seharusnya . Dengan jawaban ini dosen meminta
mahasiswa untuk mendiskusikan dalam kelompok masing-masing.
Tahap 3. Penyusunan ulang ide. Pada tahap ini mahasiswa
menyatukan pendapat terhadap jawaban pertanyaan. Lalu kelompok 5 mengatakan,
kalau dan juga, dengan demikian ?
Tahap 4. Penerapan ide baru. Sedemikian sehingga dengan
bimbingan dosen, seorang mahasiswa mengatakan bahwa tidak didefinisikan.
Tahap 5. Pengkajian ulang perubahan ide. Pada tahap ini dosen
memperkuat dengan meminta 3 orang mahasiswa maju kedepan untuk membagikan 6
buah ball-point kepada 2 orang temannya, kemudian 6 ball-point dibagikan kepada
satu orang, dan akhirnya dosen menyuruh seorang mahasiswa untuk membagikan
ball-point tersebut kepada tidak ada orang. Sehingga mahasiswa menemukan konsep
ilmuan tentang pembagi dengan bilangan 0 adalah tidak didefinisikan. Dan
selanjutnya dosen meminta mahasiswa mengerjakan soal latihan nomor 4.
Pertermuan ke 2
Tahap 1. Orientasi. Dosen memberikan uraian singkat
tentang meteri limit yaitu bilangan berbentuk 0/0 dan tujuan pembelajarannya.
Tahap 2. Pemuunculan ide. Dosen memberikan masa-lah
pengerjaan matematika berikut. Perhatikan langkah pembuktian 1+1=1 berikut:
Misalkan
: x = 1 dan y = 1, maka;
1) x = y (ruas
kiri dan kanan sama-sama dikalikan dengan x),
2) x2 = xy (ruas kiri
dan kanan sama-sama dikurangkan dengan y2),
3) x2 – y2 = xy – y2
(ruas kiri dan kanan sama-sama difaktorkan),
4) (x-y)(x+y) = y(x-y)
(ruas kiri dan kanan dibagi dengan (x-y),
5) x + y = y,
6) 1 + 1 = 1. (Jelas ini salah, mengapa? ).
Kemudian dosen meminta ide mahasiswa tentang masalah tersebut secara
berdiskusi.
Tahap 3. Penyusunan ulang ide. Pada tahap ini mahasiswa menyatukan
pendapat terhadap jawaban pertanyaan. Lalu kelompok 1 mengatakan, kalau
pemisalan itu dirubah menjadi x = 2 dan y = 2, maka hasilnya menjadi 2 +
2 = 2.
Tahap 4. Penerapan ide baru. Sedemikian sehingga dengan
bimbingan dosen, seorang mahasiswa mengatakan bahwa juga tidak didefinisikan.
Tahap 5. Pengkajian ulang perubahan ide. Pada tahap ini dosen
memperkuat dengan meminta 3 orang ma-hasiswa maju kedepan untuk membagikan 6
buah ball-point kepada 2 orang temannya, kemudian 6 ball-point dibagikan kepada
satu orang, dan akhirnya dosen menyuruh seorang mahasiswa untuk memba-gikan
ball-point tersebut kepada tidak ada orang. Sehingga mahasiswa menemukan konsep
ilmiah tentang pembagi dengan bilangan 0 adalah tidak didefinisikan. Sehingga
mereka mengetahui bahwa langkah yang salah pada pembuktian tersebut adalah
langkah ke 4. Dan selanjutnya dosen meminta mahasiswa mengerjakan soal latihan
nomor 5.
Pertermuan ke 3
Tahap 1. Orientasi. Dosen memberikan uraian singkat
tentang meteri pembuktian limit melalui grafik dan intuisi dan tujuan
pembelajarannya.
Tahap 2. Pemuunculan ide. Dosen memberikan ke-sempatan
kepada mahasiswa untuk meletakkan suatu bilangan riel yang berada disekitar c
pada gambar di LKM. Mahasiswa dengan tepat memasukkan suatu bilangan dan
memasangkannya pada nilai fungsi x. Kemudian dosen meminta ide mahasiswa
tentang definisi persis tentang . Mahasiswa memahami secara berdiskusi, dan
seorang mahasis-wa bertanya ‘apakah d = 0? Lalu dosen melem-parkan pertanyaan itu kembali kepada mahasiswa, dan
salah seorang mahasiswa menanggapi, ‘kalau d=0 maka tentu x = c, jadi tidak lagi merupakan masalah limit’. Dan akhirnya
mereka dengan tepat menerima jawaban tersebut. Kemudian dosen memberikan contoh
pembuktian , dan mahasiswa diminta langsung menanggapinya.
Salah seorang mahasiswa bertanya, ‘jadi x®4 langsung diganti dengan x = 4? Dan dosen memberikan bimbingan dan
menjelaskan bahwa x®4 berarti harga x
tersebut boleh kita dekati sebelah kiri, misalnya 3,999999, dan boleh juga
didekati sebelah kanan misalnya 4,00000001, yang jelas bilangan yang kita pilih
adalah bilangan yang sangat dekat kepada bilangan 4.
Tahap 3. Penyusunan ulang ide. Pada tahap ini mahasiswa
memahami contoh yang diberikan dosen pada LKM. Dan kemudian dosen memberikan
masalah kepada mahasiswa yaitu untuk membuktikan soal nomor 1 pada LKM.
Tahap 4. Penerapan ide baru. Pada tahap ini mahasiswa
mengerjakan soal yang diberikan dosen secara berdiskusi. Setelah dosen melihat
jawaban dari masalah tersebut, lalu meminta kelompok tertentu untuk menuliskan
jawaban yang mereka temukan di white-board. Dan kelas tidak menemukan masalah
dalam menjawab soal tersebut. Akhirnya dosen memberikan masalah selanjutnya
untuk dikerjakan di rumah sebagai latihan. Dan menyampaikan kepada mahasiswa
bahwa pertemuan berikutnya akan diadakan ujian formatif.
Hasil
pengamatan oleh peneliti pada pembelajaran topik limit di kelas penelitian yang
dilakukan dengan pendekatan CLS adalah sebagai berikut.
Kelas Experimen
|
Tes Awal
|
Tes Akhir
|
Rata- rata
|
6,825
|
57,9
|
STADEV
|
3,4780
|
17,1819
|
Kelas Kontrol
|
Tes Awal
|
Tes Akhir
|
Rata- rata
|
6,625
|
22,275
|
STADEV
|
3,7257
|
16,307
|
NO
|
ASPEK YANG DINILAI
|
PENILAIAN
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Mengelompokkan
|
ÖÖ
|
|||
2
|
Orientasi /penjelasan teori tentang materi dan
tujuan pembelajaran
|
ÖÖ
|
|||
3
|
Memberi masalah dalam memunculkan ide mahasiswa
|
Ö
|
Ö
|
||
4
|
Penerapan ide baru.
|
Ö
|
Ö
|
||
5
|
Antusias dosen
|
Ö
|
Ö
|
||
6
|
Antusias mahasiswa
|
ÖÖ
|
Keterangan: 1 : tidak sesuai, 2
: kurang sesuai, 3 : sesuai,
4 : amat sesuai
Hasil angket yang diberikan
kepada mahasiswa dengan tujuan untuk mengetahui respon atau minat mahasiswa
terhadap pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut.
NO
|
Hal
|
Banyak mahasiswa yang memilih
|
||
Senang(minat)
|
Tdk senang
|
Tdk berpendapat
|
||
1
|
Suasana kelas
|
36
|
2
|
2
|
2
|
Cara Mengajar dosen
|
35
|
2
|
3
|
3
|
Minat mahasiswa
|
38
|
0
|
2
|
Pembahasan
Dari
hasil tes awal yang dilakukan pada kelas eksperimen ditemukan bahwa nilai
rata-rata 6,825 sedangkan nilai rata-rata untuk kelas kontrol adalah 6,625.
Nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa masing-masing kelas eksperimen dan kelas
kontrol mempunyai kemampuan yang dapat dikategorikan adalah sama. Hal ini
mengidikasikan bahwa kedua kelas dapat dijadikan sebagai kelas penelitian.
Dari
hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan pada kelas
eksperimen dapat disimpulkan bahwa, untuk tahapan pembelajaran; mengelompokkan
anggota kelompok yang dilakukan dosen sesui, orientasi atau penjelasan teori
tentang materi dan tujuan pembelajaran yang dilakukan dosen adalah termasuk
kategori sesui, memberi masalah dalam memunculkan ide mahasiswa yang dilakukan
dosen adalah termasuk kategori sesui, penerapan ide baru oleh dosen dan
diaplilkasukan mahasiswa dengan baik, antusias dosen dapat dikatan cukup baik,
antusias mahasiswa dapat dikatakan baik. Sehingga dari hasil ini maka
pembelajaran dengan model perubahan konseptual melalui CLS dapat disimpulkan
adalah cukup baik.
Dari
hasil angket yang diberikan kepada mahasiswa menunjukkan bahwa;
Suasana
kelas ; terdapat 36 ( 90 % ) mahasiswa memilih senang, 2 ( 5 % ) mahasiswa
memilih tidak senang dan 2 ( 5 % ) mahasiswa memilih tidak ada komentar. Jadi
dapat disimpulkan bahwa suasana kelas dalam pembelajaran dengan CLS adalah
menyenangkan bagi mahasiswa.
1) Cara mengajar dosen; terdapat 35 ( 87,5 % ) mahasiswa
memilih senang, 2 ( 5 % ) orang mahasiswa memilih tidak senang dan 3 ( 7,5 % )
mahasiswa memilih tidak ada komentar. Jadi dapat disimpulkan bahwa cara
mengajar dosen di kelas dalam pembelajaran dengan CLS adalah menyenangkan bagi
mahasiswa.
2)
Minat mahasiswa ; terdapat 38 ( 95 % )
mahasiswa memilih senang, 0 ( 0 % ) orang mahasiswa memilih tidak senang dan 2
( 5 % ) mahasiswa memilih tidak ada komentar. Jadi dapat disimpulkan bahwa
minat mahasiswa dalam pembelajaran dengan pendekatan struktural adalah berminat
untuk diterapkan pada topik pembelajaran matematika selanjutnya.
Dari
hasil perolehan nilai tes siswa, dan dengan menggunakan analisis regressi maka
persamaan regresi pada kelas eksperimen adalah Ŷ = 7,675 + 0,0683X,
sedangkan persamaan regresi untuk kelas kontrol adalah Ŷ= 4,550 + 0,0688X.
Secara geometris, koefisien keberartian pada kelas eksperimen 0,0683, ini
menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada nilai siswa adalah akibat perlakuan
pembelajaran dengan perubahan konseptual yang dilakukan. Sedangkan koefisien
keberartian pada kelas kontrol 0,0688, ini menunjukkan bahwa perbedaan yang
terjadi pada nilai siswa adalah akibat perlakuan pembelajaran dengan pendekatan
konvensional yang dilakukan.
Adapun
konstanta yang terdapat pada kelas eksperimen adalah 7,675, sedangkan konstanta
pada kelas kontrol adalah 4,550. Hal ini menunjukkan bahwa konstanta pada kelas
eksperimen lebih besar dari konstanta konstanta kelas kontrol, sedemikian sehingga,
secara geometris dapat dikatan hasil belajar mahasiswa dengan menggunakan
pembelajaran dengan perubahan konseptual lebih baik dari pembelajaran dengan
konvensional.
Pencapaian
ketuntasan hasil belajar mahasiswa dan menurut kriteria pada Kurikulum SMA (1994)
dikatakan suatu pembelajaran dikatakan tuntas apabila 85% atau lebih siswa
mencapai skor atau nilai 65 % atau lebih. Pada hasil penelitian ini menunjukkan
untuk kelas eksperimen, menunjukkan 5 orang mahasiswa (12,5 %) tuntas,
sedangkan 35 orang mahasiswa (87,5 %) tidak tuntas. Sedangkan untuk kelas
kontrol menunjukkan 33 orang mahasiswa (82,5 %) mencapai tuntas, sedangkan 7
orang (17,5 % ) menunjukkan tidak tuntas.
Dengan
pencapaian ketuntasan secara klasikal untuk kelas eksperimen hanya 82,5 %, maka
dengan merujuk pada kriteria ketuntasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
pembelajaran matematika dengan perubahan konseptual adalah tidak efektif. Namun
hasil belajar mahasiswa pada kelas eksperimen dapat dikatan lebih baik dari
hasil belajar yang dilakukan secara konvensional.
Kesimpulan
Dari
hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa; 1) model
pembelajaran perubahan konseptual berdasarkan konstruktivisme pada topik limit
di jurusan matematika FMIPA Unimed Medan adalah dengan pendekatan cooverative
learning strategy (CLS) dengan langkah-langkah; orientasi, pemunculan ide,
penyusunan ide ilmiah, dan penerapan ide baru, 2) proses pembelajaran model
perubahan konseptual berdasarkan konstruktivisme pada topik limit jurusan
matematika FMIPA Unimed Medan adalah dengan menerapkan langkah-langkah
orientasi, pemunculan ide, penyusunan ide ilmiah, dan aplikasi ide baru dengan
sistem belajar berkelompok dengan anggota kelompok 5 orang, 3) hasil belajar
mahasiswa dalam pembelajaran matematika dengan model perubahan konseptual
berdasarkan konstruktivisme pada topik limit lebih baik dari pada pembelajaran
konvensional, 4) pembelajaran matematika dengan model
perubahan konseptual berdasarkan konstruktivisme pada topik limit tidak efektif
dilaksanakan pada jurusan matematika FMIPA Unimed Medan. Hal ini ditunjukkan
dengan tidak tercapainya syarat yang digunakan dalam menentukan keefektifan
pembelajaran, yaitu mencapai ketuntasan individual 65 % atau lebih, dan
ketuntasan klasikal mencapai 85 % atau lebih. Sedangkan ketuntasan klasikal
yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 82,5 %.
Dengan
hasil penelitian yang ditemukan maka disarankan bahwa memperhatikan kembali
langkah-langkah pembelajaran yang dilakkan serta syarat efektif yang dibuat
perlu disesuaikan, dan pembelajaran matematika dengan model perubahan
konseptual berdasarkan konstruktivisme sebagai alternatif pembelajaran demi
mencapai hasil belajar mahasiswa yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, (1981). Teaching and learning Mathemathics
( In Secondary) Wm. C BrommCo. Iowa: USA.
Berg, Euwe Van Den (Edt), (1991),Miskonsepsi Fisika
dan Remediasi,UKSW Saltiga
Clement, J., (1982). Students ¢Preconception in
Introductory Mechanics, American Journal of pyhsics,50(1),66-71.
Driver, R dan Bell, B., (1986).Students¢ Thinking and the
Learning of science:A Constructivist View, School Science
Review, 67, 443-456.
Hudojo.(2000). Suatu Usaha Untuk Meningkatkan
Kemampuan Siswa Dalam Belajar Matematika, Makalah disajikan pada Seminar
Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah, Universitas Negeri Malang.
Lonning, Robert A(1993). Effect of Cooperative Learning
Srategies on Student Verbal Interactions and Achiecement During Conceptual
Change Instrucion in 10 th grade General Science .Jornual of Research and
Sciencens of Teaching Vol 30 (9), 1087-1101.
Obsborne, R.J., (1980). Some Aspects of Students ¢View of the World, Research in Science
Education ,5 (1),1-14.
Sedjadi (1995).Miskonsepsi Dalam Pengajaran Matematika
pokok- pokok tinjauan dikaitkan dengan Kontruktivisme.
Sutrisno Leo (1991).Konsep awal siswa tradisi
Contructivist, Makalah disampaikan pada penataran Dosen UNTAN. Pontianak.
Tall, David, (1992). The Transition to advanced
Mathematical, Thinking; Function Limits, Infinity and Proof Handbook of Reearch
on Mathematics Teaching and Learning: NCTM.Macmillan Publishing Company, New
York
Tahap-tahap
perkembangan Aljabar simbolik secara garis besar adalah sebagai berikut:
-
Aljabar Retorik (Rhetorical algebra), yang dikembangkan oleh bangsa
Babilonia dan masih mendominasi sampai dengan abad ke-16;
-
Aljabar yang dikontruksi secara Geometri, yang dikembangkan oleh Matematikawan
Vedic India dan Yunani Kuno;
-
Syncopated algebra, yang dikembangkan oleh Diophantus dan dalam ‘the
Bakhshali Manuscript’; dan
-
Aljabar simbolik (Symbolic algebra), yang titik puncaknya adalah pada
karya Leibniz.
a. Klasifikasi dari Aljabar
Aljabar secara garis besar dapat dibagi dalam kategori
berikut ini:
1. Aljabar Elementer, yang mempelajari
sifat-sifat operasi pada bilangan riil direkam dalam simbol sebagai konstanta dan variabel, dan
Aturan yang membangun ekspresi dan persamaan Matematika yang melibatkan
simbol-simbol.(bidang ini juga mencakup materi yang biasanya diajarkan di
sekolah menengah yaitu ‘Intermediate Algebra’ dan ‘college algebra’);
2. Aljabar Abstrak, kadang-kadang
disebut Aljabar Modern, yang mempelajari Struktur Aljabar semacam Grup, Ring
dan Medan (fields) yang didefinisikan dan diajarkan secara aksiomatis;
3. Aljabar Linier, yang mempelajari
sifat-sifat khusus dari Ruang Vektor (termasuk Matriks);
4. Aljabar Universal, yang mempelajari
sifat-sifat bersama dari semua Struktur aljabar.
Dalam studi Aljabar lanjut, sistem aljabar aksiomatis
semacam Grup, Ring, Medan dan Aljabar di atas sebuah Medan (algebras over a
field) dipelajari bersama dengan telaah Struktur Geometri Natural yang
kompatibel dengan Struktur Aljabar tersebut dalam bidang Topologi.
A. Aljabar Abtrak
Ada
tiga akar sejarah teori grup: teori persamaaan aljabar, teori bilangan dan geometri. Euler,
Gauss,
Lagrange,
Abel,
dan Galois
merupakan para peneliti awal dalam bidang teori grup. Galois dihormati sebagai
ahli matematika pertama yang mengaitkan teori grup dan teori medan, dengan teorinya yang sekarang
disebut teori Galois.
Sumber
pertama muncul dalam hal cara membuat suatu persamaan tingkat ke-m yang
memiliki akar m seperti akar dari suatu persamaan tingkat ke-n (mHudde(1659).
Saunderson(1740)
menyatakan bahwa penentuan faktor kuadratik dari peernyataan bikuadratik
biasanya menghasilkan suatu persamaan sektik, dan Le Soeur
(1748) dan Waring
(1762 sampai 1782) masih menganalisi data lebih lanjut.
Fondasi
umum yang digunakan dalam teori persamaan dasar dari permutasi grup ditemukan oleh Lagrange(1770,
1771), dan berhasil merumuskan teori substitusi. Lagrange menemukan bahwa akan
dari seluruh resolvent yang dia periksa merupakan fungsi rasional dari akar
persamaan yang bersangkutan. Untuk mempelajari sifat-sifat dari fungsi-fungsi
ini, Lagrange mengusulkan suatu Calcul des Combinaisons. Hasil kerja dari Vandermonde
(1770) juga turut mewarnai teori-teori berikutnya. Ruffini (1799) berusaha
membuktikan kemungkinan untuk menyelesaikan persamaan quintic dan persamaan
lain dengan tingkat lebih tinggi.
Ruffini
(1799) membedakan intransitif dan transitif,
dan grup imprimitif
dan primitif, dan (1801) menggunakan grup dari suatu persamaan yang disebut
l'assieme della permutazioni. Dia juga mempublikasikan sebuah surat dari Abbati
untuk dirinya sendiri, yang di dalamnya berisi tentang ide tentang grup.
Galois
menemukan bahwa jika r_1, r_2, \Idots r_n merupakan akar-akar n dari suatu
persamaan, maka selalu ada suatu grup permutasi dari r yang (1) setiap fungsi
akar yang bersifat invariabel dengan cara substitusi grup diketahui secara
rasional, dan (2), kebalikannya, setiap fungsi akar yang dapat ditentukan secara
rasioanl bersifat invarian dalam proses substitusi grup. Galois juga merumuskan
teori persamaan modular dan fungsi eliptik. Punlikasi pertama Galois dalam
bidang teori grup diluncurkan saat usianya mencapai 18 tahun (1829), namun
kontribusinya tidak begitu menarik perhatian sebelum publikasi paper-paper
koleksinya pada tahun 1846 (Liouville, Vol. XI).
Arthur Cayley dan Augustin Louis Cauchy merupakan orang-oarang pertama yang menghargai pentingnya
teori itu, yang selanjutnya secara khusus berhubungan dengan teori-teori
penting yang lain. Materi ini turut dipopulerkan oleh Serret,
yang merelakan bagian VI dari aljabarnya untuk teori itu; oleh Camille Jordan, yang Traité des Substitutions
bersifat klasik; dan kepada Netto
(1882), yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Cole (1892).
Ahli-ahli teori grup yang lain dari abad ke-19 adalah Bertrand,
Charles Hermite, Frobenius,
Leopold Kronecker, dan Mathieu.
Pembahasan
mengenai grup Lie,
dan subgrup diskrit, sebagai grup transformasi, mulai secara sistematis pada tahun
1884 oleh Sophus Lie;
diikuti oleh Killing,
Study,
Schur,
dan Maurer.
Teori diskontinu (grup diskrit) dicetuskan oleh Felix Klein,
Lie, Poincaré,
and Charles Emile Picard, dihubungkan dengan bentuk modular dan monodromi.
Ahli
matematika lainnya yang turut berkecimpung dalam masalah ini adalah Emil Artin,
Emmy Noether, Sylow
dan masih banyak lagi.
Grup
digunakan dalam dunia matematika dan ilmu pengetahuan alam, di antaranya untuk
menemukan simetri internal dari struktur lain, dalam bentuk grup automorfis. Sebuah simetri internal dari suatu struktur biasanya
diasosiasikan dengan satu sifat invarian,
dan berbagai macam transformasi yang mengubah sifat invarian ini, bersama
dengan oprasi komposisi suatu transformasi, dari sebuah grup yang disebut grup simetri.
Dalam
teori Galois, yang merupakan origin sejarah konsep grup, seseorang menggunakan
grup untuk menggambarkan simetri persamaan yang diselesaikan dengan suatu persamaan
polinom. Grup yang dapat diselesaikan dinamai seperti itu karena sifat-sifatnya
yang tetap dalam teori ini.
Grup
Abelian mencakup beberapa struktur yang dipelajari dalam aljabar abstark,
seperti sinsin, medan, dan modul.
Dalam topologi aljabar, grup digunkan untuk menggmabarkan
sifat invarian dari ruang topologis( nama torsi subgrup dari suatu grup
infinitif yang menunjukkan dalam medan). Disebut ‘invarian’ karena mereka
didefinisikan melalui suatu cara yang mana mereka tidak berubah jika ruangnya
dideformasi. Contohnya termasuk grup fundamental, grop homolog, dan grup
co-homolog.
Konsep grup Lie(
yang dinamai sesuai ahli matematika Sophus Lie)
bersifat penting untuk mempelajari persamaan diferensial dan manifolds;
teori ini menggambungkan analisi dan teori grup serta objek yang tepat untuk
menggambarkan simetri dari struktur yang dianalisis. Analisis yang dilakukan
pada suatu grup dengan cara tersebut dinamakan analisis harmonik.
Dalam kombinatorik, grup permutasi dan konsep pergerakan grup sering
digunakan untuk menyederhanakan perhitungan satu set objek; lihat Burnside's lemma.
Pemahaman
terhadap teori grup juga sangat penting dalam ilmu-ilmu fisik. Dalam kimia, grup digunakan untuk mengklasifikasikan struktur kristal,
polihedra reguler, dan simetri molekul. Dalam fisika, grup bersifat penting
karena dapat menggambarkan simetri yang bisasanya ada dalam fisika. Para ahli
fisika sangat tertarik pada representasi grup, terutama grup Lie, karena
representasinya sering kali membuka celah munculnya teori fisika baru. Contoh
dalam fisika: Model Standar,
Teori Gauge.
· Beberapa
hasil dasar dalam teori grup elementer
· Butterfly lemma
· Teorema fundamental homomorfik
· Teorema Jordan-Hölder
· Teorema Krull-Schmidt
· Teorema Lagrange
· Teorema Sylow
· Butterfly lemma
· Teorema fundamental homomorfik
· Teorema Jordan-Hölder
· Teorema Krull-Schmidt
· Teorema Lagrange
· Teorema Sylow
C. Hal-hal umum
Dalam
aljabar abstrak, kita mendapatkan beberapa struktur yang mirip dengan suatu
grup dengan melonggarkan beberapa aksioma yang diberikan di awal artikel ini. ·
Jika kita eliminasi persyaratan yang menyebutkan bahwa setiap unsur memiliki
invers, maka kita akan mendapatkan sebuah monoid
· Jika kita juga tidak melibatkan identitas, maka kita dapatkan suatu semigrup
· Oleh karena itu, jika kita melonggarkan persyaratan yang menyebutkan bahwa
operasi bersifat asosiatif
sementara masih mensyaratkan kemungkinan suatu divisi, maka kita dapatkan sebuah loop.
· Jika kita juga mengabaikan identitas, maka kita dapatkan suatu quasigrup
· Jika kita abaikan seluruh aksioma operasi biner, maka kita mendapatkan suatu magma
Grupoid,
yang bersifat mirip dengan grup kecuali dalam hal komposisi a*b
tidak perlu didefinisikan untuk semua a dan b, muncul sebagai
suatu studi dari berbagai macam simetri terkait, terutama dalam hal topologi
dan analisis struktur. Groupoid merupakan bagian khusus kategori.
Grup Lie,
grup aljabar,
dan grup topologis
merupakan contoh grup objek:
struktur seperti grup yang menempati kategori selain kategori yang lumrah.
Grup Abelian
membentuk prorotip untuk konsep suatu kategori Abelian, yang diaplikasikan dalam ruang vektor.
James Newman
merumuskan teori grup sebgai berikut: Teori grup merupakan cabang matematik di
mana seseorang melakukan sesuatu terhadap sesuatu dan kemudian membandingkan
hasilnya dengan hasil pekerjaan yang sama dari objek yang berbeda, atau
pekerjaan yang beda pada objek yang sama.
Salah satu aplikasi teori grup
adalah dalam teori set musik.
E.
Referensi
ii.
Copyright
© 2006 www.sigmetris.com. All Rights Reserved.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar