METODOLOGI PENELITIAN
KEPEMIMPINAN WANITA
( RA’ISUL MAR’AH )
Kesimpulan Referensi yang diambil berdasarkan tanggal/ hari dan judul serta gagasan pokok dari inti permasalahan.
Intisarinya Membahas Tentang :
Wed, Oct 6th 2010, 09:10
Dilema Calon Pemimpin Aceh
Mariska Lubis
* Penulis adalah pemerhati masalah politik.
Thu, Oct 21st 2010, 09:18
Gender Versus Syariat
Azmil Umur
* Penulis adalah mantan staf UNDP-Nias bidang Gender Mainstreaming.
Tue, Oct 26th 2010, 08:44
“Kritik Kosong”
(Mengarahkan Teuku Zulkhairi)
Azmil Umur
* Penulis adalah mantan staf UNDP-Nias bidang Gender Mainstreaming.
Wed, Nov 3rd 2010, 08:53
Kuatkah Wanita Bartahta?
Nab Bahany As
* Penulis adalah budayawan, tinggal di Banda Aceh.
Fri, Oct 22nd 2010, 08:42
Menyoal Tafsir Kontekstual
(Catatan untuk Nurjanah Ismail)
Ummu Syakira
* Penulis adalah Ketua DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Aceh.
Sat, Oct 23rd 2010, 08:26
Merampas Hak Wanita
(Tanggapan untuk Azmil Umur)
Teuku Zulkhairi
* Teuku Zulkhairi adalah Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Sat, Oct 16th 2010, 09:53
Pemimpin Perempuan
Nurjannah Ismail
* Dr. Nurjannah Ismail, MA Dosen Pascasarjana IAIN A-Raniry, Banda Aceh.
Wed, Oct 13th 2010, 08:40
Perempuan tak Boleh Memimpin?
Raihana Diani
* Penulis adalah aktivis perempuan. Tinggal di Banda Aceh.
Tue, Oct 19th 2010, 09:33
Susah Jadi Perempuan
Djamaluddin Husita
* Penulis adalah Guru MAN Rukoh, Banda Aceh.
Setelah membaca berbagai opini yang muncul di Serambi Indonesia terhadap kepemimpinan wanita yang dikemukakan oleh Nab Bahany As (3 november 2010), Azmil Umur (21 oktober 2010 dan 26 oktober 2010), Mariska Lubis (6 oktober 2010), Ummu Syakira (22 oktober 2010), Teuku Zulkhairi (23 oktober 2010), Nurjannah Ismail (16 oktober 2010), Raihani Diani (13 oktober 2010), dan Djamaluddin Husita (19 oktober 2010).
Dalam opini tersebut diatas, saya melihat adanya Pro (setuju) dan Kontra (tidak setuju) terhadap kepemimpinan wanita.
Yang setuju terhadap kepemimpinan wanita diantaranya dikemukakan oleh : Azmil Umur (21 oktober 2010 dan 26 oktober 2010), Mariska Lubis (6 oktober 2010), Ummu Syakira (22 oktober 2010), Nurjannah Ismail (16 oktober 2010), Raihani Diani (13 oktober 2010), dan Djamaluddin Husita (19 oktober 2010). Dalam hal ini, mereka berpendapat bahwa wanita boleh memimpin, selagi mereka sanggup dalam memimpin apa yang sedang dijabatnya. Mengenai hal yang diperkenankan dijabat oleh wanita secara garis besar meliputi pemimpin perusahaan, pemimpin Organisasi, anggota Majelis Ummat, Qodhi (hakim), kepala Departemen dan Rektor. Sedangkan bidang-bidang selain yang ada diatas boleh boleh dijabat, asalkan mereka sanggup menjalankan dan mampu membina jabatan yang sedang di embannya. Opini yang mengatakan bahwa wanita tidak boleh memimpin 100% itu tidak bisa diterima, karena mereka hanya membaca konteks Al-Qur’an dan Hadits dari bagian yang tersuratnya saja. Sedangkan bagian yang tersirat tidak di sebutkan. Walaupun disebutkan hanya sedikit saja dituturkan, apalagi setiap adanya ayat dan hadits pada masa Rasulullah pasti adanya keterangan dan alasan mengapa wanita tidak bisa memimpin pada masa itu, bagi yang memahami Al-Qur’an dan Hadits, dilarang keras memahaminya menurut pemikiran dan analoginya sendiri. Akan tetapi harus dipahami dan dianjurkan menafsirkannya menurut ijtihad berdasarkan ushul yang shahih atau disebut juga dengan Tafsir Bi Ar-Ra’yi. Seterusnya mengenai kepemimpinan wanita dalam ajaran islam itu dibolehkan, apalagi hak bagi wanita itu sudah ada bagiannya dalam ajaran islam. Dan juga agama islam telah menghilangkan pemahaman yang salah mengenai bagian perempuan dan laki-laki. Kedua-duanya sudah berada dibagian koridornya masing-masing, oleh karena itu, dalam hal kepemimpina wanita, wanita dibolehkan memimpin selagi mereka sanggup memimpin.
Sementara itu, penulis akan mengemukakan pihak yang tidak setuju terhadap kepemimpinan wanita diantaranya di kemukakan oleh : Nab Bahany As (3 november 2010), dan Teuku Zulkhairi (23 oktober 2010). Mereka berpendapat bahwa perempuan tidak boleh memimpin dengan alasan tidak sesuai dengan syari’at dan koridor islam yang semestinya. Apabila wanita memmimpin akan suatu jabatan, ditakutkan mereka akan menjadi makhluk pecinta karir dan terjauh dari kehangatan keluarga, serta di takutkan juga mereka tidak memenuhi kewajiban sebagaiman ibu dala rumah tangga. Setiap jabatan yang dipegang oleh kaum perempuan, pasti yang banyak muncul adalah kelemahannya, seperti Kepemimpinan ratu safiatuddin di aceh, dimana stabilitas politik dan keamanan kerajaannya semakin kacau sehingga wilayah kekuasaannya satu per satu hilang dari genggaman kekuasaannya. Kejadian tersebut membuktikan bahwa perempuan memang tidak kuat dalam bertahta dan berpolitik, berbeda halnya laki-laki. Apalagi Rasulullah SAW bersabda: “sungguh tidak beruntung bila suatu kaum menyerahkan urusan kepemimpinan mereka kepada wanita”. Perlu di garis bawahi bahwa pihak yang menyetujui perempuan boleh berada dimana saja baik jabatan, kewajiban, dan haknya itu sudah terpengaruh oleh gerakan emansipasi wanita yang mana penerapannya mengadopsi sistem barat dan telah berlainan dengan syari’at agama islam secara kaffah.
Selanjutnya, menurut Penulis sebagai seorang mahasiswa ( Garis Tengah). Masalah kepemimpinan wanita tersebut sebenarnya tidak perlu banyak diperdebatkan, karena didalam Ayat dan Hadits, apabila terdapat kata-kata Ar-Rajul, yang pastinya makna yang tersirat maupun tersurat didalamnya mengandung makna hak laki-laki dan perempuan. Bagi pihak perempuan tidak perlu salah prasangka, dan juga bagi pihak laki-laki jangan terlalu berbangga hati. Sesungguhnya agama islam itu adalah agama yang sangat adil dan mengatur segala urusan secara tertib dan tersusun Rapi. Hal tersebut hanya terserah kepada para pembaca dalam memahaminya, dan bagaimanakah mereka mencernanya, akan tetapi kita sebagai umat muslim harus tetap mewaspadai terhadap kesalahpahaman dan kesalahtafsiran Ayat dan Hadits oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar