BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak diantara kita yang
mungkin terjadi kesalahpahaman dalam menyebutkan tentang apakah itu yang
dinamakan hadits/sunnah. Karena pada dasarnya terdapat beberapa pengertian yang
berbeda dan yang sama diantara para ulama.
Melalui makalah ini penulis
hanya akan menjelaskan tentang apakah yang dimaksud dengan hadits dan sunnah
baik secara etimologis maupun secara terminologi dan menurut para Ulama Ahli,
baik Ahli Hadits, Ushul maupun Ahli Fiqh, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman
mengenai pengertian hadits/ sunnah.
Hadis atau al- hadits menurut
bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti
menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering
disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya
dengan hadis.[1]
Sunnah
atau lebih dikenal dengan hadis, mempunyai sejarah yang unik dan panjang. Ia
pernah mengalami masa transisi dari tradisi oral ke tradisi tulisan.
Pengkompilasiannya pun membutuhkan waktu yang cukup panjang. Persaingan politik
antar kelompok Muslim dalam rangka perebutan kekuasaan juga ikut mewarnainya.
Sampai pada akhir abad ke-9 M, usaha pengkodifikasian tersebut dapat
menghasilkan beberapa koleksi besar (kitab Hadis) yang dianggap autentik, di
samping sejumlah besar koleksi hadis lainnya.
Islam merupakan agama
yang universal karena dalam ajaran islam melingkupi urusan dunia dan akhirat,
ajaran agama islam pertama kali muncul di jazirah arab yang dibawakan oleh
seorang tokoh yakni nabi Muhammad SAW. Islam berarti ajaran agama yang dibawakan
oleh nabi Muhammad yang Al-Qur’an sebagai sumber hukum utamanya. Al-Qur’an adalah wahyu Allah di sampaikan
kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril secara berangsur – angsur
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari terdiri atas 30 juz, 114 surat, yang surat pertamanya adalah Al-Fatihah dan surat
terakhir surat Annas. Dalam mengkaji Al-Qur’an sebagai sumber hukum banyak
sekali yang dilakukuan sebagai dasar ilmu pengetahuan diantaranya melalui
tafsir, terjemah dan pendalaman Al-Qur’an atau yang biasa di sebut Ulumul
Qur’an.[2]
Selain Al-Qur’an Islam
juga memiliki sumber hukum yang lain seperti Hadis, Ijma dan Qiyas. Dalam hal
ini penulis ingin mengaji ilmu–ilmu hadis dari segi pengertian Hadits/Sunnah menurut Ulama Hadits, ulama Ushul dan
ulama Salaf, serta implikasi dari semua pengertian hadist menurut Ulama Hadits,
Ushul, dan Salaf.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
HADITS/SUNNAH
(Naqd ‘Ulum
Al-Hadits)
A. Pengertian
Hadits Menurut Ulama Hadits
1. Pengertian Hadits Secara Etimologis
Hadis atau al- hadits menurut
bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti
menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering
disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya
dengan hadis.[3]
2. Pengertian Hadits Secara Terminologi
Sedangkan pengertian hadis
menurut istilah (terminologi), Para Ahli memberikan definisi (ta’rif) yang
berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.[4]
3. Pengertian sunnah menurut bahasa (etimologis)
Menurut bahasa sunnah berarti:
اَلطَّرِ يْقَةُ مَحْمُوْدَةً كَا نَتْ او مَذْمُوْ مَةً
Artinya: “Jalan yang terpuji atau yang tercela.”
Dalam kaitan sunnah yang
diartikan dengan السيرة .atau…الطر يقة…Khalid bin ‘Utbah Al-Hadzi mengatakan:
فَلاَ تَجْزَ عَنَّ مِنْ سِيَرَةٍ اَنْتَ سَرَتَهَا فَاَوَّلُ
رَاضٍ سُنَّةً مَنْ يَسِيْرُهَا
Artinya: “Janganlah kamu halangi perbuatan yang telah kau
lakukan, karena orang yang pertama menyenangi suatu perbuatan adalah orang yang
melakukannya”.
Bila kata sunnah disebutkan
dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang dimaksudkan tiada
lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh
Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Dan apa
bila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-Kitab dan al-Sunnah, berarti yang
dimaksudkan adalah al-Qur’an dan Hadis.
4. Pengertian sunnah menurut istilah (terminologi)
Sedang sunnah menurut istilah,
dikalangan ulama terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan
karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing
terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi
tiga golongan: Ahli Hadis, Ahli Ushul dan Ahli Fikih.[5]
a. Pengertian hadits menurut Ahli Hadits, ialah:
اَقْوَالُ النبي ص م وافعالهُ وَاَحْوَا لُهُ
Artinya: “Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal
ihwalnya.”
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan. [6]
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan. [6]
Ada juga yang memberikan pengertian lain, yakni:
مَاأُضِيْفَ إلى النبي ص م قَولاً أو فِعْلاً أوْتَقْرِيْرًا
اَوْ صِفَةً
Artinya: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”.
Sebagian Muhaditsin
berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit.
Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak
terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja,
melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf),
dan tabi’in (hadis maqtu’), sebagaimana disebut oleh Al- Tirmizi:
Artinya: “Bahwasanya hadis itu
bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf, yaitu yang disandarkan
kepada sahabat dan yang maqtu’ yaitu yang disandarkan kepada tabi’in.” [7]
b. Pengertian sunnah menurut ahli hadis adalah:
ما اثِرَ عنِ النبى ص م مِن قولٍ أو فعل أو تقرير أو صفة أو
خَلْقِيّةٍ أوسِيَرَةٍ،سواء كان قبل البِعْثَةِ أو بعدها
Artinya: “Segala yang bersumber dari Nabi SAW. Baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik
sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
Jadi dengan definisi tersebut,
para ahli hadis menyamakan antara sunnah dan hadis. Tampaknya para ahli hadis
membawa makna sunnah ini kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW. Baik yang
melahirkan hukun syara’ maupun tidak. Hal ini bisa dilihat dari definisi yang
diberikan mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya sebagai rasul.[8]
Akan tetapi bagi ulama Ushuliyyin
jika antara sunnah dan hadis dibedakan, maka bagi mereka, hadis adalah sebatas
sunnah Nabi SAW saja. Ini berarti sunnah cakupannya lebih luas dibanding
hadis.
B. Pengertian
Hadits Menurut Ulama Ushul dan Ulama
Salaf (Sahabat)
1. Pengertian hadits menurut para ulama ushul, sementara para
ulama ushul memberikan pengertian hadis adalah:
أَقْوَا لُهُ واَفْعَا لُهُ وتَقْرِيْرَاتُهُ التى تَثْبُتُ الأَ
حْكاَمُ و تُقَرَّرُهاَ
Artinya: “Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan
taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.
Berdasarkan pengertian hadis
menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Saw. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan
hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain
itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri
Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatan hadis adalah
sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Nabi
Muhammad SAW. Sebagai Rasulullah SAW. Inipun, menurut mereka harus berupa
ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan
kebiasaan-kebiasaannya, tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya
merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan
sebagai hadis.[9]
2. Pengertian sunnah menurut
ahli ushul mengatakan:
Sunnah adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW. Yang berhubungan dengan hukum syara’, baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Beliau. Berdasarkan pemahaman
seperti ini mereka mendefinisikan sunnah sebagai berikut: “Segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi SAW. Selain al-Qur’an al-karim, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum
syara”.[10]
3. Pengertian sunnah menurut ulama
salaf mengatakan:
As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang
dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun
perbuatannya.[11]
Al-Mundzir bin Jarir menceritakan dari ayahnya
Jarir bin Abdillah Radhiallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam pernah bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ
سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ
بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
Artinya:
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatkan
pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya
tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu
sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang
yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka
sedikitpun.” [12]
Hadits di atas diriwayatkan dalam Shahih Muslim no.
2348, 6741, Sunan An-Nasa‘i no.2554, Sunan At-Tirmidzi no. 2675, Sunan Ibnu
Majah no. 203, Musnad Ahmad 5/357, 358, 359, 360, 361, 362 dan juga
diriwayatkan oleh yang lainnya.
C. Implikasi
dari Pengertian Hadits Menurut Ulama Hadits dan Ulama Ushul dan Salaf
a. Menurut ulama ahli hadis,
sunnah adalah semua hal yang berasal dari Nabi, baik
perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-hal yang lainya. Menurut pengertian ini sunnah bisa meliputi fisik maupun perilaku
Nabi dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum ataupun
sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Mereka
memandang Nabi adalah sosok suri tauladan yang sempurna bagi
umat Islam, sehingga dalam pandangan mereka segala sesuatu yang berasal dari Nabi; baik yang ada kaitanya dengan hukum
maupun tidak adalah sunnah.
b. Ulama usul fiqh memberikan
definisi yang hampir sama, namun mereka membatasi
sunnah hanya dengan yang bisa dijadikan acuan pengambilan hukum.
Hal ini disebabkan mereka memandang Nabi sebagai syari’ (pembuat syariat) di samping Allah. Ulama usul mengucapkan hadis secara mutlak maka yang dimaksud adalah sunnah qawliyah.
Karena menurut mereka sunnah memiliki arti yang lebih
luas dari hadis, yaitu mencakup semua hal yang bisa
dijadikan petunjuk hukum. bukan sebatas ucapan saja .
c. Tetapi makna
sunnah menurut kebanyakan kalangan salaf lebih luas dari itu, karena
mereka mengartikan sunnah dengan makna yang lebih luas dari makna menurut ahli
hadits, ahli ushul dan ahli fiqih. Mereka mengartikan sunnah sebagai setiap
perkara yang sejalan dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi
wassalam serta para sahabatnya baik perkara I’tikad maupun ibadah, dan lawannya
adalah bid’ah.[13]
Dikatakan si fulan berada di atas sunnah, jika amalan-amalannya sejalan
dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam. Juga
dikatakan si fulan di atas bid’ah, jika amalannya menyelisihi al-Qur’an dan as
Sunnah atau salah satunya.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Istilah sunnah menurut ungkapan
salaf mencakup sunnah dalam ibadah maupun i’tiqad, walaupun kebanyakan para
penulis tentang sunnah menggunakannya untuk perkara-perkara i’tiqad.”
Beliau berkata rahimahullah : “As Sunnah adalah pedoman yang Rasulullah
Shalallahu’alaihi wassalam berada di atasnya berupa keyakinan, maksud, ucapan
dan amalan.”
Ibnu Rajab rahimahullah berkata : “Kebanyakan para ulama mutaakhirin
mengkhususkan sunnah para perkara yang berkaitan dengan i’tiqad, karena itu
merupakan pokok agama dan yang menyelisihinya berada dalam bahaya yang besar.”
Ibnu Rajab rahimahullah menambahkan, “As Sunnah adalah jalan yang
ditempuh, mencakup:berpegang dengan pedoman yang ditempuh Nabi
Shalallahu’alaihi wassalam dan para khalifahnya yang rasyidin, baik berupa
i’tiqad, amalan maupun ucapan.”[14]
Penulis mengutarakan bahwa: Lafadz sunnah jika diungkapkan dalam bab
i’tiqad, maka yang dimaksud adalah agama secara sempurna, tidak sebagaimana
yang diistilahkan oeh ahli hadits, ahli ushul atau ahli fiqih.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam kajian ini
penulis menyimpulkan bahwa “ Pengertian
Hadits/Sunnah (Naqd ‘Ulum al-Hadits)” dapat dilihat dari beberapa Aspek
pengertian para ulama, yaitu:
a. Menurut ulama ahli hadis,
sunnah adalah semua hal yang berasal dari Nabi, baik
perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-hal yang lainya. Menurut pengertian ini sunnah bisa meliputi fisik maupun perilaku
Nabi dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum ataupun
sesudah beliau diangkat menjadi Rasul.
b. Ulama usul fiqh memberikan
definisi yang hampir sama, namun mereka membatasi
sunnah hanya dengan yang bisa dijadikan acuan pengambilan hukum.
Hal ini disebabkan mereka memandang Nabi sebagai syari’ (pembuat syariat) di samping Allah.
c. Tetapi makna
sunnah menurut kebanyakan kalangan salaf lebih luas dari itu, Mereka
mengartikan sunnah sebagai setiap perkara yang sejalan dengan Kitabullah dan
sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam serta para sahabatnya baik perkara
I’tikad maupun ibadah, dan lawannya adalah bid’ah.
d. Penulis mengutarakan bahwa: Lafadz sunnah jika diungkapkan dalam bab
i’tiqad, maka yang dimaksud adalah agama secara sempurna, tidak sebagaimana
yang diistilahkan oeh ahli hadits, ahli ushul atau ahli fiqih.
B. Saran
Saya selaku pemakalah
mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua agar makalah ini
dapat dibuat dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Masjfuk
Zuhdi, Pengantar
Ilmu Hadist, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Muhammad Ahmad dan Muhammad Mudzakkir. Ulum
al-Hadist. 1996.
Muhammad bin Ali al-Maliki. al-Manhalal-Latif
fi Usul al-Hadis al-Syarif. Jiddah. Sahar al-Mamlakah al-arabiyah, 1990.
Muhammad Hasbi Ash shiddiqi, Sejarah & pengantar
Ilmu Hadits, Semarang. PT Pustaka Rizqi Putra, 1998.
M. ‘Ajjaj al-Khatib. Usul
al-Hadist Ulumuhu wa Musthalahuhu,
2003.
Munzier Suparta M.A, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Suparman
Usman, hukum islam,Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Syarah
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, 2006.
Syaikh DR. Abdussalam bin Salim as Suhaimi, Jadilah Salafi Sejati, Jakarta: Pustaka at Tazkia, 2007.
Yusuf Qordhowi, Pengantar Studi hadits, Bandung:
Pustaka Setia, 2007.
[1] Muhammad bin Ali al-Maliki. 1990. al-Manhalal-Latif
fi Usul al-Hadis al-Syarif. Jiddah. Sahar al-Mamlakah al-arabiyah.
Hal-41&51. atau lht Muhammad Hasbi Ash shiddiqi. 1998. Sejarah
& pengantar Ilmu Hadits. Semarang. P.T. Pustaka Rizqi Putra.
Hal-1,4.
[3] Muhammad bin Ali al-Maliki. 1990. al-Manhalal-Latif
fi Usul al-Hadis al-Syarif. Jiddah. Sahar al-Mamlakah al-arabiyah.
Hal-41&51.
[4] Muhammad Hasbi Ash shiddiqi. 1998. Sejarah
& pengantar Ilmu Hadits. Semarang. P.T. Pustaka Rizqi Putra.
Hal-1,4.
[11] Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Hal. 10.
[13] Syaikh DR. Abdussalam bin Salim as Suhaimi, 2007,
Jadilah Salafi Sejati, (jakarta:
Pustaka at Tazkia), Hal-36-42.
[14]
Suparman Usman, hukum islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama). Hal. 44-46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar