View My Stats

Minggu, 26 September 2010

RASIONALISME= = = = (Filsafat Umum)

Filsafat Umum


RASIONALISME


DISUSUN

OLEH :
KELOMPOK V

MUHAMMAD TSABIRIN ( 220 818 011 )
TARMIZI ( 220 817 965 )
NURHAFNI ( 220 817 951 )
NURHADIYATI ( 220 817 957 )


DOSEN PEMBIMBING :

HARDIANSYAH, S.Th.I, M.Hum











FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JAMI’AH AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2009







KATA PENGANTAR
بِــسْـمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ الرَّحِـيْمِ

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Kemudian shalawat dan salam kami sanjungkan ke pangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, yang dengan izin Allah telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu bahan penunjang materi pembelajaran “Filsafat Umum”. Melalui makalah ini kami mencoba memberikan gambaran mengenai “Paham Rasionalisme” dari beberapa sumber yang berbeda.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Hardiansyah, S.Th.I, M.Hum, atas kesediaan beliau untuk menjadi Dosen Pembimbing kami, dan kepada teman-teman sekalian yang selalu membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca semua. Sebagai manusia biasa, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaan makalah ini. Oleh karena itu pula, kritik dan saran dari para pakar, senior, teman sejawat, dan pembaca lainnya akan kami terima dengan senang hati.



Wassalam


(Penulis)





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1
LATAR BELAKANG MUNCULNYA RASIONALISME....................1


BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Rasionalisme …………………........................................... 3
B. Para Tokoh Rasionalis.............................................................................4
C. Kemunculan Cabang Paham Rasionalisme di Masa Pencerahan (Renaissance)............................................................................................6
D. Pokok Ajaran Rasionalisme................................................................. 9
E. Rasionalisme Dalam pandangan islam..................................................11

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan . 14
B. Saran . 15

DAFTAR PUSTAKA . 16






BAB I
PENDAHULUAN

*LATAR BELAKANG MUNCULNYA RASIONALISME*
Renaissance yang berarti kelahiran kembali, merupakan tombak dari kemunculan filsafat modern. Pada masa Renaissance, bangsa Eropa seolah-olah terbangun dari tidur nyenyak abad pertengahan. Sedikitnya ada tiga penemuan baru yang turut mendukung renaissance pada masa itu.
Pertama, penemuan mesiu yang berarti runtuhnya kekuatan feodal karena senjata tidak hanya dapat dimiliki oleh kaum bangsawan dan orang kaya semata, namun juga bisa dimiliki oleh kaum proletar.
Kedua, seni cetak yang berarti pengetahuan tidak lagi menjadi milik segelintir elite, namun juga bisa diakses oleh umum. Yang ketiga adalah penemuan kompas yang berarti memungkinkan orang-orang Eropa untuk berlayar dan menemukan dunia baru.
Pada masa Renaissance ini pula, manusia menemukan kesadaran akan dua hal; yaitu mengenai dunia dan dirinya sendiri. Ini berarti bahwa manusia mulai sadar akan nilai-nilai pribadi dan kekuatan individual dan meletakkan nilai (value) serta martabat (dignity) manusia diatas segala-galanya serta menjadikan kepentingan manusia sebagai tolak ukur kebenaran mutlak, aliran ini dikenal dengan Humanisme.

Diantara tema-tema yang diusung oleh humanisme adalah
- Freedom, kuatnya pengaruh gereja, feodalisme, kekaisaran yang merekayasa pandangan masyarakat, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masa kelam yang dialami oleh Eropa pada abad pertengahan.
- Naturalisme, pandangan yang berkeyakinan bahwa manusia adalah bagian yang terpenting dari alam semesta, dan menekankan pentingnya manusia sebagai makhluk yang bertindak merdeka dan bebas serta tidak bergantung kepada kekuatan-kekuatan supernatural.
- Perspektif Sejarah, kaum humanisme pada masa Renaissance sangat mengagumi orang-orang Yunani terutama pada kehidupan mereka yang didasarkan pada akal dan keseimbangan.
- Pengagungan terhadap sains, kuatnya pengaruh dari doktrin-doktrin gereja yang tidak ilmiah dan irrasional yang mengungkung masyarakat Eropa pada abad pertengahan, menimbulkan sikap anti-pati kaum humanis terhadap institusi gereja.
Dunia rasionalis adalah kenyataan yang begitu kering dan mekanik, sebuah kenyataan yang tak kuasa menganugrahkan kesejukan pada jiwa dan eksistensi manusia. Karenanya, jiwa-jiwa romantis berkeyakinan bahwa ada cara alternatif lain yang harus ditempuh untuk bersentuhan dengan realitas secara dinamis dan lebih manusiawi. Yaitu kembali pada pemahamam (verstehen) hakekat wujud manusia dan merogoh ulang batin kehidupan. Untuk itu, keberadaan seni, perasaan, hayat, agama dan sejenisnya kudu dipeluk dan ditubuhkan ulang.
Rasionalisme kerap dipakai sebagai sebutan bagi aliran pemikiran yang bersilangan dengan Fideisme (iman-sentris). Sedang pada latar filsafat, khususnya pada tema-tema epistemologis, istilah Rasionalisme digunakan secara berseberangan dengan mazhab Empirisisme.
Epistemology madzhab Rasionalis bersandarkan kepada pendekatan deduksi dalam usahanya menguak realitas. Pendekatan deduksi melahirkan kepastian manakala ia sesuai dengan syarat-syarat logika dan bentuk yang benar. Kekuatan akal yang dominan dalam metode deduksi ini memiliki beberapa keistemewaan – sebagai komplementer dari dalil-dalil Descartes dan kaum Rasionalis di atas - menurut filsuf Islam dan Barat.
Salah satu keistimewaan kekuatan akal adalah dapat menyelami dari bentuk eksoteris hingga esoteris sesuatu benda (atau menurut Kant, penetrasi dari phenomena merembes hingga noumena). Kemampuan yang lain dari kekuatan akal adalah dapat merumuskan dan mensintesakan ma'lumat dalam dirinya. Dan akal manusia dapat melakukan tajrid (abstraksi). Dapat membuat pengenalan-pengenalan partikular menjadi pengenalan-pengenalan universal.





BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RASIONALISME.
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama.
Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut:
Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik.
Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual.
Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.
Secara menyeluruh, pengertian Rasionalisme adalah pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului, tunggal dan bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa rasionalisme mempercayai bahwa akal (rasio) dapat mencapai kebenaran tanpa bantuan indrawi. Penganut paham rasionalis juga mempercayai bahwa rasa (sense) tidak dapat memberikan ataupun membawa kita kepada kebenaran yang universal.


B. PARA TOKOH RASIONALIS.
Para tokoh Rasionalis yang terkemuka diantaranya :
1. Rene Descartes (1596 -1650)
René Descartes (1596-1650 M), atau dikenal juga sebagai Cartesius, merupakan seorang filsuf dan pakar matematika Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637).
Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah: "Aku berpikir maka aku ada". (Ing: I think, therefore I am) Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran
Rene Descartes (1596 – 1650) dianggap sebagai pendiri filsafat modern dan Bapak rasionalisme. Menurut Descartes, pengetahuan indrawi bersifat kabur dan samar serta tidak memberikan gambaran dan hakekat tentang dunia diluar. Karena itu (menurut Descartes) kita harus meragukan pengamatan indrawi kita.

Teori falsafi “cogito” (Cogito Ergo Sum) Descartes mempunyai dua makna penting; yaitu: Pertama; dia meletakkan pusat sistem filsafatnya pada persoalan epistimologi yang paling fundamental. Yaitu “apakah asal mula pengetahuan manusia itu?”. Kedua; Descartes menganjurkan, kita harus bergerak/memulai dengan keraguan, bukan dengan kepercayaan. (ini merupakan kebalikan sepenuhnya dari sikap St. Agustinus, dan umumnya teolog abad pertengahan yang lebih mendahulukan kepercayaan).

Pada tahun 1637, Descartes menerbitkan bukunya yang termasyhur yang berjudul “Discourse on the Method for Properly Guiding the Reason and Finding Truth in the Sciences” yang bisaanya disingkat dengan “Discourse on the Method”. Buku ini aslinya ditulis dalam bahasa Prancis dengan judul “Discours de la Methode” (uraian tentang metode) dan sengaja ditulis dalam bahasa Prancis (bukan dalam bahasa Latin) dengan tujuan agar semua kalangan intelegensia dapat membacanya walaupun mereka tidak mendapatkan pendidikan skolastik.

2. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
Tokoh rasionalisme selain Descartes adalah Baruch Spinoza (1632 – 1677). Bagi Spinoza, tidak ada hal yang tidak dapat ditembus oleh rasio (akal) manusia, karena ia (akal) mencakup segalanya. Kehendak manusia adalah sama dengan pikirannya. Karena inilah rasionalisme Spinoza dianggap lebih luas dan lebih konsekuan dari Descartes.

3. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)

Para tokoh Rasionalis yang lainnya :
1. Anaxagoras
2. Isaac Asimov
3. Sanal Edamaruku
4. Benjamin Franklin
5. Sigmund Freud
6. Paul Kurtz
7. Robert A. Heinlein
8. David Hume
9. Julian Huxley
10. Robert G. Ingersoll
11. Immanuel Kant
12. John Locke
13. Jim Herrick
14. H. P. Lovecraft
15. Thomas Paine
16. Plato
17. Karl Popper
18. Taslima Nasrin
19. Ayn Rand
20. Gene Roddenberry
21. Bertrand Russell
22. Abraham Kovoor
23. Joseph Edamaruku
24. Barbara Smoker
25. Elizabeth Cady Stanton
26. Voltaire

C. KEMUNCULAN CABANG PAHAM RASIONALISME DI MASA PENCERAHAN (RENAISSANCE/ AUFKLARUNG).
Dunia rasionalis adalah kenyataan yang begitu kering dan mekanik, sebuah kenyataan yang tak kuasa menganugrahkan kesejukan pada jiwa dan eksistensi manusia.
Rasionalisme abad pencerahan merupakan gerakan intelektual yang digagas untuk menghadapi kebekuan iman gerejawi, kekuasaan tradisi katolik, sakralitas khurafat, serta berupaya untuk memperluas otoritas akal di seluruh matra kehidupan manusia. Kemudian muncullah cabang paham Rasionalisme di masa pencerahan (Renaissance). Diantaranya yaitu :
1. Rasionalisme Teologis
Konflik primordial antara agama dan sains telah menelurkan sekian persoalan baru pada ranah teologi dan filsafat agama, khususnya pada dataran epistemologi agama. Pertanyaan seperti apakah hakekat agama itu hanya dapat diimani ataukah dapat dibuktikan secara rasional, menyisakan beragam jawaban yang berbeda. Sedikitnya ada dua pilihan jawaban dari pertanyaan di atas.
Pertama, jawaban para penganut Fideisme. Menurut mereka hakekat agama hanya dapat dipahami melalui iman. Artinya rasio manusia tidak akan mampu untuk menjelaskan apalagi membuktikan hakekat agama. Karena itu kontadiksi yang terjadi antara rasio dan agama harus disikapi secara imani.
Sedang yang kedua adalah jawaban Evidensialisme. Mereka menganggap kebenaran hakekat agama harus memiliki dalil dan dapat dibuktikan kebenarannya. Evidensialisme sendiri terbagi dalam dua klan pemikiran:
1) Ultra-Rasionalisme, dan
2) Rasionalisme Kritikal.
Para pendukung Ultra-Rasionalisme percaya bahwa seluruh hakekat agama dapat dijelaskan dan dibuktikan secara rasional oleh akal manusia. Sedang bagi pemikir Rasionalisme Kritikal meyakini bahwa kebenaran religi tidak dapat dibuktikan secara rasional. Akan tetapi rasio manusia mampu menjamin kebenarannya melalui kritik akli.
2. Rasionalisme Falsafi
Para filosof rasionalis meyakini bahwa pengatahuan manusia didapat secara fitri oleh akal manusia. Akan tetapi para pendukung Empirisisme menolak pandangan semacam itu, bagi mereka pengetahuan manusia bukan didapat lewat rasio namun diperoleh melalui pengalaman indrawi. Kendati demikian ada juga yang memilih jalan tengah dengan memadukan kedua pendapat di atas. Aristoteles dan mayoritas filosof muslim lebih memilih alternatif yang ketiga ini. Menurut mereka sebagian dari pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman empiris, sedang sebagian yang lain didapati melalui proses kognitif akal manusia.
Kendati demikian, suatu pemahaman rasionalis bukan berarti akan menafikan begitu saja peran empiris dalam lingkup epistemik manusia. Tidak mencukupinya metode Empirisisme dalam menafsirkan hakekat realitas merupakan alasan utama para ilmuan rasionalis untuk menempatkan posisi akal secara sentral. Konsep-konsep matematika, moral dan estetika merupakan ragam pengetahuan yang tidak memiliki wujud objektif dan tidak bisa diraba oleh indra namun memiliki peran vital dalam mengelola hakekat pengetahuan. Karena itu menurut mereka lokus konsep pengatahuan semacam ini hanya dapat ditemui pada akal manusia.
Dipandang dari segi cakupan keabsahan kaidah dan konsep akli terhadap fragmentasi dual subjek-objek. Paham Rasionalisme ini dapat dipilah menjadi dua ragam pemikiran:
1) Rasionalisme Realistik, dan
2) Rasionalisme Idealistik.
Dalam anggapan Rasionalisme Realistik, P;ato mengemukakan bahwa validitas konsep dan kaidah rasio bukan hanya sah pada dataran subjektif tapi juga mencakup area objektif pengetahuan. Artinya kewujudan aturan nalar dan gambaran epistemik yang kita miliki bukan hanya berada pada wilayah subjek tetapi juga memiliki kenyataan pada realitas objektif.
Sebaliknya, Kant dengan paradigma Rasionalisme Idealistik berpendapat bahwa keberadaan konsep dan kaidah akal hanyalah terbatas pada matra subjektif, karenanya hal semacam itu tidak memiliki keabsahan dalam realitas objektif. Peran dualisme-- nomen dan fenomen-- Kant dalam memandang realitas telah memaksa Kant untuk melontarkan perspektif idealistiknya tersebut. Menurutnya apapun yang ditangkap oleh nalar kita tak lain hanyalah fenomen atau wujud eksternal dari kenyataan. Sedang hakekat sejatinya (nomen) dari kenyataan itu tidak akan pernah mampu dicerap oleh akal kita.
3. Rasionalisme Intelektual
Era pencerahan ( Aufklarung) atau kebangkitan intelektualisme abad XVIII merupakan tahapan baru bagi sejarah pemikiran di Barat. Usaha untuk menandingi otoritas gereja dan penubuhan kekudusan sains merupakan indikator utama gerakan pencerahan abad ke-18. Rasionalisme aufklarung bukan sekedar aliran pemikiran yang hanya berkutat pada bingkai filsafat epistemik abad XVII. Namun telah menjadi pandangan dunia para ilmuan abad pencerahan Eropa.
Karenanya Rasionalisme tidak lagi berhadapan dengan Empirisisme, tapi berseberangan secara frontal dengan kuasa agama. Dengan kata lain, Empirisisme pada masa ini bukan lagi rival Rasionalisme, tapi ia justru menjadi aktor utama yang melebarkan sayap Rasionalisme di segenap ranah hayati manusia. Pengalaman empiris bagi mereka tak ubahnya bahan mentah yang nantinya akan diolah dan dikelola oleh akal menjadi gugusan epistemik. Sebab itu, dalam suasana semacam ini konflik klasik antara akal dan empiris tak lagi layak untuk dimunculkan kembali.
Di sisi lain, akibat kemunduran gereja dan ketidakmampuan para teolog Kristen dalam menyikapi dan menepis munculnya hegemoni sains di tengah masyarakat Barat, semakin memantapkan peran intelektual di segala bidang. Pada ranah agama misalnya, puak-puak rasionalis menggulirkan teologi natural sebagai agama alternatif yang menggantikan posisi agama ilahi. Di bidang politik-sosial mereka melemparkan ide-ide sekularisme dan pemisahan radikal antara agama dan kekuasaan. Sedang pada lingkup etika mereka mulai merancang mazhab moral minus agama.
Dunia rasionalis adalah kenyataan yang begitu kering dan mekanik, sebuah kenyataan yang tak kuasa menganugrahkan kesejukan pada jiwa dan eksistensi manusia. Karenanya, jiwa-jiwa romantis berkeyakinan bahwa ada cara alternatif lain yang harus ditempuh untuk bersentuhan dengan realitas secara dinamis dan lebih manusiawi. Yaitu kembali pada pemahamam (verstehen) hakekat wujud manusia dan merogoh ulang batin kehidupan. Untuk itu, keberadaan seni, perasaan, hayat, agama dan sejenisnya kudu dipeluk dan ditubuhkan ulang.
Alhasil, begitu saja mencomot istilah Rasionalisme memang bukanlah jalan yang aman dalam diskursus ilmiah, mengingat istilah tersebut telah sedemikian didaku ataupun dipangkas oleh berbagai pihak. Karenanya perlu ada upaya yang lebih hati-hati untuk menggunakan istilah Rasionalisme tadi. Di samping itu, keberadaan Rasionalisme sebagai matan realitas, tentu memiliki latar hermeneutik alias “kamar” tersendiri yang amat khas Barat. Dengan demikian, ketika kita hendak mengusung terminus tersebut ke ruang yang lain semisal pada bilik pemikiran Islam, niscaya akan menuntut beberapa penyesuaian dan upaya dekonstruktif atas istilah tersebut.

D. POKOK AJARAN RASIONALISME.
Disamping mengkritik pendidikan pada masa itu yang masih didominasi oleh Scholasticism, Descartes juga memperkenalkan metode baru, yang menurutnya, harus menjadi dasar bagi seluruh pendidikan dan riset sains serta filsafat. Metode itu ialah :
a. Tidak menerima sesuatu sebagai kebenaran, jika tidak dapat dijelaskan secara rasional.
b. Menganalisa ide-ide yang kompleks dengan menyederhanakannya dalam elemen yang konstitutif, dimana rasio dapat memahaminya secara intuitif.
c. Me-rekonstruksi, dimulai dari ide yang simple dan bekerja secara sintetis kebagian yang kompleks.
d. Membuat sebuah enumerasi yang akurat dan lengkap dari data permasalahan, dengan menggunakan langkah-langkah, baik yang deduktif maupun yang induktif.

Menurut Lorens Bagus, ada beberapa pokok ajaran dari Rasionalisme, yaitu:
- Dengan proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat disangkal tentang apa yang ada dan juga tentang alam semesta pada umumnya.
- Realitas dapat diketahui tanpa tergantung pada pengamatan, pengalaman ataupun empirisme.
- Pikiran mampu mendahului pengalaman tentang mengetahui realitas.
- Akal budi (rasio) adalah sumber utama pengetahuan dan Ilmu pengetahuan pada dasarnya bisa dipahami secara rasional.
- Kebenaran tidak diuji dengan prosedur verifikasi-indrawi, tetapi dengan kriteria konsistensi logis.
- Metode rasional (deduktif, logis, matematis, inferensial) dapat diterapkan pada materi apapun dan dapat memberi kita penjelasan yang memadai.
- Kepastian mutlak dapat dicapai dengan pikiran murni.
- Hanya kebenaran-kebenaran yang timbul dari akal budi (rasio) saja yang bisa dikatakan benar, pasti dan nyata. Sedangkan yang lainnya adalah keliru.
- Alam semesta (realitas) mengikuti hukum-hukum dan rasionalitas logika.
- Segala sesuatu dari alam semesta dapat dideduksi dari prinsip-prinsip atau hukum-hukum logika.





E. RASIONALISME DALAM PANDANGAN ISLAM.
Persoalan rasionalisme pada dasarnya telah banyak dijawab oleh Al Qur’an. Umat Islam sebenarnya juga tidak menafikan kebenaran Al Qur’an bahwa umat Islam dapat menggunakan pemikirannya dalam memahami berbagai fenomena di sekitarnya. Ketika kalangan intelektual Barat seringkali menemukan kebingungan dan kekacauan pemikiran dalam memahami hakekat alam semesta, hal ini tidak terjadi bagi kalangan intelektual Islam yang dengan mudah mendapatkan rujukannya di dalam Al Qur’an. Rasioanalisme sendiri adalah tak lebih dari metodologi berfikir bagi kalangan intelektual Islam dan Al Qur’an adalah sumber utamanya, sekaligus muara ilmu pengetahuan
Al Qur’an sebagai penuntun bagi rasionalisme dibagi menjadi dua kategori ayat, yaitu :
1. Ayat-ayat muhkamat, dan
2. Ayat-ayat mutasyabihat.
Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas arti dan maknanya sebagaimana tertulis dan mudah dipahami secara langsung ketika membacanya.
Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang belum dapat dimengerti arti dan maknanya (yakni berupa simbol-simbol dan perumpamaan-perumpamaan) ketika membacanya secara langsung.
Dari ayat-ayat mutasyabihat inilah, umat Islam diajak untuk melakukan suatu pemikiran yang mendalam dan otomatis penggunaan metode rasional dihalalkan untuk memahami ayat-ayat tersebut, dengan syarat orang yang ingin memahaminya harus sudah memiliki kapasitas keilmuan dan keyakinan akan kebenaran Al Qur’an.
Rasionalisme seringkali disinggung oleh Al Qur’an yaitu ketika mengajak agar manusia berfikir (tafakur) dalam memahami segala peristiwa kemanusiaan, gejala alam dan bahkan metafisika abstrak. Potensi akal yang dimiliki manusia dikatakan merupakan instrumen (alat) canggih untuk tidak menyia-nyiakan segala ciptaan Tuhan bagi kepentingan hidup manusia dalam membangun peradaban dunia. Meskipun akal dapat berfikir luas untuk memperoleh pengetahuan, akan tetapi Al Qur’an menegaskan bahwa terdapat banyak hal yang tidak dapat diketahui dan dijangkau oleh akal pikiran manusia.
Dalam perkataan lain Al Qur’an adalah objek berfikir luas selain mengandung ajaran pembinaan akhlak. Di dalam Al Qur’an, Allah akan memberikan penghargaan yang besar kepada para ilmuwan dan kaum yang mampu menggunakan akalnya ke dalam tingkatan derajat yang lebih tinggi.
Apabila dibandingkan dengan golongan awam, kaum berakal dapat menyatakan argumentasi rasional dan dapat melepaskan diri dari taqlid (mengekor/mengikuti) begitu saja kepada suatu prinsip atau doktrin keagamaan tanpa memikirkan lebih panjang sebelumnya.
Sedangkan ciri dari golongan awam adalah dalam banyak hal pengetahuannya terhadap masalah-masalah hakekat lebih bersifat dhahir (polos) atau membutuhkan ungkapan yang lebih sederhana. Justru dengan keyakinan jika ditambah dengan pemahaman rasional terhadap prinsip ajaran Islam akan semakin mempertebal keimanan seorang muslim dan tidak akan mendapatkan keraguan sama sekali.
Sebagai sumber utama bagi rasionalisme, tentu saja kandungan Al Qur’an tidak hanya sebatas pengetahuan tentang keagamaan saja (aqidah, Syariah dan akhlaq) akan tetapi banyak mengisyaratkan tentang filsafat dan teori-teori ilmu pengetahuan. Artinya, menempatkan Al Qur’an sebagai induk atau muara segala cabang ilmu pengetahuan, dan muatan kebenaran yang terkandung di dalamnya merupakan essensi dari segala sesuatu yang hendak dicapai oleh akal manusia. Hal ini akan memenuhi keinginan para penganut paham rasioanalisme di kalangan intelektual Islam yang tidak pernah puas akan pengetahuan yang sudah ada dan haus akan kegairahan untuk mencapai tingkatan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi.
Bahwasannya antara Al Qur’ an dan rasionalisme tidaklah bertentangan, bahkan Al Qur’an sendiri seringkali berbicara bahwa kaum rasionalislah yang mampu mempelajari hukum-hukum alam dan filsafat, dalam usahanya mencari dan menemukan Kebenaran.
Al Qur’an pun sebenarnya menginginkan agar manusia memperhatikan segala sesuatu yang ada dan mengungkapkan yang masih rahasia di alam semesta dengan menggunakan akalnya, dan apabila pemikiran tidak mampu mencarikan jawabannya manusia sudah semestinya mengembalikannya kepada Al Qur’an. Dari segala sesuatu yang tidak dapat di cerna oleh akal manusia itulah, manusia akan mengakui adanya keterbatasan pemikiran yang dimilikinya. Al Qur’an memberikan pedoman bagi akal, hal mana yang dapat dikuasai oleh akal dan hal mana yang tidak dapat dikuasainya, khususnya pada ayat-ayat mutasyabihat.
Para Rasionalis dikalangan intelektual Islam sendiri pada dasarnya juga mengakui bahwa kebenaran yang telah dicapainya adalah kebenaran relatif dan tidak akan pernah dapat mencapai kebenaran tertinggi. Tradisi intelektual Islam sendiri hingga sekarang juga masih dalam ikhtiarnya untuk selalu membuka pintu ijtihad untuk menjawab persoalan-persoalan filsafat modern dalam rangka menemukan kebenaran.
Al Qur’an bagi mereka adalah sumber utama yang dapat menuntun akal untuk menemukan kebenaran tersebut. Hakekat segala sesuatu akan dengan mudah dapat diungkapkan apabila kaum rasionalis berlandaskan pada Al Qur’an.
Jadi, dalam hal ini rasionalisme bagi intelektual muslim merupakan metode berfikir yang canggih untuk mengungkapkan hakekat segala sesuatu, sedangkan Al Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan bagi manusia agar dapat memaknai hidupnya.







BAB III
PENUTUP

B. KESIMPULAN :

1. Rasionalisme adalah pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului, tunggal dan bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa rasionalisme mempercayai bahwa akal (rasio) dapat mencapai kebenaran tanpa bantuan indrawi. Penganut paham rasionalis juga mempercayai bahwa rasa (sense) tidak dapat memberikan ataupun membawa kita kepada kebenaran yang universal.

2. Tokoh-Tokoh Paham Rasionalisme :
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
7. Dan lain-lain.

3. Menurut Lorens Bagus, ada beberapa pokok ajaran dari Rasionalisme, yaitu:
- Dengan proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat disangkal tentang apa yang ada dan juga tentang alam semesta pada umumnya.
- Realitas dapat diketahui tanpa tergantung pada pengamatan, pengalaman ataupun empirisme.
- Pikiran mampu mendahului pengalaman tentang mengetahui realitas.
- Akal budi (rasio) adalah sumber utama pengetahuan dan Ilmu pengetahuan pada dasarnya bisa dipahami secara rasional. Dan lain-lain.

4. Rasionalisme seringkali disinggung oleh Al Qur’an yaitu ketika mengajak agar manusia berfikir (tafakur) dalam memahami segala peristiwa kemanusiaan, gejala alam dan bahkan metafisika abstrak. Meskipun akal dapat berfikir luas untuk memperoleh pengetahuan, akan tetapi Al Qur’an menegaskan bahwa terdapat banyak hal yang tidak dapat diketahui dan dijangkau oleh akal pikiran manusia.

B. SARAN :
Al Qur’an adalah sumber utama yang dapat menuntun akal untuk menemukan suatu kebenaran . Hakekat segala sesuatu akan dengan mudah dapat diungkapkan apabila kaum rasionalis berlandaskan pada Al Qur’an. Jadi, dalam hal ini rasionalisme bagi intelektual muslim merupakan metode berfikir yang canggih untuk mengungkapkan hakekat segala sesuatu, sedangkan Al Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan bagi manusia agar dapat memaknai hidupnya.
Dan sebagai penutup, puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat sehingga kita dapat memperoleh hidayah untuk berjalan dijalan Allah,
Dan untuk makalah ini, didunia ini tidak ada pekerjaan yang sempurna seperti kata penyair:
إذا أتمّ الامر بدي نقصه
“jika telah selesai suatu pekerjaan maka akan tampak kekurangannya”.
Oleh karena itu kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dan kesempurnaan hanya milik Allah. والله اعلم بالصّواب









DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Iskandar, Teuku Safir. 2003. Falsafah Kalam. Lhokseumawe/NAD: Nadiya Foundation.
Muslim, Muhammad. 2005. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belikar.
Poedjawijadna. 1992. Logika Filsafat Berfikir. Jakarta: Rineka Cipta.
Praja, S Juhana. 2003. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika. Bogor: Kencana.

http://www.google.co.id/search?q=RASIONALISME&hl=id&client=firefox-a&channel=s&rls=org.mozilla:en-US:official&hs=e0W&start=10&sa=N

http://id.wikipedia.org/wiki/Rasionalisme

http://warsa.wordpress.com/2007/06/05/rasionalisme/

http://archipeddy.com/ess/rasionalisme.html

http://www.islamalternatif.net/id/article.php?story=20051026022859231

http://sassy08.blogspot.com/2008/03/rasionalisme-dalam-perspektif-bahasa.html

http://kuwatpamuji.blogspot.com/2009/01/rasionalisme.html

http://www.telagahikmah.org/id/index.php?option=com_content&task=view&id=97&Itemid=1

http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Jurnal/Arab4.html

Tidak ada komentar: