View My Stats

Minggu, 26 September 2010

PAHAM JABARIYAH = = = = (ilmu kalam)

Ilmu Kalam


PAHAM JABARIYAH


DISUSUN

OLEH :
KELOMPOK V

MISWAR MUHAMMAD ( 220 817 956 )
MUHAMMAD TSABIRIN ( 220 818 011 )
MUHAMMAD AZWIR ( 220 817 972 )


DOSEN PEMBIMBING :

Dra. AISYAH IDRIS, M.Ag











FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JAMI’AH AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2009





KATA PENGANTAR
بِــسْـمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ الرَّحِـيْمِ

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Kemudian shalawat dan salam kami sanjungkan ke pangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, yang dengan izin Allah telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu bahan penunjang materi pembelajaran “Ilmu Kalam”. Melalui makalah ini kami mencoba memberikan gambaran mengenai “Paham Dalam Aliran Mazhab Jabariyah” dari beberapa sumber yang berbeda.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Dra. Aisyah Idris, M.Ag, atas kesediaan beliau untuk menjadi Dosen Pembimbing kami, dan kepada teman-teman sekalian yang selalu membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca semua. Sebagai manusia biasa, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaan makalah ini. Oleh karena itu pula, kritik dan saran dari para pakar, senior, teman sejawat, dan pembaca lainnya akan kami terima dengan senang hati.



Wassalam

(Penulis)






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Paham Jabariyah …………………............................. 2
B. Para Tokoh Paham Jabariyah................................................................. 4
B. I’tiqad Kaum Jabariyah Yang Bertentangan Dengan I’tiqad Kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah................................................................... 5
1. Tidak Ada Usaha dan Ikhtiyar Manusia............................................ 5
2. Iman Dalam Hati Saja......................................................... ............. 9

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 10
B. Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12









BAB I
PENDAHULUAN

Dalam sejarah islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan umat islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan.
Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa dirubah lagi, dan sudah menjadi ilmu pengetahuan yang bermaktub dalam kitab-kitab agama, terutama dalam kitab-kitab ushuluddin. Barangsiapa yang membaca kitab-kitab ushuluddin akan menjumpai di dalamnya perkataan-perkataan: syi’ah, khawarij, mu’tazilah, jabariyah, ahlussunnah wal jama’ah (sunny), mujassimah, Bahayyah, ahmadiyah, wahabiyah, dan lain-lain sebagainya.
Umat islam khususnya yang berpengetahuan agama tidak heran melihat dan membaca hal ini, karena Nabi Muhammad Saw sudah juga mengabarkan pada masa hidup beliau. Banyak terdapat hadits-hadits yang bertalian dengan akan adanya firqah-firqah yang berselisihan paham dalam lingkungan umat islam.
Nabi Muhammad Saw bersabda :

فإنه من يعش منكم من بعدى فسيرى اختلافا كثيرا فعليكم بسنتى وسنة الخلفاء المهديـين الراشدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجد..(رواه ابو داود,الجزاء الربع صحيفة ۲٠۱ )
Artinya : “Maka bahwasanya siapa yang hidup (lama) diantaramu niscaya akan melihat perselisihan (paham) yang banyak, ketika itu pegang teguhlah Sunnahku dan Sunah khalifah Rasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlak itu dan gigitlah dengan gerahammu (H.R Imam Abu Daud dll. Lihat Sunan Abu Daud juzu’ IV, hal 201).

Tujuan hadits ini terang, bahwa akan ada perselisihan-perselisihan paham dalam limgkungan umat islam, dan bahwa nabi Muhammad Saw menyuruh umat islam ketika melihat perselisihan itu supaya berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan Sunnah Khalifah Rasyidin (saidina-saidina: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali Ra).





BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH SINGKAT PAHAM JABARIYAH
Ada seorang bernama Jaham bin Safwan, berasal dari khurasan, mulanya ia menjadi jurutulis dari seorang pemimpin bernama Harits bin Sureih yang memberontak terhadap kerajaan Bani umayyah di khurasan. Kemudian nama jaham bin safwan menjadi terkenal karena ia adalah orang yang sangat rajin bertabligh, menyeru manusia kepada jalan allah dan berbakti kepada-Nya.
Tetapi ada satu fatwanya yang keliru, yang bertentangan dengan ulama-ulama islam yang lain, yaitu fatwa yang mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai upaya, tidak ada ikhtiyar dan tiada ada kasab. Sekalian perbuatan manusia itu hanya majbur(terpaksa) diluar kemauannya, sebagai keadaan bulu ayam yang diterbangkan angin di udara atau sebagai sepotong kayu ditengah lautan yang dihempaskan ombak ke sana ke mari.
Mazhabnya ini dinamai mazhab jabariyah, yakni mazhab orang-orang yang berpaham tidak ada ikhtiyar bagi manusia.
I’tiqadnya pada mulanya hampir sama dengan i’tiqad kaum ahlussunnah wal Jamaah, yakni berpendapat bahwa sekalian yang terjadi dalam alam ini pada hakikatnya semuanya dijadikan tuhan, tetapi kaum jabariyah yang dikepalai oleh jaham bin safwan ini sangat radikal, sangat keterlaluan, sehingga sampai kepada i’tiqad bahwa kalau kita meninggalkan sembahyang atau berbuat kejahatan maka semuanya tidak apa-apa, karena hal itu dijadikan oleh tuhan.
Fatwa ini biasa ditariknya jauh-jauh, umpamanya dikatakan bahwa manusia tidak apa-apa kalau mencuri, kalau berzina, kalau membunuh orang karena yang menjadikan semuanya itu adalah Allah, kata mereka.
Mazhab ini dinamai mazhab Jabariyah, karena mereka beri’tiqad bahwa sekalian gerak manusia dipaksa adanya oleh tuhan.
Kadang-kadang dalam kitab ushuluddin dinamai juga mazhab jahmiyah. Karena jaham inilah yang mula-mula menyiarkannya. Fatwa Jaham ini dalam banyak hal sama dengan mu’tazilah, umpamanya ia memfatwakan bahwa sifat tuhan tidak ada, bahwa surga dan neraka tidak kekal, tuhan tak dapat dilihat dalam surga, qur’an itu makhluk, dan lain-lain.
Paham jabariyah juga disebut dengan paham mujbirah, mereka mengatakan bahwa kekuasaan Allah telah tetap (tsabit) tanpa hikmah. Dia dapat melakukan perbuatan berdasarkan hikmah-hikmah-Nya. Kemudian diantara mereka menampakkan pengingkaran syari’at secara menyeluruh dan mengingkari nubuwah. Dan diantara mereka yang mengakui nubuwah, mengingkari syara’ di dalam batin. Mengenai hal ini seorang Arif berkata “mereka tidak menganggap sesuatu yang baik sebagai kebaikan dan tidak menganggap sesuatu yang buruk sebagai keburukan jadilah mereka munafik.
Mereka menampakkan sikap yang berlawanan dengan batin mereka”. Selanjutnya diberkata: ‘syara’ itu untuk kepentingan rumah sakit jiwa”. Oleh karena itu mereka dinamakan batiniyah sebagaimana Malahidah (Atheis) sesungguhnya kedua kelompok itu menyembunyikan sesuatu dibalik apa yang dilahirkan. Mereka menyembunyikan pengingkaran terhadap apa yang dibawa nabi Saw yang berupa perintah dan larangan. Maka pada akhirnya, jahmiyah mujbirah itu boleh jadi musyrik lahir batin dan boleh jadi munafik yang menyembunyikan kemusyrikan. (juz 13:211-214).
Tetapi sangat bertentangan dengan paham qadariyah yang juga banyak dianut oleh paham mu’tazilah.
Jahmiyah; mereka menganggap bahwa qadar itu menyalahi syari’at, sehingga mereka menolak kebijaksanaan dan keadilan Allah. Mereka berkata “Tiada perbedaan antara yang diperintahkan dan yang dilarang Allah, seluruhnya sama.
Demikian juga antara para wali dan musuh-musuhNya, serta antara yang dicintai dan yang dicintai-Nya. Dia hanya membedakan antara dua hal yang serupa semata-mata berdasarkan masyi’ah (kehendak-Nya). Dia memerintahkan ini dan melarang ini.
Menurut mereka, tidak ada perbedaan antara beribadah kepada Allah dan beribadah kepada selain-Nya. Bahkan mereka membolehkan beribadah kepada selain-Nya, sebagaimana halnya mereka memperbolehkan beribadah kepada-Nya. Sehingga puncak Tauhid mereka adalah ketauhidan orang musyrik. Orang yang arif menurut mereka adalah orang yang tidak menganggap baik sesuatu yang baik, dan tidak menganggap buruk sesuatu yang buruk, mereka juga mengingkari syari’at dan nubuwwah (kenabian). Secara batin mereka adalah munafik, dan musyrik lahir dan batin.
Jaham bin Safwan akhirnya mati terbunuh dalam pertempuran dengan tentara khalifah bani umayyah yang penghabisan pada tahun 131 H.

B. PARA TOKOH PAHAM JABARIYAH.
Tokoh dan paham Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut :
1. Bernama jahmiyah yang dikepalai oleh Jaham bin safwan.
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Safwan, ia berasal dari khurasan, bertempat tinggal di khufah, ia seorang Da’i yang fasih dan lincah (orator);. Pendapat Jaham yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah :
a. Manusia tidak mampu unutk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain tuhan.
c. Iman dan ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Konsep ini sama seperti yang dikemukakan oleh kaum murji’ah.
d. Kalam tuhan adalah makhluk.

2. Ja’d bin Dirham.
Dia adalah seoarang maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus, ia dibesarkan dalam lingkungan orang kristen yang senang membicarakan teologi. Semula dia dipercaya untuk mengajar dilingkungan pemerintahan bani umayyah, tetapi setelah tampak kontroversional, Bani umayyah menolaknya. Doktrin pokok ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm, Al-ghurabi menjelaskan sebagai berikut :
a. Al-qur’an adalah makhluk.
b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk.
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Tokoh dan paham Jabariyah Moderat adalah sebagai berikut :
1. Najjariyah yang dikepalai oleh Husein bin Muhammad An-Najjar.
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad an-najjar (wafat 230 H). Para pengikutnya disebut An-najjariyah atau Al-husainiyah. Diantara pendapat-pendapatnya yaitu :
a. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
b. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-najjar menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan.

2. Dlirariyah yang dikepalai oleh Dlirar bin Umar.
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husein An-najjar. Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, ia mengatakan bahwa tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga berpenapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

Keempat aliran jabariyah berkembang sekitar akhir abad ke II dan separuh yang pertama abad ke III H.
Baik juga diketahui bahwa Jaham bin Safwan, imam kaum jabariyah ini adalah murid Ja’ad bin Dirham, yaitu pelopor fatwa yang mengatakan bahwa qur’an itu makhluk dan bahwa tuhan tidak mempunyai sifat.
Ja’ad bin Dirham ini dihukum mati oleh penguasa pada tahun 124 H, tersebab fatwa-fatwanya yang sangat ilhad dan zendiq (Al Milal wan Nihal 1. hal. 82).


C. I’TIQAD KAUM JABARIYAH YANG BERTENTANGAN DENGAN I’TIQAD KAUM AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
1. Tidak Ada Usaha dan Ikhtiyar Manusia.
Sebagai diterangkan dalam pasal yang lalu bahwa kaum jabariyah yang dikepalai oleh Jaham bin Safwan beri’tiqad bahwa manusia itu “majbur”(terpaksa) dalam gerak geriknya, seperti bulu ayam di udara yang dipermainkan angin atau kayu dalam laut yang dipermainkan ombak.
Manusia tidak mempunyai daya, upaya, ikhtiyar atau “kasab”.
Sekalian hasil perbuatan manusia dijadikan oleh tuhan, bukan oleh manusia.
Dasar fatwa ini sama dengan dasar paham Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai yang diterangkan pada bagian qadariyah, yakni i’tiqad bahwa sekalian yang terjadi adalah dijadikan oleh tuhan semata. Akan tetapi, yang buruknya, paham ini ditarik-tarik menjadi panjang keluar dari batas, sehingga dii’tiqadkan oleh mereka bahwa tiada dosa kalau memperbuat kejahatan karena yang memperbuat itu pada hakikatnya adalah tuhan.
Ditariknya lebih panjang lagi, bahwa kalau mereka mencuri maka tuhan yang mencuri, kalau berzina maka tuhan yang berzina, begitu juga sebaliknya kalau ia sembahyang maka tuhan yang sembahyang, kalau mereka naik haji maka tuhanm yang naik haji dan begitu seterusnya.
Sebahagian mereka menarik lebih jauh lagi, sehingga disatukan dirinya dengan tuhan, wujudnya dan wujud Tuhan satu, kata penganut paham ini. Disinilah pangkal paham “wahdatul wujud”, yakni paham bahwa yang ada hanya satu, yaitu DIA.
Kaum Ahlussunnah wal jama’ah berpendapat; bahwa memang semuanya dijadikan oleh tuhan, tetapi tuhan pula yang menjadikan adanya “ikhtiyar” atau “kasab’ bagi manusia.

Manusia berikhtiyar dan manusia berusaha.
Sebagai contoh dikemukakan tentang gerak orang yang jatuh dengan gerak orang yang melompat ke bawah. Yang satu adalah majbur(terpaksa) sedang yang kedua jatuh bersama ikhtiyar. Hasilnya berlainan juga. Kelanjutan bagi paham ahlussunnah wal jama’ah, bahwa sesuatu yang diperbuat oleh manusia adalah pertemuan ikhtiyar manusia dengan takdir tuhan atau dengan kata lain “pertamuan usaha dengan takdir”.
Ikhtiyar dan usaha itu hanya sebagai sebab saja, bukanlah ia mengadakan atau menciptakan sesuatu. Soal mencipta adalah hak tunggal tuhan.
Umpamanya, kalau bersentuh api dengan sesuatu maka terbakarlah ia, kalau bersentuhan makanan dengan mulut maka kenyanglah perut, kalau bersentuh pisau tajam dengan daging, lukalah ia dan begitulah seterusnya. Tetapi bukan nasi yang menciptakan kenyang, buka api yang menciptakan terbakar, bukan pisau yang menciptakan luka, bukan obat yang menciptakan sembuh, tidak , tidak yang, menciptakan itu semuanya adalah tuhan semata-mata.

Kadang-kadang bisa terjadi sebaliknya, kalau Tuhan menghendaki.
Berapa banyaknya orang yang makan obat tetapi dia tidak sembuh, barapa banyaknya benda yang bersentuh api tetapi tidak terbakar, berapa banyaknya orang berusaha ini dan itu tetapi tidak mendapatkan rizki, dan begitulah seterusnya. Kalau umpamanya obat dapat menyembuhkan orang sakit, sudah barang tentu tak akan ada orang yang mati didunia sekarang ini, karena bermacam-macam obat untuk bermacam-macam penyakit sudah ada.
Yang lucunya anak seorang dokter yang dikasihinya atau istri seorang dokter yang disayanginya mait juga, walaupun diobati sebanyak mungkin sesuai dengan ilmu pengetahuan si Dokter tadi.
Pendeknya :
لاحَوْل وَلاقُـوَّةَ إِِلا بِااللهِ الْعَلِـيِّ الْـعَظِيْـمِ
Artinya :
“Tiada daya dan upaya, kecuali dengan daya dan upaya Tuhan yang
Tinggi lagi Besar’.

Dan lagi kalau kita ikuti paham jabariyah, maka tidak ada gunanya syari’at nabi, tadak ada gunanya, lagi hukum-hukum fiqih dan bahkan tidak ada gunanya Rasu-rasul diutus Tuhan. Manusia harus dihukum kalau berbuat kesalahan dan harus diberi pahala dari tuhan kalau berbuat berbuat kebaikan. Mencuri, berzina, meninggalkan sembahyang dan puasa dilarang dalam syari’at agama islam.

I’tiqad persatuan antara khaliq dan makhluk adalah i’tiqad yang keliru. Tuhan tidak serupa dengan sekalian yang ada dalam alam ini. Paha “wahdatul wujud”yang berasal dan berpangkal dari kaum jabariyah adalah paham yang sesat lagi menyesatkan, harus dijauhi oleh seluruh orang mu’min dan muslim.
Manusia akan dapat hukuman – menurut paham ahlussunnah wal jama’ah – dengan keadilan tuhan karena ikhtiyar atau usahanya yang tidak baik dan akan diberi pahala dengan kurnia Tuhan atas ikhtiyar dan usahanya yang baik.

Allah menyatakan hal ini dengan firman-Nya:
لَهَا مَاكْتَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَاكْتَسَبَتْ. ﴿البقرة : ٢٨٦﴾
Artinya :
“Bagi manusia (upah) apa yang diusahakannya dan atas manusia
(hukuman) apa yang diusahakannya” (Al-baqarah: 286).


Maksudnya: manusia akan dapat pahala kalau ia mengusahakan pekerjaan yang baik dan akan diberi azab (hukuman) kalau ia mengusahakan yang buruk (keduniaan). Dan Allah Swt berfirman :
الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿المؤمن : ۱٧﴾
Artinya :
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya”(Al mu’min: 17).

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ .
﴿الروم : ٤۱ ﴾
Artinya :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” (Ar rum : 14).


Sesuai dengan ayat ini maka menurut i’tiqad kaum Ahlussunnah wal jama’ah adalah tidak baik menyandarkan sesuatu pekerjaan yang buruk bagi Tuhan, umpamanya dikatakan “Tuhan mencuri”, walaupun pada hakikatnya semua, yang terjadi didunia adalah dijadikan Tuhan.
Perkataan macam ini sangat kurang sopan untuk dialamatkan kepada Tuhan Azza wa jalla yang sangat Tinggi dan sangat Mulia. Selalin dari pada itu, walaupun Tuhan yang menjadikan sesuatu, tetapi ia bukan ikut mengerjakan sesuatu. Ibarat seorang tukang membuat rumah, apakah situkang itu ikut menjadi rumah, ibarat seorang wanita membuat kue, apakah wanita itu ikut menjadi kue, tidak, tidak.

2. Iman Dalam Hati Saja.
Kaum jabariyah berfatwa bahwa “Iman” itu cukup kalau sudah mengakui dalam hati saja, walaupun tidak diikrarkan dengan lisan.
Hal ini tidadk seuai dengan paham kaum Ahlussunnah wal jama’ah yang berpendapat bahwa iman itu ialah membenarkan dalam hati dan mengakui dengan lisan. Adalah tidak cukup – menurut ahlussunnah – pengakuan dalam hati saja, tetapi harus diucapkan dengan lisan :

أَشْهَدُ اَنْ لااِلَهَ اِلا اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدَ الرَّسُوْلُ اللهِ.
Artinya :
“(Saya mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad itu Rasulnya)”.

Juga – menurut Ahlussunnah – tidak cukup kalau hanya mengakui adanya Tuhan saja, tetapi tidak mengakui ke-Esaan-Nya. Yang penting selain mengakui adaNya, juga, ke-Esaan-Nya.

Tiada, Tuhan selain Ia.
Di sini terbayang perbedaan, antara orang-orang islam dan nasrani.
Orang Nasrani biasanya mengatakan “Tuhan yang maha Kuasa”, sedang orang Islam `biasanya menyebut “Tuhan yang maha Esa”.











BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN :

1. Jahmiyah; mereka menganggap bahwa qadar itu menyalahi syari’at, sehingga mereka menolak kebijaksanaan dan keadilan Allah. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya seorang hamba memiliki perbuatan dan kekuasaan sama sekali yang berbuat dan berkuasa hanyalah Allah semata-mata, oleh karena itu, allah hanya mempunyai sifat kuasa (qadir) tanpa sifat-sifat lainnya.

2. Mereka mengingkari perbedaan dan pembagian antara tauhid dan syirik, antara iman dan kufur, antara ketaatan dan kemaksiatan, serta antara halal dan haram. Mereka menjadi iman hanya sebagai pengetahuan semata-mata.

3. Menurut mereka, tidak ada perbedaan antara beribadah kepada Allah dan beribadah kepada selain-Nya. Bahkan mereka membolehkan beribadah kepada selain-Nya, sebagaimana halnya mereka memperbolehkan beribadah kepada-Nya. Sehingga puncak Tauhid mereka adalah ketauhidan orang musyrik

4. Orang yang arif menurut mereka adalah orang yang tidak menganggap baik sesuatu yang baik, dan tidak menganggap buruk sesuatu yang buruk, mereka juga mengingkari syari’at dan nubuwwah (kenabian). Secara batin mereka adalah munafik, dan musyrik lahir dan batin.

3. Para tokoh paham jabariyah :
a. Jaham bin safwan.
b. Ja’d bin dirham.
c. Dlirar bin umar.
d. Husein bin muhammad an-najjar.



B. SARAN :

Umat Islam haruslah mempererat tali silaturahim dan selalu waspada terhadap segala sesuatu yang dapat menghancurkan ideologi, keyakinan, dan syari’at Islam, dimana dia menyembunyikan dirinya dalam suatu tameng paham/tarekat untuk niatnya yang buruk, dan sangat mudah untuk menghancurkan. Umat islam harus memiliki pikiran kritis dan tindakan-tindakan yang berguna untuk kebaikan dirinya dan untuk kemaslahatan Umat Islam sedunia.
Dan sebagai penutup, puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat sehingga kita dapat memperoleh hidayah untuk berjalan dijalan Allah,
Dan untuk makalah ini, didunia ini tidak ada pekerjaan yang sempurna seperti kata penyair:
إذا أتمّ الامر بدي نقصه
“jika telah selesai suatu pekerjaan maka akan tampak kekurangannya”.
Oleh karena itu kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dan kesempurnaan hanya milik Allah. والله اعلم بالصّواب
















DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Siradjuddin. 2006. I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah.
Al Misri, Abdul Hadi Muhammad. 1994. Manhaj dan Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Jakarta : Gema Insani Press.

Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon. 2006. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.

Tidak ada komentar: